[BAHASA]
Tsundere (ツンデレ) is a Japanese term for a character development process that describes a person who is initially cold (and sometimes even hostile) before gradually showing a warmer, friendlier side over time.
***
Kisah ini berawal dari Kana...
Hampir satu jam sudah berlalu, Adriel dan Kanaya masih duduk bersebelahan di pinggir rooftop itu.
Soal pelukan tadi, Adriel mendekap Kanaya cukup lama. Kanaya langsung membulatkan matanya bersamaan dengan jantungnya yang berdebar keras saat merasakan tangan Adriel yang yang melingkar di bahu dan pinggangnya tadi.
Adriel juga mengistirahatkan dagunya di bahu gadis itu, sehingga Kanaya bisa mendengar setiap helaan nafas berat yang Adriel tarik dan hembuskan.
Tubuh Kanaya membeku di dalam dekapan Adriel. Ia tidak membalas ataupun menarik dirinya dari pelukan Adriel. Kedua tangan Kanaya hanya meremas rok abu-abunya dengan kencang.
Itu memang bukan pelukan pertamanya dengan Adriel. Masih segar di ingatannya saat ia memeluk Adriel sesaat setelah cowok itu menolongnya waktu itu. Namun, ini hal berbeda.
Waktu itu ia ketakutan. Dan sekarang, Kanaya tidak tahu alasan mengapa cowok itu mendekapnya erat.
Aroma tubuh Adriel sangat khas. Bukan sesuatu yang menyengat, tapi... Ah, rasanya begitu manis di penciuman Kanaya.
Setelah menit demi menit berlalu, Adriel melepaskan pelukannya, menundukkan kepalanya kemudian duduk di pinggir rooftop setelah menatap Kanaya sejenak.
Kanaya masih tidak mengerti apa yang terjadi dengan Adriel, dan mengapa laki-laki itu melakukan ini semua; mengajaknya ke gedung tua, lalu ke rooftop, dan terakhir, menarik Kanaya ke dalam pelukannya. Namun Gadis itu hanya ikut duduk disamping Adriel yang tidak mengatakan apapun.
Kanaya menatap sepatu hitam bertalinya yang tidak berpijak pada apapun. Kanaya jadi ngeri sendiri membayangkan bagaimana kalau ia jatuh dari gedung yang tingginya mungkin belasan meter.
"Kalau malam lebih bagus." Adalah hal yang Adriel ucapkan, membuat Kanaya langsung menoleh ke arah lelaki itu. Adriel hanya menatap gedung-gedung di hadapannya, dengan tatapan kosong.
"Lampu gedung-gedung dan bintang-bintang akan kelihatan kalau malam," sambung Adriel.
"Adriel--"
"Jangan dibahas," potong Adriel kemudian menatap Kanaya. Cowok itu sudah tahu kemana arah pembicaraan Kanaya, dan untuk sekarang, Adriel tidak mau membahasnya.
"Enggak, aku nggak mau nanya aneh-aneh," kata Kanaya, balas menatap Adriel. "Cuma mau nanya, kenapa kamu ngajak aku kesini?"
Ah, soal itu. Semenjak ia terbangun pada malam hari saat Kanaya sedang di bandung, Adriel sadar bahwa ada bagian dari dalam dirinya yang membutuhkan Kanaya saat dirinya merasa kacau.
Kanaya mungkin bukan orang yang bisa memberikan solusi yang tepat untuk dirinya, atau orang yang bisa memberikan kata-kata penenang saat ia merasa kacau. Tapi Adriel juga tidak butuh itu semua. Terdengar lucu, tapi hanya kehadiran Kanaya yang Adriel butuhkan.
"Karena lo temen gue."
Dan untuk satu, atau beberapa alasan, Adriel tak bisa mengatakan yang sejujurnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.