Tari berdiri di tepi jalan, dia berada tepat di depan gerbang kompleksnya. Baru lima menit dia berdiri di sana, tapi dia sudah merasa bosan karena Yuda yang belum juga datang. Tari melirik jam tangannya. Padahal saat ini sudah melebihi jam delapan.
Karena merasa bosan dan haus. Tari memutuskan untuk membeli minuman di minimarket depan kompleks rumahnya. Tepat di seberang jalan. Tari melirik kanan kiri, jalan agak sepi. Jadi Tari memutuskan langsung menyebrang.
Tapi ada sebuah sepeda motor yang melaju sangat kencang di samping kanan Tari. Pengemudi sepeda motor itu terlalu cepat dan Tari tak bisa menghindarinya karena panik. Dia hanya berteriak sambil menutup matanya. Dan kejadian tersebut sangat cepat sekali.
Dua detik kemudian Tari membuka matanya. Dia melihat dirinya masih berdiri di tempat yang sama dan dengan keadaan yang baik-baik saja. Akhirnya dia membuang napas lega. Tapi saat dia memandang ke depan. Dia melihat si pengemudi dan motornya terkapar di jalan.
"Astaga," teriak Tari.
Tari segera mendekat, si pengemudi tak bergerak. Tari mencari-cari apakah ada luka di tubuh orang itu. Namun, Tari tak dapat menemukannya Karena wajah si pengemudi masih tertutupi helm dan bagian lain tubuhnya terlihat baik-baik saja. Kecuali ada bagian dari jeans-nya sobek bagian dari gaya.
Tari sadar dia harus meminta bantuan, lalu dia berbalik, berteriak meminta tolong kepada seseorang. Jalanan tak terlalu sepi pasti akan ada yang mendengarnya.
Saat Tari sedang panik berteriak. Tiba-tiba dari belakangnya seseorang membungkam mulut Tari. Hal ini membuat Tari semakin panik. Dengan cepat Tari langsung berbalik ke belakangnya. Dia melihat si pengemudi sepeda motor itu yang barusan membungkam mulutnya. Si pengemudi memberi isyarat agar Tari diam. Tari menurutinya, jujur saja hal ini membuatnya ketakutan-meski Tari tak bisa melihat wajah orang itu yang masih tertutupi helm.
Melihat Tari diam, si pengemudi membuka helm-nya.
"Valdo," jerit Tari sambil memelotot melihat wajah orang di depannya.
"Lo lagi... Lo lagi," ujar Valdo ketus. "Lo udah bosen hidup ya?"
Tari hanya mengangkat kedua alisnya.
"Lo tau gak, setiap gue berurusan sama lo, pasti sial hidup gue."
Alis Tari kini makin terangkat. "Eh, lo ya yang tadi hampir nabrak gue. Seharusnya lo minta maaf," teriaknya.
"Lo sengaja ka-." Valdo tak melanjutkan kalimatnya. Karena tiba-tiba dia merasakan kepalanya berdenyut, efek terjatuh tadi.
"Lo gak pa-pa kan?" Tanya Tari cemas.
Valdo hendak menjawab pertanyaan Tari, namun lagi-lagi dia merasakan sakit. Bukan di kepala tapi di tangan. Seakan-akan tangannya tak bisa ia gerakan. "Gue gak pa-pa," jawab Valdo akhirnya.
"Tapi lo keliatan gak baik-baik a-."
"Gue bilang gue gak pa-pa," bantah Valdo setengah berteriak. Lalu dia menghampiri motornya yang masih terkapar di jalanan.
Tari menyadari ada yang salah dari cara Valdo berjalan dan cara dia memegangi motornya. Dia lalu mendekat dan menarik lengan kanan Valdo.
"Aw," pekik Valdo.
"Kan lo luka."
"Tangan gue, baik-baik aja lo gak liat?"
"Memang, tangan lo keliatan baik-baik aja. Tapi yang namanya luka, mau lo sembuyiin pasti ketauan. Gak dapat diliat tapi bisa dirasainkan? Dan bukan diam obatnya." Cerocos Tari panjang lebar.
Valdo dibuat diam karenanya, pria itu hanya memandangi Tari dengan pandangan yang tak bisa diartikan.
"Kayanya lo harus kedokter deh."
"Gak usah," bantah Valdo lagi.
"Hm, sebagai ucapan terima kasih dari gue karena lo gak jadi nabrak gue. Gue bakal bawa lo ke dokter," putus Tari.
Valdo tak menjawab. Jadi Tari memutuskan untuk memberhentikan taksi yang lewat di dekat mereka.
Setelah selesai dia kembali menghampiri Valdo. "Gimana mau gak?" Tanyanya lagi.
"Bukannya lo udah iya-in sendiri ya tadi. Tanpa nunggu jawaban gue," balas Valdo sinis.
Bukannya marah, Tari justru tersenyum mendengar ocehan Valdo tadi.
***
Jam 08 : 30, Dia sudah sangat terlambat. Dari tadi Yuda mondar-mandir tak jelas di dekat mobilnya. Dia mencemaskan Tari, kemungkinan cewek itu sedang berdiri dengan cemas menunggunya. Sama halnya yang dialami Yuda sendiri.
Harusnya ini tak terjadi, tiba-tiba saja ban mobilnya bocor di jalan menuju Rumah Tari. Apalagi daerah itu jauh dengan tempat tambal ban. Sungguh ia tak dapat menduganya.
Yuda melirik Smartwach-nya. Sudah lima menit lagi yang telah ia habiskan untuk mondar-mandir tak jelas. Jadi dia memutuskan menghubungi Tari, menceritakan apa yang terjadi padanya. Agar Tari tak cemas menunggu atau bahkan dia akan membatalkan saja rencananya malam ini. Lalu Yuda mengeluarkan ponselnya dari saku celana. Tepat setelah dia menekan tombol power, ada sebuah panggilan masuk dan panggilan itu dari Tari sendiri. Dengan cepat Yuda menekan tombol hijau di ponselnya.
"Iya," ucapnya pelan.
"Kamu sakit?"
"Oh syukurlah. kapan-kapan kalo gue ngajak lo lagi. Lo harus mau ya."
"Oke, bye," ucapnya sebelum panggilan berakhir.
Yuda menghembuskan napas lega. Baru saja dia akan membatalkan rencana malam ini. Tapi Tari lebih dulu yang melakukannya. Dia tak bisa karena harus mengantar temannya ke rumah sakit. Yuda tak tau apa yabg terjadi. Tapi dia bersyukur, setidaknya dia tak akan merasa bersalah karena akan membatalkan rencana ini.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Trouble Boy & Trouble Girl
Teen FictionStory by : Nita sari Di balik keterlambatannya ke sekolah Mentari Anjani bertemu dengan sosok malaikat. Dia adalah Yuda seorang ketua osis. Yang mampu mencuri hati Tari. Tapi semuanya berubah saat dia bertemu dengan seorang Rivaldo Adinara. Seorang...