part 17 : Valdo Kumat

655 25 0
                                    

Pagi ini Tari beruntung, dia tak lagi terlambat seperti biasanya. Karena entah kenapa hari ini penyakit Tongki tak kumat. Jika kumat habislah nasibnya, dia akan dicap sebagai bad girl. Tentu, Tari tak mau sebutan itu. Meski dirinya bukanlah siswi yang benar-benar baik.

Tari memasuki kelasnya, kelasnya masih sepi. Tumben sekali, biasanya dia datang paling terakhir dan kini dia menjadi orang pertama yang datang. Di sana tak hanya Tari, ada seorang siswa yang sedang duduk sambil membenamkan wajahnya ke meja. Tapi anehnya. Dia duduk di kursi Tari.

Tak perlu menunggu lagi, Tari langsung menghampiri mejanya. "Woy! Ngapain lo tiduran di meja gue," semburnya.

Orang di teriaki Tari mulai terusik. Dia lalu mendongak. "Berisik," tegurnya.

Tari terlonjak. Orang itu adalah Valdo. Si Valdo gila. "Ngapain lo di situ?" Tanyanya sewot.

Dengan gerakan malas Valdo membenarkan posisi duduknya. Setelah duduk dengan benar barulah tangan kanannya yang patah bisa dilihat dengan jelas. "Nungguin lo," ucapnya malas.

Tari mengangkat kedua alisnya. "Nungguin gue? Ngapain?"

"Bisa gak sih lo gak nanya mulu. Ini masih pagi tau gak." Valdo mendengus sebal. "Gue mau lanjutin tidur gue, lo diem." Valdo menujuk Tari dengan telunjuknya, ada penekanan dalam nada bicaranya.

Alis Tari makin terangkat naik melihat Valdo kembali membenamkan wajahnya di meja. Orang ini benar-benar gila. Kenapa pula saat Tari datang pagi-pagi dia sudah bertemu makhluk macam Valdo.

Dia mendengus kasar, lalu memilih duduk di kursi yang agak jauh dari cowok itu. Dia benar-benar tak mau ketularan gilanya Valdo.

Beberapa menit kemudian kelas mulai ramai. Tari belum juga kembali ke mejanya karena si Gila Valdo masih duduk tertidur di sana. Ingin rasanya menjambak-jambak rambut berantakan Valdo, biarlah makin berantakan. Tapi dia mengurungkan niatnya itu, dia tak mau nenjadi pusat perhatian teman-teman sekelasnya dengan berurusan sengan valdo.

Saat asik memikirkan cara agar dapat mengusir cowok itu. Bel berbunyi. Semua warga kelas pun masuk termasuk Dewi dan Gita yang masih asik mengobrol saat masuk.

Mereka berdua memandangi Tari dengan bingung. Lalu mereka berdua menghampirinya. "Tar, lo kok duduk disini sih. Inikan tempat gue," sembur Gita sambil berkacak pinggang.

"Ada yang jajah tempat gue," balas Tari sekenanya.

"Masa? Siapa?" Kali ini Dewi yang bertanya.

"Tuh... Eh...." Tari menunjuk ke mejanya yang kosong. Tak ada yang duduk di sana. Lalu matanya mencari sosok Valdo yang ternyata sudah duduk di tempatnya sendiri.

"Masih pagi Tar, udah ngelantur kaya gitu." Gita dengan geram mencubit pipi Tari.

Tepat setelahnya bu Susi datang dan membuat Tari dan Dewi buru-buru duduk di tempat mereka.

Seperti biasa bu Susi menyapa dan di jawab oleh seluruh warga kelas. "Oh iya, hari ini akan ada kuis kejutan. Jadi simpan buku kalian." Bu Susi menerangkan dan langsung di sambut dengan keluhan para warga kelas.

"Saya gak suka kejutan bu, mending kuisnya di pending deh," protes Doni pertama kali.

Mendengar keluhan Doni, yang lain pun ikut menimpali.

"Iya nih, dadakan aja udah kaya tahu bulat. Eh, mendingan tahu bulat kali ya enak, angetan pula tuh," celetuk Gilang.

"Bu, yang harusnya kasih kejutan itu cowok bu. Cewek mana boleh"

"Benet tuh bu,"

"Iya bu,"

Seketika kelas menjadi ribut, hampir semua warga kelas ikut memprotes. Terkecuali Valdo yang sepertinya tak peduli akan hal ini.

"Diam," tegur bu Susi dan berhasil membuat seisi kelas terdiam. "Ibu, akan membagikan soalnya. Kerjakan semampu kalian," titahnya.

Waktu mengerjakan soal hampir habis. Wajah Tari sangat pucat saat dia melirik jam. Sepuluh menit lagi, jantung Tari memompa dengan cepat. Dewi di sampingnya menunjukan gejala yang sama. Dia terlihat panik, bahkan wajahnya basah oleh keringat.

Dia tak menyangka akan ada kuis dadakan, apalagi soal matematika yang di berikan sangat sulit sekali. Mana bisa dia menyelesaikannya dengan benar jika dirinya tak bisa tenang. Sebenarnya Tari pernah mendengar rumor bahwa ibu Susi memang sering mengadakan kuis dadakan seperti ini, dan kini rumor itu terbukti karena dia sudah merasakannya sendiri.

"Baik, waktunya selesai. Harap kumpulkan kertas jawaban di atas meja." Ibu Susi memperingatkan.

Dengan malas Tari dan lainnya meletakan kertas jawaban mereka di meja paling depan. Wajah mereka semua kusut, mereka semua berbondong keluar kelas karena waktu istirahat memang sudah tiba. Tari memegang perutnya yang tengah memprotes minta asupan. Yah, soal matematika bisa membuatnya sangat kelaparan.

Dewi yang bernasib sama dengannya, mengajaknya ke kantin. Dia hendak melangkah dengan semangat saat Dewi menarik tangannya. Tapi dia berhenti saat mendengar bu Susi membentak seseorang di belakangnya.

Tari menoleh, ternyata Valdo lah yang dibentak bu Susi tadi. Dia meng-isyaratkan kepada teman-temannya agar pergi tanpa dirinya.

"Valdo ibu sudah peringatkan agar kamu serius."

"Ibu tau sendiri tangan saya patah," ujar Valdo santai.

"Kalo gitu kenapa kamu berangkat? Kamu kan bisa istirahat di rumah."

"Lah Ibu tiap hari nasehatin saya buat rajin terus. Tapi sek-."

"Udah-udah. Kamu, kalo dibilangin selalu mengelak aja." Bu Susi menghela napasnya. "Kamu akan ngikutin Kuis susulan nanti."

Dengan langkah cepat Bu Susi meninggalkan Valdo yang tampak tak peduli di belakangnya. Setelah Bu Susi jauh, barulah Valdo menyusul keluar. Dia berjalan melewati pintu tanpa menyadari Tari yang bersembunyi di baliknya.

Tari mendengar semuanya. Rasa bersalah kembali muncul di benaknya setelah melihat Valdo yang kesusahan akibat tangannya yang patah.

Kejadian tadi membuat mengingat kembali syarat yang kemarin diajukan Valdo kepadanya.

***

Trouble Boy & Trouble GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang