"Gue sama Yuda gak ada hubungan apa-apa?"
Demi melihat tatapan tajam Valdo, Tari merasakan bulu lehernya berdiri layaknya melihat adegan di film-film horor. Dia hanya bisa mematung diam, tak bisa bersuara. Keadaan Rio pun sama, sama-sama bungkam. Suasana menjadi canggung seketika, saat mereka bertiga sama-sama diam tak saling berkata-kata. Namun hanya sesaat, karena kecangungan itu berubah saat Valdo menarik tangan Tari dan membawanya pergi menjauh.
Tari yang kaget akibat ulah Valdo yang tiba-tiba, memekik kaget. Apalagi dia merasakan kalau tarikan Valdo terlalu kuat. Membuat sakit pergelangan tangannya.
"Aw, sakit tau?" Tari melepas dengan paksa genggaman tangan Valdo. Sekarang mereka sudah berada di tempat parkiran. Tepat di sebelah motor merah Valdo. Parkiran saat itu sudah sepi, menyisakan Tari dan Valdo juga beberapa siswa yang sedang nongkrong agak jauh dari mereka.
"lo-" ucapan Valdo tertahan. Memilih untuk tidak menyelesaikan kalimatnya lalu menaiki motor merahnya.
"Naik." Satu kata dingin terucap dari mulut Valdo. Tak ada pilihan lain, bagi Tari selain menurutinya. Lihatlah dari auranya saja membuat Tari gemetar jika harus berdekatan dengan Valdo, apalagi harus bertatapan dengannya. Tapi syukurlah saat ini, mereka tidak sedang dalam posisi bisa menatap satu sama lain. Kecuali lewat kaca spion yang saat ini menjadi saksi atas kebisuan mereka.
Motor yang di bawa Valdo melesat kencang. Membuat Tari secara tak sadar terdorong ke depan.
"Valdo pelan-pelan." Tari berteriak agar suaranya bisa terdengar diantara tiupan angin. Tangannya memegang erat-erat tas Valdo.
Seperti orang yang sedang kesetanan, Valdo justru menambah kecepatan. Perkataan Tari sudah seperti penambah semangat bagi Valdo. Saking kencangnya sampai-sampai membuat Tari refleks memeluk Valdo.
***
Segelas jus jeruk yang dibawa Mba Ayu tak juga membuat kepala Adara menjadi jernih. Entah apa yang kepalanya pikirkan, karna menurutnya semuanya baik-baik saja-terlepas dari masalah perjodohan yang ia alami. Hanya saja, tadi Adara mengetahui bahwa Valdo belum juga pulang. Bi Inah memberi tau saat Adara sedang iseng mendekati kediaman Valdo. Mereka mengobrol singkat tadi, sekedar membahas masa lalu-juga nasi goreng yang Adara rindukan. Mungkin bukan hanya nasi gorengnya, tapi juga kebersamaan mereka di rumah itu dulu. Adara tersenyum tipis saat kepingan-kepingan memori itu melintas di kepalanya. Dia tak akan lupa bagaimana masa kecilnya dengan Valdo, bagaimana mereka tertawa bersama saat menyantap nasi goreng Bi Inah, saat Adara menangis karna Valdo mengusilinya, juga saat Bunda Renata, Bundanya Valdo menenangkannya. Memberi Adara sebuah kecupan di kening. Beliau orang yang penyayang. Bahkan kepada Adara yang bukan merupakan anaknya sendiri. Adara kembali tersenyum samar saat teringat bagaimana Valdo selalu menempel pada bundanya dulu. Tapi semua itu hanya masa lalu, sebuah memori manis untuk dikenang di saat sekarang yang kenyataannya pahit. Bunda Renata sudah tidak ada, dan Valdo pun sudah berubah.
"Jusnya mau nambah, neng?" Mba Ayu bertanya, rupanya dia baru saja kembali dari warung dekat kompleks. Tangannya tengah memegang kantong plastik berwarna hitam.
Adara tersenyum. "Makasih mba, yang ini ajah belum habis." Dia mengambil segelas jus jeruk di depannya, lalu meminumnya sedikit.
"Siapa tau kurangkan? Atau Neng mau cemilan ajah, nanti mba buatin." mba Ayu balas tersenyum.
"Makasih, mba. Adara masih kenyang."
"Yaudah, kalo gitu mba mau beres-beres rumah dulu ya,"
Mba Ayu pergi, Adara masih memandangi hingga sosoknya hilang-berbelok memasuki ruangan lainnya. Mba Ayu adalah asisten rumah tangga di rumah ini. Usianya memang terbilang masih muda, hingga dia menolak di panggil bibi atau panggilan lainnya. Keluarga Adinara memang memiliki beberapa asisten rumah tangga, mungkin mba Ayu adalah yang termuda diantara mereka. Keluarga yang cukup unik, mengingat anggota keluarga mereka hanya beberapa sampai membutuhkan banyak asisten rumah tangga. Bahkan jumlah asisten rumah tangga di rumah ini lebih banyak, ketimbang jumlah anggota keluarganya sendiri. Tante Clarista memang tak mau repot-repot merawat rumah besar ini. Berbeda dengan bunda Renata yang hanya memiliki satu asisten rumah tangga.
"Maaf lama ya, Adara sayang."
Si pemilik rumah datang. Tante Clarista mengambil tempat duduk di samping Adara.
"Tadi temen arisan nelepon, bahas arisan minggu depan," tambahnya.
"Gapapa kok Tan," ucap Adara merasa tidak enak karena sempat membanding-bandingkan Tante Clarista dengan Bunda Renata lewat pikirannya tadi.
"Jangan panggil tante ya? Panggil ajah Mamah atau apalah. "Tangan Clarista terulur menyentuh kepala Adara, lalu mengusapnya pelan. "kan, kamu juga mau jadi menantu disini."
Adara tersenyum mengingat kenyataan yang sebenarnya pahit baginya. "Iya mah."
"Maaf ya, udah nyuruh kamu ke sini. Kamu pasti capek ya habis sekolah? kamu lapar sayang? Mau makan?"
"Nggak kok mah, Adara malah senang. Oh iya Adara masih kenyang, mah."
"kamu temani mamah belanja ya sayang, nanti kita makan malam bareng di sini."
"Makan malam di sini?" Adara bertanya. Kepalanya membayangkan akan jadi seperti apa makan malam yang dimaksud itu.
"Iya, Mamah udah minta ijin ke Mami kamu kok."
Adara sempat berpikir sejenak hingga akhirnya mengangguk sambil tersenyum. Makan malam di rumah ini artinya dia akan makan dengan Om Darwin dan juga Yuda. Adara bisa menebak akan secanggung apa situasinya, tapi dia tetap tak bisa menolak. Tante Clarista sudah berbaik hati mengajaknya.
"Valdo juga makan di sini ya Tan? Eh, maksud Adara Mamah?"
Clarista diam, tak langsung menjawab. Membuat Adara berpikir bahwa dia telah salah ucap. Adara hanya bermaksud membawa Valdo makan bersama mereka saja, tak ada maksud lain. Bagaimanapun juga Valdo adalah anggota keluarga mereka.
"Dia pasti nolak. Kamu tau kan gimana sikapnya pada mamah?" Clarista memegang kedua telapak Adara.
Adara bungkam, sebenarnya mengundang Valdo makan malam bersama mereka memanglah bukan ide yang bagus. Mengingat bagaimana Valdo membenci Tante Clarista dan juga om Darwin. Adara tau tentang hal ini, karena dulu dialah orang yang selalu di samping Valdo saat Valdo bercerita bagaimana perasaannya kepada keluarga ini.
"Kalau gitu, Adara yang akan membujuk Valdo. Dia pasti gak nolak," bujuk Adara.
"Yaudah, tapi kalau Valdo menolak. Kamu jangan memaksa ya." Clarista mengelus kedua tangan Adara. "kalau gitu, Mamah mau siap-siap dulu. Kamu tunggu di sini ya," ucapnya. Lantas beranjak pergi.
Adara tersenyum menatap kepergian calon Mamah mertuanya itu. Dia tak menyangka akan mendapatkan perlakuan yang istimewa dari tante Clarista. Karena kepribadiannya berbeda dari apa yang Adara kira. Mungkin Adara saja yang belum kenal betul tante Clarista, atau mungkin ini karena dia adalah calon Mamah mertua Adara.
Entahlah. Adara lebih memilih meminum jus jeruk di di depannya ketimbang memikirkan hal demikian. Tepat pada saat itu Yuda masuk, membuat kaget Adara yang belum menenggak habis jus jeruk dari gelasnya.
"lo di sini?" Yuda bertanya, tetapi matanya melihat ke arah lain. Seperti takut memandangi Adara.
"Mamah Clarista minta ditemani belanja."
"Oh." Yuda mengangguk paham. Lantas berlalu menaiki tangga. Adara duga, Yuda akan memasuki kamarnya.
Adara menghela napasnya setelah berhadapan dengan Yuda. Karena Yuda adalah salah satu orang yang ingin Adara hindari untuk saat ini. Saat cowok itu memandang Adara, ada perasaan kecewa yang Adara tangkap dari kedua netra milik Yuda. Adara tak tau pasti apa artinya, tapi semenjak perjodohan ini dimulai-Adara dan Yuda tak bisa bersikap biasa saja seperti dulu.
***
Well, hello for you reader
Sorry lama update
Happy reading!!!Follow me on instagram :
@nienitasarii19
![](https://img.wattpad.com/cover/137262318-288-k860145.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Trouble Boy & Trouble Girl
Teen FictionStory by : Nita sari Di balik keterlambatannya ke sekolah Mentari Anjani bertemu dengan sosok malaikat. Dia adalah Yuda seorang ketua osis. Yang mampu mencuri hati Tari. Tapi semuanya berubah saat dia bertemu dengan seorang Rivaldo Adinara. Seorang...