27. Bermula

3.3K 561 109
                                    

Happy 5K readers!💞

Terima kasih banyak buat yang sudah setia baca cerita ini🌟 Aku selalu senang setiap baca comment-comment kalian! 🤗

Nggak usah banyak panjang-panjang deh.

Happy reading!✨

---

Adriel dan Kanaya keluar dari rumah mereka masing-masing dalam waktu yang bersamaan. Begitu mata mereka bertemu, Kanaya langsung menyapa dengan riangnya. "Halo, Adriel!"

Adriel merutuki dirinya sendiri karena ia langsung memutuskan kontak mata mereka berdua. Rasanya memang menyenangkan saat menatap kedua mata Kanaya, namun Adriel tidak suka debaran aneh yang ada di dadanya tiap kali melihat gadis itu. Sekarang, Adriel merasa seperti bocah kencur yang baru pertama kali menyukai seseorang.

Dan Adriel tidak hanya sekali saja mengalihkan pandangannya setiap kali ia menatap Kanaya. Karena seharian ini, dari masuk sekolah sampai kegiatan belajar mengajar selesai, Adriel menghindari kontak mata dengan Kanaya.

Setiap kali mata mereka bertemu saat Kanaya membalikkan tubuhya untuk melihat Adriel yang duduk di bangku belakang, Adriel akan langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain seraya berdehem untuk membersihkan tenggorokannya.

Kanaya jadi bingung sendiri. Ia mengingat-ingat, apakah ia punya salah terhadap Adriel kemarin. Ah, rasanya tidak ada. Hari kemarin berjalan seperti biasanya, kecuali saat Adriel memujinya dengan sebutan cute.

Bel pulang sekolah menggema di seluruh gedung sekolah. Rasa kantuk yang tadinya ada di mata Kanaya langsung menguap begitu saja. Gadis itu dengan semangat langsung membereskan tasnya.

Setelah berdoa dan memberi salam, Kanaya langsung menghampiri Adriel sebelum cowok itu keluar dari kelas.

"Aku nebeng, ya," pinta Kanaya dengan senyum terbaiknya. Adriel baru saja selesai membereskan isi tasnya. Cowok jangkung itu memakai jaketnya, kemudian menyahut santai. "Enggak. Taksi banyak."

Kanaya menggembungkan pipinya, lalu menghentak-hentakkan kakinya kesal. "Adriel! Apa gunanya rumah kita samping-sampingan kalau aku mau nebeng aja enggak boleh."

Adriel membuang nafas keras, yang terdengar seperti dengusan. Bisakah gadis konyol di hadapannya ini tidak usah menjadi selucu itu?

"Ck. Ayo."

Senyum Kanaya kembali merekah, ia mengekori Adriel menuju ke luar kelas, lalu berniat menyamai langkah mereka saat sudah sampai di koridor. Namun karena langkah Adriel yang panjang, Kanaya jadi susah mengimbangi Adriel.

Kanaya menahan pergelangan tangan Adriel, membuat cowok itu tersentak, walau ekspresi wajahnya tetap seperti biasa---tak terkesan. "Adriel, tungguin kenapa?"

Adriel melemparkan tatapannya ke arah tangan Kanaya yang terasa hangat saat melingkar di pergelangan tangannya. Namun Kanaya yang tidak menangkap maksud dari tatapan Adriel langsung menarik tangannya dengan gugup.

"Jalannya pelan-pelan," cicit Kanaya.

Kanaya menatap Adriel yang melangkah di sampingnya. Dilihat dari samping, cowok itu terlihat semakin dingin, mungkin karena Kanaya bisa melihat rahang tajamnya yang membuat cowok itu terlihat semakin tegas dan tak tersentuh.

"Adriel."

"Hm."

"Kamu marah ya, sama aku?"

"Enggak."

"Terus kenapa kamu nggak mau ngeliat aku seharian ini?"

"Itu hanya perasaan lo."

Kanaya menggeleng. "Aku enggak sebego itu. Aku tau kok, seharian ini, setiap kali kamu ngeliat aku, kamu langsung dengan cepat ngeliat ke arah lain. Kamu marah?"

Tsundere [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang