19:Sang Penyelamat.

1.5K 116 1
                                    

Verrel tampaknya mondar mandir dengan raut wajah khawatir. Ia menggigit bibir bawahnya sambil menelepon seseorang.

Nomor yang anda tuju tidak aktif atau berada di servi area cobalah berapa saat lagi

Verrel geram, ia sampai meremas ponselnya dengan emosi karna ucapan mbak-mbak dalam telepon tersebut.

"Kenapa ga diangkat sih?" gumamnya risau sambil mondar-mandir.

Ponsel Verrel bergetar, ia segera melihat nama orang yang meneleponnya.

Ali

Seulas senyum manis terpencar dari bibirnya, ia pun menekan tombol hijau di layar ponselnya lalu ia mendekatkan benda pipih itu ketelinga kanannya.

"A--assalamu'alakum rel." Dahi pria jangkung itu saat mendengar suara sahabatnya melalui via telepon terdengar serak.

"Waalaikumsalam. Li kenapa? Lo sakit ya?" tanya Verrel dengan raut wajah panik.

"E--eng--nggak kok, aku cuma mau bi-bi----" ucapan ali terpotong membuat verrel panik bukan kepalang, perasaannya mulai tak enak kala mendengar suara ambrukkan.

"Ali, hei." panggilnya namun tak ada sahutan dari sang penelepon membuat perasaan lelaki berkacamata itu makin tak enak

"Ali! Lo gapapakan? Lo masih hidupkan?" Tanyanya dengan suara panik berharap sang penelepon menjawab namun itu tetaplah tak ada sahutan.

Klik! Verrel segera mematikan teleponnya secara seksama. Ia segera menyambar kunci mobil tak peduli ia menggunakan pakaian santai yang terpenting adalah Ali!

*****

"Ali?!" suara bariton dengan nada terkejut kala melihat Ali terbaring tak sadarkan diri di ruang tamu dengan wajah pucat. Segeralah ia menghampiri Ali yang tak sadarkan diri.

Tanpa babibu ia segera membopong tubuh Ali dengan raut wajah khawatir. Ia tak habis pikir mengapa orang tua Ali malah pergi jalan-jalan di saat ali sakit?

"Aduh den Verrel den Ali kenapa pingsan kayak gini?" tanya Mang Ujang kala melihat Ali di bopong oleh Verrel secara tak sadar kan diri sambil membuka kan kamar Ali yang berada di belakang atau tepatnya di gudang.

"Saya ga bisa jelasin Mang, sejak saya ada di sini Ali udah ga sadar" ucap Verrel sambil membaringkan Ali di kasur. Tangannya terulur memegangi kening sahabatnya, ia tersentak saat merasakan panas di punggung tangannya saat memegangi kening sahabatnya.

"Mang, bisa minta tolong gak?"

"Bisa? Emang kenapa den?" tanya mang Ujang dengan dahi mengernyit kebingungan.

"Ini Mang, Ali badannya panas banget. Jadi saya mau minta air dingin mau ngompres Ali. Gapapa kan Mang?" tanya Verrel khawatir sambil menyelimuti tubuh Ali.

Mang Ujang tersenyum tulus, "gapapa atuh. Saya ambil kan air untuk ngompres den Ali dulu ya." Verrel mengangguk ramah. Mang Ujangpun pergi kedapur untuk mengambil air kompres untuk Ali.

Verrel menghela nafas memandang sahabatnya nanar. Ia tak tega melihat sahabatnya seperti ini, hidup dengan penuh penderitaan. Ia sedikit kaget kala melihat luka lebam di pipi kanan Ali, matanya menyipit berusaha tak yakin dengan luka lebam itu. Ia memandang nanar Ali, hatinya teriris melihat Ali seperti itu.

"Li, lo kenapa sih? Kenapa lo gak bisa bertindak ke orang yang selalu nindas lo? Kenapa lo pendemin rasa sakit lo? Kenapa lo diem saat mama lo dan keluarga lo nyiksa lo?" Verrel melirih memandang sahabatnya sendu, ia tak bisa melihat sahabatnya tersiksa karna keluarganya.

Ia menerawang masa-masa kehidupan dari kecil hingga sekaramg. Ia tak mengerti takdir apa yang tuhan berikan pada Ali sehingga Ali di benci oleh semua orang. Ia tak tahu mengapa Ali sangat di benci karna kehadirannya.

Aku bukan anak tiri mu. (DAS NEW VERSION) -END-Dalam tahap revisi. (2019)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang