Percobaan Pembunuhan

1.5K 65 0
                                    


Rumah Keluarga Ramdanu...

"Jawab pertanyaan papa Icha! Apa benar kamu mencintai Vano?" Tanya papa Pandu dengan nada suara yang terdengar menyentak. Icha tertunduk takut, ia benar-benar merasa takut akan kemarahan sang ayah. Icha yakin sekali bahwa papa akan sangat marah kepadanya jika ia mengatakan kebenarannya.

"Hm, iya pah!" Jawab Icha ragu-ragu.

Papa Pandu pun diam, ia tak berbicara atau mengatakan hal apapun. Tapi Icha yakin bahwa saat ini papa tengah memendam amarah terhadap dirinya. Mama Diana, Dafa, Prita dan eyang, mereka semua tidak ada yang angkat suara, mereka diam saja. Lagian apa yang bisa mereka lakukan?

"Pah, Vano itu orang yang baik. Dia--"

"Vano seorang mantan pecandu narkoba. Iya! Sekarang dia baik. Tapi kedepannya kita semua nggak akan ada yang tau. Bisa jadi dia kembali menjadi Vano yang dulu. Papa tidak bisa percaya dengan orang-orang seperti Vano" tegas papa Pandu sesuai menyeka ucapan Icha yang ingin menjelaskan kepada papanya kalau Vano adalah orang yang pantas untuk dirinya.

"Icha cinta sama Vano? Ya ampun! Rasanya gak mungkin. Kalo begitu apa arti pertenuan Icha dan Verdan tadi pagi? Nggak! Aku harus cari tau. Aku nggak mau anak kampung ini ngerebut Verdan dari cucuku" batin eyang sambil terus menatap tajam kearah Icha.

*************

Malam Hari...

Vano duduk termenung didalam kamarnya, sambil duduk ia terus memandangi foto kebersamaanya dengan Icha. Sesekali Vano tersenyum, senyumnya terukir saat ia mengingat kembali masa-masa kebersamaannya dengan Icha. Jika saja waktu bisa berputar, sungguh! Ia ingin sekali kembali pada masa itu, dimana ia dan Icha kerap menghabiskan waktu bersama saat mereka berada di kota London.

"Akhir-akhir ini gue sama Icha gak pernah komunikasi" batinnya.

"Apa gue telpon aja kali ya? Kalo diem-diem gini malah nggak ada kejelasan" imbuh Vano. Lantas, Vano pun mengambil ponselnya, lalu ia lekas menghubungi Icha. Lama menunggu, namun panggilannya tidak dijawab. Sehingga, terpaksa Vano harus berkali-kali mengulang panggilannya.

"Ck!" Vano kesal seraya membuang ponselnya ke tempat tidur.

"Nggak diangkat! Apa Icha masih marah sama gue? Ini kan aneh! Harusnya gue yang marah. Ini dia malah ikut-ikutan marah" gerutu Vano.

Tiba-tiba Vano mendengar suara keributan. Sontak ia terkejut, sepertinya keributan itu berasal dari lantai bawah. Karena penasaran dengan apa yang terjadi, Vano pun beranjak, ia bergegas menuju ke lantai bawah.

"Aku udah bilang mah, aku nggak sengaja. Tadi aku mau bawain minuman coklat panas untuk Vano, waktu aku jalan, tiba-tiba Calista muncul dengan buru-buru, kita tabrakan dan--"

"Alasan kamu! Sekarang liat kan akibat ulah kamu Calista sampe luka kaya gini"

"Oke, aku minta maaf Calista. Aku--"

"Iihh!!" Calista mendorong tubuh Tasha.

Lantas tubuh Tasha goyah, ia hampir saja jatuh jika tidak ada tangan yang menangkapnya. Ya, Vano datang tepat waktu, ia yang menolong Tasha. Vano terkejut dan tidak menyangka dengan apa yang ia lihat, Calista kasar sekali dengan Tasha.

"Lo nggak apa-apa?" Tanya Vano.

Tasha menggeleng, ia langsung menatap kearah Calista. Kemarahan Tasha tak bisa ditahan lagi, baginya Calista sudah keterlaluan, ia sudah meminta maaf tapi Calista malah mendorong tubuhnya seperti itu. Tasha langsung meminta dan memaksa Vano untuk melepaskannya, karena ia ingin sekali memberi Calista pelajaran.

"Sha, udah sha. Lo yang tenang!" Pinta Vano.

"..Lis! Lo itu apa-apaan sih hah! Lo ngedorong Tasha sekasar itu, kalo Tasha jatuh terus kepala terbentur meja ini gimana hah! Ada apaan sih? Kenapa ribut-ribut gini!" Omel Vano yang kelihatan marah sekali kepada Calista.

Kasih Sayang (Ending)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang