Valdo baru saja pulang, dia sangat letih sekali. Dia juga kelaparan, Bahkan dia bisa membayangkan makanan yang sudah dibuat bi Inah. Tak mau berlama-lama membiarkan perutnya kosong, Valdo bergegas masuk ke rumahnya.
tapi saat memasuki rumah bukan bi Inah yang ditemuinya. Melainkan wanita itu, wanita yang membuat hidup bunda dan hidupnya hancur. Dengan tenang dia sedang asik duduk di sofa sambil memandang lurus ke arah foto-foto masa kecil Valdo.
Valdo hanya berdiri di tempat sambil memandang penuh benci orang yang sedang duduk di sofa itu.
Wanita itu menoleh lalu menampilkan senyumannya. "Valdo kamu sudah pulang? Mama sudah menunggu," ucapnya, dia berdiri seolah-olah akan menyambut Valdo.
Valdo melengos, dia tak sudi memanggil wanita itu dengan sebutan mama. Mendengarnya saja sudah membuatnya jijik. "Anda gak perlu sok perhatian," ucapnya ketus. "Saya gak pernah butuh perhatian anda."
"Valdo...." Wanita itu mendekat, hendak meraih Valdo.
Valdo tak mau disentuh wanita itu. "Pergi dari sini. Pergi dari rumah bunda." Valdo membentak wanita itu, karena hanya dengan begini wanita itu mau angkat kaki dari sini.
"Rumah bunda? Kamu sudah lupa?" Tanya wanita itu dengan dahi mengerut.
Valdo geram, jika dia berlama-lama berada di sini, dia tak bisa mengendalikan dirinya dan sesuatu yang buruk mungkin akan terjadi. Jadi dia memutuskan untuk pergi dari sini. Sebelum wanita itu makin memancing emosinya.
Dengan penuh emosi Valdo menaiki si merah, dia sengaja mengeraskan suara si merah lalu pergi dengan kecepatan tinggi.
Valdo tak peduli, dengan begini emosinya dapat tersalurkan kepada jalanan. Saat itulah dia melihat sosok Tari, cewek itu sedang menyeberang jalan. Langsung saja Valdo menarik tuas remnya, saat menyadari mungkin dia akan menabrak Tari. Dia berhasil berhenti sebelum mengenai cowok itu, tapi malangnya justru dirinya lah yang celaka.
Valdo selalu tertimpa kesialan saat bertemu gadis itu. Entah sudah berapa banyak kajadian yang selalu merugikannya dengan gadis itu. Dan malam ini karena menghindar dari menabrak gadis itu Valdo terjatuh bersama si merah kesayangannya. Dalam hati dia bertanya kenapa pula dia harus mengerem saat hampir menabraknya.
"Gimana dok?" Tanya Tari tepat setelah Valdo dan dokter keluar dari ruangannya.
"Tangan kanannya mengalami patah tulang. Dan kaki kanannya hanya mengalami luka ringan. Kamu gak usah khawatir karena sebentar lagi dia akan sembuh," tunjuk dokter menunjuk Valdo.
Mendengar apa yang barusan dikatakan dokter tadi, mata Tari melebar dan langsung menatap ngeri tangan Valdo yang kini berbalut perban dan disangga oleh kain. Valdo berdecak kesal karena mendapati pelototan dari Tari.
"Kalo begitu, saya pergi dulu," ucap dokter sebelum pergi menjauh dari mereka berdua.
Tepat setelah dokter meninggalkan mereka, Valdo pun ikut pergi namun ke arah yang berlawanan dengan arah si dokter. Hal ini membuat Tari heran, karena sepertinya Valdo sedang tak senang.
"Tungguin gue," teriak Tari berlari mengejar Valdo. "Lo kenapa?" Tanyanya kemudian setelah berhasil menyusul Valdo.
"Lo bisa liat tangan gue? Dan masih nanya kenapa," balas Valdo ketus.
"Gue tau, yang gue tanya lo-"
"Bisa gak sih lo gak muncul di kehidupan gue sehari aja."
"Lo kok gitu? Gue udah baik hati bawain lo ke dokter, dan lo masih aja nyalain gue? Lo sendirikan yang bawa motor. Pake ngebut segala, kan kejadiannya jadi gini." Balas Tari ber api-api.
"Berisik. Dan sebagai permintaan maaf lo gue mau lo jangan muncul di depan gue lagi," Bentak Valdo.
Tari terdiam seketika. Dia tak menyangka Valdo akan mengatakan hal tadi kepadanya. Hal yang menyakiti hati Tari.
Tari hanya menunduk. Dia merasakan matanya memanas. Jika tidak menunduk, mungkin cairan bening dari dalam matanya akan mengalir di pipinya, sebelum jatuh ke lantai.
Tak lama kemudian Valdo pergi dari sana dengan cepat. Meninggalkan Tari yang masih terduduk diam di tempatnya.
***
Pukul 9.58, Tari pulang ke rumahnya.
Entah kenapa perkataan Valdo benar-benar menusuk hatinya. Padahal selama ini Valdo sudah sering bertengkar dengannya. Tapi kejadian Tadi rasanya berbeda. Dan Tari sendiri tidak tau apa yang membedakannya itu.
"Tari, Dari mana aja lo?" Tanya Bimo tepat setelah Tari masuk.
Tari tak menjawab, dia hanya menyelonong masuk. Hendak pergi ke kamarnya.
"Tar, abang khawatir tau gak?"
Lagi-lagi Tari masih tak menjawab.
"Tar, Abang minta maaf." Bimo mengikuti Tari yang hendak masuk ke kamarnya.
"Tari gak pa-pa kok, Bang. Tari tadi habis ke minimarket komplek. Tapi barang yang di cari gak ada. Terus masalah tadi siang Tari udah maafin kok," Jelas Tari panjang lebar.
"Lo gak mau cerita ya, tapi lo gak pa-pa kan?" Tanya Bimo memastikan.
Tari mengangguk.
"Yaudah. Sekali lagi maafin abang ya? Dan besok lo harus cerita," ucap Bimo sebelum meninggalkan Tari.
Tari memasuki kamarnya, selama ini tak ada hal yang ia sembunyikan kepada Abangnya Karena Tari hanya punya Abangnya sebagai satu-satunya keluarga yang masih tersisa. Meski masih ada ayahnya di Kalimantan sana. Tapi Bimo lah yang paling Tari sayangi dan tempat Tari bergantung, jadi Tari tak mau menyembunyikan apapun dari kakaknya. Tapi dalam hal ini, Tari sendiri bahkan kebingungan, dia tak tau apa yang terjadi dalam dirinya. Jadi dia memutuskan untuk menyimpannya dari Bimo.
Pendek aja...
Tbc...

KAMU SEDANG MEMBACA
Trouble Boy & Trouble Girl
Teen FictionStory by : Nita sari Di balik keterlambatannya ke sekolah Mentari Anjani bertemu dengan sosok malaikat. Dia adalah Yuda seorang ketua osis. Yang mampu mencuri hati Tari. Tapi semuanya berubah saat dia bertemu dengan seorang Rivaldo Adinara. Seorang...