Lagi dan lagi dikamar ini, kalo semuanya bisa terlihat mungkin kamar ini sudah menjadi museum Cinta ku pada Rian. Disetiap ku membuka mata sampai ku menutup mata kembali, selalu kisah Cinta ku pada Rian lah yang terutarakan dikamar ini, Hanya kamar ini yang mampu menampung seluruh cerita cinta ku tanpa protes. Yaaaa karena kamar ku tidak punya mulut untuk protes. Terus apa yang jadi masalah dalam kisah cinta ini ? Sahabat !! Itu yang jadi masalahnya. Terus kalo sahabatan gak boleh pacaran gitu ? Boleh ! Tentu saja boleh tapi jika keduanya saling mencintai. Kenapa gak ngomong langsung aja sih kan udah sahabatan lama ? Gak semudah itu bro atau sis, justru sebagian orang memilih untuk menahan perasaannya agar bisa tetap sama sama karena kalo udah ungkapin terus salah satunya gak cinta abis itu hubungannya pasti rengang beda rasanya kaya dulu. Dan itu yang aku rasakan sekarang.
Kali ini pikiran ku beralih pada perkata ayah beberapa hari lalu. Tentang pekerjaan ku. Bahkan bunda pun menginginkan aku tetap disini atau setidaknya kembali ketempat kerja ku yang lama karena berjarak hanya 40 menit jika mengunakan pesawat. Tapi mana mungkin aku kembali kesana, waktu keluar kerja saja aku tidak mengajukan surat mengunduran diri atau apa pun. Mau ditaro dimana muka ku jika harus balik lagi kesana. Ini lagi Bela yang selalu menanyakan pekerjaannya kepadaku atau Mr. Hanz yang menelpon ku dan berharap aku cepat kembali. Aku senang bekerja dipadang, damai, asri, indah lah dipandang mata. Tapi tidak diiringi dengan doa bunda, karena bunda sudah mulai memintaku berhenti bekerja disana.
Sudah beberapa hari ku disini tapi belum juga aku berani untuk keluar rumah. Alasan klasik pasti kalian tau. "Bunda sudah baikan nak". Aku mendengar bunda mengobrol dengan seseorang tapi tidak jelas siapa. Ketika ku keluar dari kamar seseorang yang sangat aku kenal berada disamping bunda.
Orang itu melirik ku sekilas lalu berpaling seakan tidak melihat apa apa "bun irma pamit pulang deh". Katanya.
Bukan hanya wajah bunda saja yang terlihat heran tapi kuyakini wajahku pun berbentuk sama seperti bunda "irr irrmaaa". Panggilku berlari mengikuti langkahnya.
Irma tidak berhenti sampai didepan pintu dia bertambrakan dengan pintu yang dibuka oleh ayah yang ingin masuk.
"Lu kenapa sih". Kata ku membantu irma untuk bangun dari jatuhnya.
"Gua kira udah mati lu". Balasnya sinis.
"Oh jadi lu mau gua mati, sahabat macam apa lu ?"
"Lu tanya gua sahabat macam apa ? Ngaca ? Udah bagus lu gak usah pulang pulang lagi". Katanya yang langsung berlalu pergi.
Satu ketakutan yang benar saja terjadi hari ini. Aku kehilangan lagi sahabatku. Aku kembali masuk menghampiri bunda yang sedang duduk diruang teve.
"Kenapa sih tuh orang". Gerutuku.
"Wajar kalo irma marah, bunda juga pasti begitu kalo sahabat bunda ngilang gitu aja. Dia merasa tidak dihargai sebagai sahabatmu. Lagi pula selama kamu gak ada dia sering kemari nemanin bunda, bahkan sering nemenin bunda belanja. Sering nanyain kabar kamu juga. Kamu harus minta maaf sama irma".
Aku terhipnotis oleh kata kata bunda tentang irma, sungguh diluar dugaan ku.
"Kalo Rian bun ?" Lagi lagi mulutku bertanya mengikuti kata hati ku yang sering kali malah membuat diriku sendiri tidak nyaman.
Kulihat bunda menghela nafas agak panjang untuk memulai cerita ini "Kasian dia sekarang hidupnya berubah 180 derajat sekarang. Sejak Nisa meninggal dan kedua orang tuanya bercerai hidupnya sanggat miris. Memang sudah hampir 7 bulan ini bunda tidak bertemu, tapi mulut tetanga lebih tau dibanding CCTV".
"Bercerai ? kok bisa bun ? Berubah 180 derajat? Gak mungkin lah bun. Emang Lisa kemana sampe Rian berubah seperti itu ". Aku memotong cerita bunda dengan beberapa pertanyaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatuh dan cinta
Teen FictionJatuh itu sakit,cinta itu indah. maka jangan bermain cinta kalo tidak mau jatuh. . . . Aku masih disini masih menunggu kamu, kamu yang tak akan pernah kembali. . . . Kamu yang tak akan pernah tau bahwa ada seseorang yang mencintai mu lebih dari diri...