Ada sesuatu yang terjadi hari ini. Dari semanjak Tari datang pagi tadi, sampai sekarang saat dia berada di kantin. Banyak yang memandanginya lalu berbisik-bisik setelahnya. Tari memandang bingung setiap meja-meja di sana, mereka mulai menatap Tari dan teman-temannya semenjak mereka bertiga muncul di pintu kantin. Dan terus sampai mereka bertiga mendudukkan diri di salah satu bangku.
"Mereka kenapa sih?" Tanya Dewi mengawali bertanya. Pertanyaan yang sama dengan yang dipikirkan Tari dan Gita.
Gita menatap dewi dengan sungguh-sungguh. "Gak tau deh Wi, mungkin diantara kita ada yang punya utang sama mereka. Makanya..."
Tak memberikan kesempatan bagi Gita untuk menyelesaikan ucapannya, Tari buru-buru menoyor kepala Gita yang berada di samping dirinya.
"A-aduh," rintihnya. "Lo kenapa sih, Tar?"
"Lo tuh yang kenapa! Masa iya gue punya utang sama mereka semua."
"Lah siapa yang ngatain lo. Gue bilang di-"
Kali ini Dewi yang memotong kalimat Gita. "Kalian bisa diam gak sih! Gue serius nih, kalian tau gak kenapa mereka liatin kita?" Tanyanya sekali lagi.
"Kayanya, mata mereka lagi belekan. Dari pagi tuh mereka begitu," sahut Tari.
"Dari pagi?" Tanya Dewi dan Gita serempak.
"Iya tadi pagi, waktu gue sama Valdo baru nyampe sekolah. Mereka pada ngeliatin kaya gitu."
"Lo berangkat bareng Valdo?" Tanya Gita penuh selidik.
"Lo lupa ya? Sekarang gue asisten Valdo," balas Tari sewot.
"Pantes aja, mereka liatin lo ternyata Tar," seru Dewi.
Tari menatap heran Dewi."Apa yang salah dari berangkat bareng Valdo?" tanyanya dengan nada kesal.
Bukan Dewi yang menjawab melainkan Gita. "Salah lah, si biang kerok itu kan punya banyak penggemar. Wajar aja mereka gitu, mereka syirik sama lo, Tar." Gita mengatakannya dengan penuh semangat, kecuali kalimat terakhirnya yang dikatakan dengan berbisik.
"Bener tuh kata Gita." Dewi mengangguk sambil mengunyah baksonya. "Gue pikir, gue yang punya masalah," lanjut Dewi.
"Masalah lo cuma atu Wi, cuma Doni seorang," timpal Gita.
Tiba-tiba Tari menunduk, wajahnya menjadi muram. "Dan masalah gue juga cuma atu, Yaitu Valdo," ucapnya dramatis.
Dewi mengerti keadaan Tari, dia mencoba menenangkan Tari dengan menepuk-nepuk punggung tangan cewek itu. Sedangkan Gita mencoba menyemangati dengan kata-kata. "Tenang Tar, kalo lo udah gak jadi asisten Valdo lagi. Gue bakal gundulin kepala Valdo sampe botak," ucapnya nyengir lebar.
***
Ada satu hal yang tak disukai oleh Valdo, yaitu saat ia harus berhadapan dengan ayahnya. Berbicara dengannya di telepon saja sudah membuatnya malas, apalagi harus berbicara langsung. Memang bukan untuk hari ini, tapi kabar akan bertemu dengannya saja sudah membuat Valdo kesal setengah mati. Bagaimana tidak, ayahnya pasti hanya akan menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang biasa ditujukan pada Valdo. Dan Valdo sudah malas menjawab semua pertanyaan yang sama itu.
Valdo menutup sambungan telepon yang masih aktif. Tadi asisten ayahnya yang menelepon, memberi kabar itu. Bagaimana pun dia harus menghadapinya. Menghadapi ayahnya.
Dia baru saja akan memasukkan kembali ponselnya ke saku. Tapi ponselnya kembali bergetar dan muncul nama lain dilayar teleponnya. Adara.
Valdo membulatkan matanya sempurna. Dia tak mungkin salah membacanya, nama itu tertera jelas di sana dan dia tak memiliki gangguan penglihatan apapun. Tapi apa yang membuat cewek itu menghubunginya?
Getaran di ponsel Valdo berhenti, Adara memutuskan sambungannya karena Valdo tak juga menjawab. Valdo sedang berpikir keras apa yang membuat cewek itu menghubunginya kembali? Bukankah hubungan mereka sudah jelas sekarang, mereka tak mungkin bisa bersama. Adara sendiri yang menjelaskan hal itu saat kemarin menelepon dirinya.
Ponselnya kembali bergetar, dan lagi-lagi nama Adara yang muncul dilayar. Valdo kembali mendiamkannya, dia sengaja menggeletakkan ponselnya di atas meja dan hanya melihat layarnya yang berkedip-kedip dari kejauhan. Sudah belasan kali Adara menelepon dan belasan kali pula Valdo mengabaikanya. Hingga di panggilan ke-15 Valdo mau mengangkatnya.
"Iya," ucapnya.
"Valdo, kenapa lo gak angk- ah, lupain aja. lo liat Yuda di sekolah?" Tanyanya dari seberang sana.
Valdo salah mengira, seharusnya dia sudah bisa menduga kalau Adara menelepon hanya untuk menanyakan Yuda tunangannya. Sungguh bodoh karena ia masih berharap dengan cewek itu.
"Valdo, halo...."
"Gak, gue gak tau. Gue bukan pengasuhnya," ucapnya dingin.
"Oh, makasih."
Lalu terdengar bunyi sambungan terputus. Bukan Valdo yang memutuskannya, tapi Adara. Selama ini dia tak pernah lebih dulu memutuskan sebuah panggilan dengan Adara. Dan dia juga tak pernah berkata kasar atau dingin kepadanya. Tapi hari ini, untuk pertama kalinya dia berkata dingin terhadap Adara.
Valdo memasukkan ponselnya ke saku. Dia mengusap pelan kepalanya, kenapa mencoba bersikap dingin kepada Adara sangat sulit sekali? Tapi dia memang harus melakukannya, ini yang terbaik bagi Adara.
Valdo bangkit dari duduknya. Sekarang dia menjadi penasaran kemana perginya Yuda. Tak mungkinkan dia bolos sekolah? Anak itu tak mungkin melakukan hal yang berlawanan dengan aturan, dia tau itu. Dia sudah hapal betul kelakuannya. Sebenarnya malas juga, jika harus berurusan dengan Yuda. Tapi tak ada salahnya berkeliling sekolah sambil mencari anak itu.
Valdo mulai dari kelasnya, lalu ruang osis, kantin dan lapangan basket. Dari semua tempat itu, dia sama sekali tak melihat Yuda. Entah kemana perginya. Valdo tak peduli juga, jika bukan karena Adara khawatir dengan Yuda, dia tak akan repot-repot seperti ini.
Benar juga, seharusnya sekarang dia juga tak boleh lagi merasa peduli dengan apa yang dikhawatirkan Adara. Dia tak berhak dengan itu.
***
Update! Update!
Vomentnya dong kalian ;*

KAMU SEDANG MEMBACA
Trouble Boy & Trouble Girl
Fiksi RemajaStory by : Nita sari Di balik keterlambatannya ke sekolah Mentari Anjani bertemu dengan sosok malaikat. Dia adalah Yuda seorang ketua osis. Yang mampu mencuri hati Tari. Tapi semuanya berubah saat dia bertemu dengan seorang Rivaldo Adinara. Seorang...