Part 18

635 24 0
                                    

Valdo berjalan gontai ke kantin. Tangannya yang patah menjadi pusat perhatian setiap orang yang kebetulan berpapasan dengannya. Hal ini membuat dia risih melihat orang-orang menatapnya tajam lalu berbisik-bisik setelahnya. Valdo yakin mereka hanya akan berbicara buruk tentangnya seperti yang sudah-sudah terjadi.

Sebenarnya, hari ini dia malas berangkat karena tangannya masih terbalut perban. Tapi sesuatu terjadi di rumahnya dan membuat Valdo tak betah berdiam diri di sana.

Di saat dia meliwati koridor yang cukup sepi. Dari belakang, Valdo merasakan ada yang menarik-narik seragamnya yang kebetulan tak dimasukan. Dia menengok ke belakang. Dan ternyata itu ulah usil Rio.

Menyadari perbuatannya ketahuan oleh Valdo, Rio hanya tersenyum tanpa dosa.

"Ngapain sih lo?" Tanya Valdo dengan kesal.

"Galak amat pa?" Rio menjajarkan jalannya dengan Valdo. "Eh tangan lo kenapa tuh. Bikin ulah lagi ya," cibirnya.

"Sok tau luh." Valdo dengan kesal menoyor kepala Rio dengan tangan kirinya. "Ini perbuatan cewek aneh yang ud-" Valdo sengaja tak melanjutkan ucapannya, buru-buru ia menengok Rio yang kini tampak sedang berpikir.

Rio memegang dagunya, kepalanya ia dongakkan ke atas dan alisnya naik turun dengan wajah serius seolah-olah dia benar-benar sedang berpikir. "Cewek aneh...? Cewek aneh...," gumamnya pelan.

"Ngapain lo?"

Rio mengabaikan Valdo, dia masih sibuk dengan kegiatannya yang tak jelas itu.

Valdo mengelengkan kepalanya. Dia harus menjauh dari makhluk di sampingnya ini, sebelum orang itu bertanya hal yang tidak-tidak. Karena Rio yang masih mendongakkan kepalanya, kesempatan baginya untuk segera lari dari cowok itu.

"Woy Valdo, jangan tinggalin gue," teriak Rio menyadari Valdo kabur darinya.

***

Tari berjalan dengan ragu ke arah kantin yang pernah ia datangi dengan Valdo dulu. Dia hendak mencari Valdo di sana. Karena teman Valdo mengatakan di sanalah Valdo berada, teman Valdo yang sama gilanya dengan Valdo. Siapa namanya? Kalau gak salah Rio. Rio yang pernah mengganggunya dulu.

Karena memikirkan kejadian tempo hari, Tari jadi menendang-nendang apa saja yang ada di depannya. Biarlah, tidak ada yang tau juga. Tanpa sadar, kini Tari sudah sampai ke tempat yang ditujunya.

Dia mencari ke sepanjang bangku yang ada. Seperti biasa dia melihat cowok-cowok sedang merokok di sana, tapi disana Valdo tak ada.

Tari masih berdiri di sana, harap-harap cowok itu akan muncul entah dari mana. Tapi yang didapatkannya justru tatapan tajam beberapa cowok saat menatapnya. Dengan cemas, perlahan Tari mundur ke belakang, kini cowok-cowok itu mulai berbisik. Tanpa henti Tari terus mundur. Hingga ada orang yang memegang pundaknya dari belakang. Tari pun terlonjak kaget.

"Lo ngapain di sini?" Tanya Valdo heran.

"Anu gu-gue...."

"Dia nyariin lo tuh," teriak seseorang yang duduk di bangku.

Mendengar itu Tari jadi menunduk malu. Kini dia benar-benar menyesali perbuatannya karena sudah datang ke tempat ini.

"Beneran?" Valdo memajukan wajahnya agar dapat melihat Tari yang sedang menunduk dan sepertinya agak menggoda Tari.

Tari berdeham. "Katanya lo mau ngomong sama gue," jawabnya dengan berani menatap mata Valdo.

Valdo mengangguk, sebenarnya tadi pagi dia hanya ingin menggoda Tari saja. Dia tak berniat mengatakan sesuatu yang serius. lalu seringai muncul di wajahnya. "Sejak kapan lo peduli sama apa yang mau gue omongin."

Tari mengepalkan tangannya geram. "Ih lo tuh ya....!"

Karena kesal, Tari memutuskan untuk pergi dari sana. Langkah kakinya cepat. Tapi baru beberapa langkah, ia kembali berhenti. Dia teringat akan niatnya untuk meminta maaf kepada Valdo. Tari berpikir sejenak, apa ia akan meminta maaf ke Valdo atau tidak. Perbuatan Valdo tadi membuat dirinya kesal tapi insiden dengan bu Susi tadi membuat Tari merasa bersalah.

Tari berbalik, dia melangkah maju lalu menarik tangan kiri Valdo dan membawanya pergi.

Valdo menurut, cowok itu tak membrontak saat Tari menarik-narik dirinya. Itu aneh, mana mungkin cowok sepertinya menjadi penurut seperti ini?

Akhirnya mereka tiba pojok kelas. Tepat di dekat gudang tak jauh dari warung pojok tadi. Dimana hanya ada mereka berdua di sana.

"Ada apa?" Tanya Valdo ketus.

Tari tak langsung menjawab, dia menengok ke segala arah. lebih dulu memastikan keadaan di sana, memastikan tidak ada seseorang selain mereka berdua yang mendengar apa mau Tari sampaikan. "Gue mau minta maaf sama lo," ucap Tari dengan enggan.

"Bukannya kemaren udah gue bilang kalo lo mau minta maaf lo har-"

"Gue tau," potong Tari ketus. "Makanya gue ke sini mau ngomong gue mau jadi asisten lo," ucapnya dengan cepat, tanpa sedikitpun memandang wajah Valdo.

Valdo terbelalak, dia tak menyangka cewek itu akan menuruti kemauannya.

"Tapi hanya satu minggu," lanjut Tari.

"Lo serius?"

"Iya."

Valdo terdiam, dia sedang berpikir tentang perubahan sikap Tari. Aneh. Tapi ini keuntungan baginya, jadi dia tak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. "Dua minggu," putus Valdo.

"Gue bilang cuma satu minggu."

"Dua, atau gak gue maafin."

Tari semakin kesal. Tapi dia harus menuruti Valdo kali ini. Kalau tidak dia akan terus dihantui rasa bersalah. "Oke-oke."

Valdo kembali menyeringai. Dia terlihat puas akan jawaban Tari. "Oke kalau gitu, gue mau kasih tugas pertama buat lo sebagai asisten gue," ucapnya penuh kemenangan. Lalu berlalu begitu saja meninggalkan Tari yang masih berdiri di tempat.

***

Trouble Boy & Trouble GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang