part 39 : Kalung dan Adara

33 3 0
                                    

Minggu pagi adalah waktu yang istimewa, karena sepanjang hari Tari bisa menghabiskan waktu rebahan di atas ranjang seharian. Hari paling menyenangkan setelah enam hari bergelut dengan buku pelajaran.

Seperti hari ini, dia baru saja menamatkan drama Korea yang sedang ditontonnya. Bingung mau melakukan apa lagi, Tari beranjak. Pergi ke dapur mencari apapun yang bisa ia makan.

Namun nihil. Isi kulkasnya kosong melompong seperti isi kepala Tari sendiri, membuatnya menghembuskan napas lelah. Untung saja tadi pagi Dia sudah sarapan, kalau tidak bisa di pastikan saat ini dia sudah kelaparan. Aneh, biasanya hari minggunya tak pernah membosankan. Biasanya Bimo menemani Tari pergi keluar—sekedar membelikan Tari jajanan di jalanan. Namun kini entah kemana pergi batang hidung Abang satu-satunya itu. Tadi pagi, Bimo ijin pergi. Namun ocehan Bimo di pagi hari tadi cuma dianggap mimpi oleh Tari.

Jam di ponsel menunjukan angka satu. Dan Tari sudah merasa mengantuk kembali.

Sambil menguap Ia memainkan ponselnya, membuka aplikasi WhatsApp dan menemukan nama Valdo terletak di baris nomer dua. Karena baris pertama terpampang jelas 'PacarTongki' alias Abangnya yang sengaja Tari beri pin.

Rasa penasaran menghinggapi kepala Tari. Jempolnya menekan foto profil WhatsApp Valdo. Mengamati fotonya untuk beberapa saat, dan Tari menyadari senyuman Valdo ternyata bisa semanis ini. Meski tak jelas, Tari bisa melihat Valdo tersenyum bahagia. Sepertinya itu foto tiga atau dua tahun lalu.

Rasa penasarannya ini membawa petaka saat jempolnya tak sengaja menekan tombol memanggil. Terlambat untuk menekan tombol merah, suara berat Valdo sudah terdengar dari seberang sana.

"Ada apa?" Tanyanya.

"Ng-ngga. Itu anu-anu."

"Anu apa?"

"Kepencet."

Tari tak sanggup mendengar balasan Valdo selanjutnya, jadi dengan terburu-buru ia menekan tombol merah. Dan yang terjadi selanjutnya hanya bagaimana Tari menangis tanpa suara gara-gara kebodohannya.

"Gini banget idup Gue," ucapnya dalam hati, sambil membayangkan bagaimana wajah Valdo mengolok-oloknya nanti.

Ponselnya kembali berdering. Dan nama Valdo terpampang jelas di atasnya. Tari berkedip beberapa kali, agar matanya tak salah membaca nama kontak di ponselnya. Dan itu memang benar Valdo.

"Udah Gue bilang kepencet," teriak Tari misuh-misuh.

"Anterin," jawab Valdo sederhana.

"Hah?"

"Bolot."

Tari dapat mendengar dengan jelas apa yang Valdo katakan. Masalahnya maksud dari perkataannya yang Tari tak mengerti.

"Gue, otw."

Dengan begitu saja, hari Minggu Tari dibuat gonjang-ganjing oleh Valdo seorang. Setelah panggilan terputus, butuh satu menit bagi kepala Tari agar mengerti apa maksud Valdo. Dan setelahnya panik karena dia belum mandi dari pagi.

Tari langsung berlari ke kamar mandi.

***

Tari tak mengerti, kenapa seorang Valdo dapat membuatnya kerepotan saat memilih baju, juga membuatnya menghapus beberapa kali bedak dan gincu yang menurutnya sedikit ketebalan. Akhirnya ia mengoleskan tipis bedak tabur dan liptint berwarna merah muda.

Ada debar yang mengganggunya saat turun kebawah. Valdo datang lima menit yang lalu—saat Tari sedang menghapus blus on merah muda di pipinya.

Trouble Boy & Trouble GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang