part 9 : Step To Closer 2

694 41 0
                                    

Typo berserakan...
.
.
"Valdo kesurupan setan toilet," pikir Tari begitu melihat tingkah cowok itu. Setelah Tari di tarik keluar dari toilet oleh Valdo. Cowok itu membawanya ke kantin yang letaknya tersembunyi. Entah apa alasan cowok itu sebenarnya. Saat Tari bertanya kenapa ia membawanya ke kantin Valdo menjawab. "Gue gak mau dihukum. Dan kalo gue pergi sendirian. Pa Budi yang balik lagi langsung nyari gue karena gue gak ada dan yang ada cuma Lo disana. Lo pasti ngaduin gue kan? Dengan bawa lo pa Budi pasti percaya kita udah kerjain hukumannya," jawab Valdo panjang lebar.

Tari hanya menggeleng - geleng pelan mendengar jawaban Valdo. Dan untuk saat ini juga. Lihatlah sekarang cowok itu sedang asik bercanda ria dengan teman-temannya di meja seberang, meninggalkan Tari sendirian. Apalagi disini hanya Tari satu-satu siswi yang ada.

Tari melihat sekitarnya dengan was-was. Disini mereka kecuali Valdo, asik merokok tanpa takut ketahuan para guru. Dilihat dari wajahnya, mereka semua pentolan sekolah yang sering terlibat tawuran. Tampang mereka semua seperti Valdo. Menyeramkan.

Tari masih duduk diam di bangkunya. Lalu seseorang datang menghampirinya.

"Hai, nama lo siapa?" Tanya cowok tadi.

Tari hanya diam. Hatinya berdetak kencang, tangannya tiba-tiba dingin. Terlihat jelas bahwa dia sedang gugup.

"Santai aja kali." Ucap si cowok kembali.

Dari barisan teman-teman Valdo seseorang berkata lantang. "Woi! Rio bego mana mau dia sama Lo. Liat tampang lo aja dia ketakutan."

"Bener tuh. Lagian dia itu cewek Valdo. Enak aja lo main tikung," teriak yang lainnya.

"Tapi kenapa ya dia gak takut deket Valdo. Kan dia kaya iblis tuh?" Tanya Rio cowok di samping Tari dengan cengengesan.

"Oi, sadar tampang lo sama Valdo itu beda jauh. Jelas lah dia milih Valdo." Sahut yang lainnya.

Tari hanya menunduk malu sambil mengutuk Valdo karena sudah membawanya ke sini. Saat tawa dari teman-teman Valdo masih menggema di telinga tari. Dia merasakan ada yang menyentuh tangannya. Tari mendongak, lantas melihat Valdo yang sedang memegang tangannya.

"Ayo," ucapnya pelan.

Kedua alis Tari terangkat. Dia hanya diam menatap Valdo dengan bingung.

"Lo mau di gangguin om - om itu." Valdo menunjuk teman-temannya dengan dagu.

Tari masih diam. Namun sedetik kemudian Valdo menariknya berjalan menjauh. Tari dapat merasakan jemari Valdo di telapak tangannya. Ini aneh jantung Tari berdetak dua kali lebih cepat dari saat dia di dekati Cowok bernama Rio tadi.

Beruntung Tari tiba di kelasnya dengan selamat. Valdo membawanya kembali ke kelas. Bu Puspita lah yang sedang mengajar di kelas. Dia menanyakan beberapa pertanyaan dan dapat dijawab Valdo dengan santai seperti biasanya.

Lalu bu Puspita membolehkan mereka masuk. Entah mengapa bu Puspita percaya saja dengan jawaban Valdo tadi. Meski jelas-jelas di buat - buat cowok itu. sebenarnya Tari diuntungkan karena dia tak perlu bersusah payah ikut menjawab pertanyaan bu Puspita dan juga bisa segera menjauh dari makhluk bernama Valdo.

Tari duduk di kursinya, Dewi menyambutnya dengan tatapan bingung. Meminta penjelasan. Tari hanya merespon dengan mengangkat pundaknya.

***

Bel istirahat berbunyi, yang pasti menghebohkan seluruh warga sekolah. Seolah-olah menyelamatkan mereka dari guru-guru yang mengekang mereka di dalam kelas dan dari rasa lapar yang menghantui mereka sejak pagi. Tari pun sama seperti mereka. Dia sangat bersyukur dengan berbunyinya bel itu, bukan karena ingin segera terbebas dari guru, juga bukan karena cacing di perutnya menuntut makanan. Tapi masalahnya jauh lebih serius, karena sejak dari tadi dia sudah menahan sesuatu yang sudah menumpuk di bawah perutnya.

"Wi, gue ke toilet dulu ya," ucap Tari dengan wajah penuh keringat.

"Gue temenin Tar," ucap Dewi tak memperhatikan Tari. Dia masih memasukkan buku ke dalam tasnya.

"Gak usah wi." Tari sudah berlari lebih dulu meninggalkan Dewi di kelas.

Saat Dewi menoleh, ternyata Tari sudah tidak ada di kelas ini lagi. Dewi tak mau berpikir lama-lama tentang sahabatnya itu. Lalu dia cepat-cepat keluar kelas, menuju kantin.

Saat siswa lain berjalan ke kantin. Tari malah berlari menuju ke toilet. Bahkan saking terlalu buru-buru. Dia menabrak beberapa siswa dalam arus menuju kantin. Karena jalan menuju toilet terdekat berlawanan dengan jalan ke kantin. Beruntung diantara mereka tidak terlalu terbawa emosi karena tabrakan Tari tadi.

Toilet sudah dekat di depan sana. Hanya menyisakan jarak beberapa meter dari Tari. Namun lagi-lagi karena dia terlalu buru-buru, dia kembali menabrak seseorang yang sepertinya juga tak melihat keberadaan Tari. Tabrakan kali ini cukup keras, Tari terjatuh di lantai karenanya. Bahkan dia merasakan nyeri di lututnya, tidak berdarah memang tapi tetap saja meninggalkan rasa sakit disana.

Tari tau ini salahnya, maka sesegera mungkin dia meminta maaf. Lalu dia mendongak, melihat siapa orang yang telah di tabraknya.

Ini seperti de javu, Tari kembali diam. Tenggelam dalam tatapan mata cowok di depannya. bahkan lututnya yang sakit dan tujuannya ke toilet terlupakan sejenak.

"Lo gak pa-pa kan?" Yuda di depan Tari bertanya.

Tari terkesiap. "Eh, anu. Gue gak p-pa-pa kok," jawabnya salah tingkah.

Tari lalu kembali berdiri. Tiba-tiba rasa itu kembali datang. Tari teringat tujuannya ke toilet. Tanpa pikir panjang dia berlari meninggalkan Yuda yang masih berdiri menatap kepergian Tari dengan bingung.

***

Hm, gmn pendapatnya tentang chapter ini?
Voment ya... Karena Tari kepo bgt nih.

IG : @Nienitasarii19

TBC...

Trouble Boy & Trouble GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang