Limabelass

24.9K 1.2K 47
                                    

Sehun membuka kancing teratas kemeja biru yang semalam ia kenakan.

Rasa penat semakin menyelimutinya saat tubuhnya menyentuh sofa empuk diruangannya. Beberapa operasi dan jadwal pasiennya tentu membuatnya sangat lelah dan jenuh.

Meskipun lelah dan tubuhnya memohon untuk menyentuh kasur tetapi tetap hatinya menolak untuk pulang.

Sehun bisa saja pulang kerumah orang tua nya tapi bisa - bisa mereka akan menceramahinya tujuh hari tujuh malam karena meninggalkan Lisa dirumah mereka sendirian.

Sehun juga bisa menginap dihotel kapan pun dia mau tetapi hotel malah menbuatnya semakin kesepian.

Meskipun Sehun suka ketenangan dia benci kesepian.

Sejak tragedi dengan Lisa di rumah sakit beberapa hari yang lalu semakin membuatnya malas untuk pulang dan berakhir menginap di rumah sakit seperti sekarang.

Dalam bayangannya jika ia pulang pasti gadis berponi itu akan menyindirnya lagi dan kemudian akan berakhir dengan kekesalan saja.

Tidak pernah ada hari damai.

Tidak pernah tenang.

Tidak pernah---bahagia.

Bahagia?

Kata sederhana dan singkat tetapi apakah itu nyata?

Sehun masih diam tak bergeming dengan posisi selonjorannya saat ini.

Jadwalnya malam ini tidak ada sama sekali kosong hingga besok sore apalagi ini bukan jadwalnya Sehun sebagai dokter piket malam ini. Jadi ia bisa santai lebih lama.

Matanya membuka tepat saat satu dering terdengar dari ponsel di mejanya.

"Terima kasih Dokter makanannya, besok akan saya masakan sebagai gantinya dok hehe. Semangat dokter. Selamat istirahat"

Sehun menatap datar layar ponselnya memandang acuh tak acuh isi pesan yang muncul di ponselnya.

"Cih"

Ini sudah pesan kesekian kalinya dari kumpulan para suster yang menerima makanan buatan Lisa yang ia berikan.

Padahal Sehun memberikannya tanpa maksud apapun, tanpa perasaan.

Sehun berjalan dan mendudukkan dirinya di kursi kerjanya tangannya yang kokoh meraih sebuah bingkai foto sederhana yang diletakkannya disudut mejanya.

Bingkai sederhana yang tak pernah bisa terganti.

Bahkan tidak pernah tergeser sedikitpun dari posisinya.

Bukan bingkainya yang istimewa tetapi karena isinya.

Foto didalamnya.

"Kenapa mereka selalu salah paham Jen?"

"Aku harus bagaimana?" Sambung Sehun.

Mata Sehun yang biasa terlihat dingin dan tajam kini terlihat sayu dan redup.

Maniknya kelam.

Tangannya masih sibuk mengusap pelan bingkai yang memuat foto Jennie dengan gummy smile nya.

"Apa kamu pergi juga karena salah paham padaku?"

"Kau--bahkan tidak memberiku waktu untuk mendengar alasannya dan meninggalkanku dengan gadis berponi itu"

Sehun menghela nafasnya kasar, pikirannya bercabang. Kilatan memori indahnya terlintas di fikirannya seakan - akan ingin membawa nya kembali.

Ya, masalah lalu memang menyenangkan.

Namun apakah baik terpaku pada masalalu?

Sehun tahu itu salah, bukan hanya tahu tetapi dia benar - benar sangat paham karena dia adalah pria yang berpendidikan tinggi apalagi dengan pekerjaannya sebagai dokter yang harus selalu berfikir logis.

ICE BOY [PP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang