Embun pagi menyapaku dari laur jendela rumah sakit tempat bunda dirawat. Rasa bersalah ku bertambah kala melihat bunda terbaring lemas tapi tetap memberikan senyum terindahnya. Perasaan yang sulit untuk aku jabarkan seakan mengebu kuat dipikiranku. Ketakutan yang sulit dicari alasannya. Apakah takdir akan membuatku semakin sakit ? Saat aku mencoba untuk mengihklaskan segalanya. Cukup !!! Semuanya akan berakhir kali ini. Biar aku saja yang tau.
"Semuanya akan baik baik saja nak". Suara bunda yang membangunkanku dari lamunan panjang tadi.
"Bun ? I miis you. Tiar kangen semuanya, apa semuanya tetap sama". Kataku yang masih menatap luar jendela kamar rumah sakit.
"Percaya sama bunda Tiar bisa".
Entah lah bunda yang terlalu yakin bahwa aku bisa, atau aku yang tidak percaya diri bahwa aku bisa. Intinya sekarang semua sulit untuk aku bisa membedakannya. Kubalikan tubuhku untuk kembali duduk disamping tempat tidur bunda, menyandarkan kepalaku dilengannya.
"Kemarin setelah 3 tahun, Tiar bertemu Topic lagi. Mesti tidak sesakit dulu tapi ketakutannya masih sama. Dia minta Tiar untuk memulainya lagi tapi Tiar tolak. Tiar takut akan terjebak hal yang sama lagi setelah Tiar pulang".
Bunda mengusap rambut ku halus "Tiar yang bisa memilih segalanya atas hidup Tiar, bunda hanya bisa mendoakan".
Matahari yang tadi bersembunyi malu malu kini sudah mulai terlihat terang diatas, bau khas rumah sakit serta suara trolley makanan pun sudah terdengar semakin dekat ditelingaku. Senyum sapa seorang perawat ikut menghiasi pagi ku kali ini.
Sekejap kupejamkan mata ku dibangku panjang didalam lorong kecil rumah sakit. Mengumpulkan kekuatan dan alasan untuk menjawab seribu pertanyaan. Menghembus udara sebanyak banyaknya dan mengeluarkannya bersamaan dengan rasa lelahku.
"Tiar..."
Kubuka mataku perlahan untuk memastikan panggilan dari suara itu "ayah."
"Sedang apa kau disini, pulanglah biar ayah yang menjaga bunda. Istirahatlah dirumah." Kata ayah yang ikut duduk disebalahku.
"Disini aja bantuin ayah jagain bunda."
"Tiar ayah mau minta sesuatu dari Tiar. Tiar tetap tinggal disini yaa sama kita ? Ayah sama bunda sudah semakin tua nak. Ayah hanya ingin ada didekatmu saat kau terjatuh. Ayah juga tidak pernah minta apa pun kan kepada Tiar ? Ibu juga sering melamun karena memikirkan kamu. Terlalu jauh kamu pergi membawa masalahmu nak".
Laki laki yang tidak pernah mengutarakan isinya hatinya itu kali ini mengeluarkan dengan kata kata yang menyentuh hati terdalam ku. Satu air mata terjatuh begitu saja dipipiku. Sebegitu egoiskah aku sampai mengorbankan perasaan mereka yang aku sayangi demi menjaga perasaan ku sendiri ?
"Disini rumah mu, kita akan menyelesaikannya bersama sama. Tenanglah disini ada ayah, bunda dan Arif yang akan menjagamu".
Kupeluk tubuh besar tingginya. Kubiarkan semua rasa rinduku terlimpahkan. Aku adalah putri kecilnya dan akan selalu menjadi putri kecilnya. Sulit bagiku untuk mengatakan aku mencintaimu ayah, sanggat. Tapi kuyakin kau akan mengerti tanpa harus kujelaskan.
Lampu merah terakhir sebelum ku sampai dirumah. Kegelisaan dihatiku sulit untuk aku sembunyikan. Entah lah lagi lagi aku terjebak dalam diriku sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatuh dan cinta
Teen FictionJatuh itu sakit,cinta itu indah. maka jangan bermain cinta kalo tidak mau jatuh. . . . Aku masih disini masih menunggu kamu, kamu yang tak akan pernah kembali. . . . Kamu yang tak akan pernah tau bahwa ada seseorang yang mencintai mu lebih dari diri...