Happy Reading!✨
---
Hari sabtu ini libur karena guru-guru sedang mengadakan rapat. Awalnya, Kanaya berencana mengajak Adriel berjalan-jalan seharian penuh kemana saja, namun rencana tinggal rencana karena Adriel malah jatuh sakit di hari libur seperti ini.
Iren masih di Palembang dan baru akan pulang besok sore, sedangkan Flo dan Dimas berada di Bandung untuk mengunjungi Oma dan akan pulang beberapa hari lagi. Awalnya mereka ingin membawa Kanaya, namun karena Kanaya sebentar lagi akan menghadapi ujian akhir semester, gadis itu memiliki banyak tugas yang harus diselesaikan untuk mengisi nilai.
Matahari perlahan turun menyisakan gelapnya malam yang perlahan mengisi. Kanaya menyentuh kening Adriel yang sedang bergelung di balik selimutnya. Panasnya belum turun dan hal itu wajar, karena Adriel menolak meminum obat yang Kanaya berikan. Dari pagi, Adriel hanya beristirahat di ranjangnya dan meminta Kanaya untuk tetap di kamarnya.
Di nakas yang berada di sebelah tempat tidur Adriel, ada mangkuk bubur yang yang sudah kosong. Kanaya yang membuatnya tadi. Kanaya tahu rasanya tidak enak, bahkan ia sudah melarang Adriel untuk memakannya dan berniat membeli bubur yang dijual di depan kompleks rumah mereka, namun Adriel tetap menghabiskan bubur buatan Kanaya tanpa berkata apa-apa.
Kanaya menarik kursi dari meja belajar Adriel lalu duduk di sisi ranjang Adriel, sedangkan Adriel menatapnya dengan sorot mata seperti seorang anak kecil yang jatuh sakit. "Kepala gue sakit," ucap Adriel dengan suara yang terkesan dingin, namun cowok itu menarik tangan Kanaya ke arah kepalanya. "Pijitin."
"Aku baru tau kalau kamu bisa semanja ini," balas Kanaya.
Adriel tersenyum dengan matanya yang terpejam. "Sama lo doang, kayaknya."
Beberapa saat kemudian, Adriel menggeser posisi tubuhnya menuju ke sisi ranjang bagian kanan, sehingga terdapat ruang kosong di sisi ranjang yang sebelahnya. Pemuda itu lalu menepuk ruang kosong di sebelahnya. "Come here."
"Hng?"
"Nggak bakal gue apa-apain," kata Adriel membaca pikiran Kanaya. "Trust me, and come here."
Kanaya bangun dari duduknya, lalu berbaring di samping Adriel dengan canggung. Kanaya tersentak saat Adriel meraih tubuhnya dan membawanya ke dalam dekapan lelaki itu. Salah satu lengan Adriel melingkar di pinggangnya, sedangkan yang satunya lagi dijadikan bantal untuk kepala Kanaya.
Tangan Adriel terulur untuk menekan saklar lampu yang ada di dekat ranjang membuat kamar Adriel gelap seketika karena tidak adanya pencahayaan apapun, sebelum akhirnya ia menyalakan lampu tidur yang ada di nakasnya, membuat cahaya remang dan hangat mengisi kamarnya.
Adriel menunduk, agar ia bisa menatap manik mata Kanaya yang juga tengah menatapnya. "Sleep with me tonight?" Saat Kanaya membulatkan matanya, Adriel tergelak pelan dengan suaranya yang terdengar serak. "Sleep, dalam artian yang sebenarnya."
"Sleep with me, so i will have a nice dream tonight," kata Adriel membuat Kanaya mengernyit. "Kok gitu?"
"Gue belum pernah bilang bahwa lo adalah dreamcatcher gue?" tanya Adriel yang di balas gelengan Kanaya.
"Dreamcatcher menangkal mimpi buruk, dan menangkap mimpi-mimpi yang baik," ucap Adriel dengan salah satu tangannya mengusap pucuk kepala Kanaya lembut. "And so are you. Lo menangkal mimpi buruk dan menangkap yang baik untuk gue."
Melihat sorot mata Kanaya yang dipenuhi kebingungan, Adriel bertanya, "masih belum ngerti juga?"
Kanaya terkekeh seraya mengangguk. "Saat gue tertidur di bahu lo waktu itu, untuk pertama kalinya gue nggak bermimpi buruk setelah mungkin belasan tahun tidur gue selalu dihantui mimpi buruk."

KAMU SEDANG MEMBACA
Tsundere [Completed]
Teen Fiction[BAHASA] Tsundere (ツンデレ) is a Japanese term for a character development process that describes a person who is initially cold (and sometimes even hostile) before gradually showing a warmer, friendlier side over time. *** Kisah ini berawal dari Kana...