Chapter 7 : Today

27.7K 4.4K 838
                                    

Sudah berlalu sepuluh menit dan dua gadis di depan sebuah pagar rumah hanya mampu termenung menatapi dua kardus besar yang entah berisi apa saja. Jihwan masih belum menyerah untuk memindahkan kardus tersebut ke rumahnya. Tidak ada yang bisa dimintai pertolongan sebab sore ini kompleks sekitar nampak sepi dan tenang. Mungkin karena hari minggu, jadi tetangga sekitar banyak yang sedang menikmati akhir pekan; sebenarnya hampir berakhir.

Senja mulai memamerkan rupanya dan Seohee yang merasa kesal akhirnya beranjak mendekat pada salah satu kardus, "Kenapa Ibumu selalu mengirimkan bahan makanan sebanyak ini? Semua ini bahkan bisa kau bagikan untuk tetanggamu." Decakan pelan dari mulutnya membuat Jihwan menatap malas hingga pada akhirnya mengembuskan napas panjang.

"Kalau tidak ingin membantuku lupakan saja, Seo. Pulang sana."

"Ey, kau marah?" selidik Seohee sambil mengamati kejengkelan yang tersirat dari wajah sahabatnya itu, kemudian ia tersenyum kecil saat tahu Jihwan menggeleng pelan.

"Aku hanya kesal pada Ibuku. Sebenarnya ia tidak harus mengirimkan ini sebulan sekali. Aku juga masih bisa makan―"

"Ya, ya―kau selalu mengonsumsi makanan instan untuk dimasukkan ke dalam perutmu. Tentu saja Ibumu merasa khawatir." Mendengar itu Jihwan malah mengerucutkan bibir lantas menilik Seohee hanya sekilas, berpaling ke arah dua kardus di depannya sambil melipat lengan.

Semenjak tinggal di Seoul ia memang sering mendapat kiriman berupa bahan makanan seperti sayuran, kentang dan lainnya dari sang ibu yang tinggal di Desa Gamcheon, tepatnya Kota Busan. Sebelum ayahnya meninggal, kehidupan Jihwan masih tercukupi hingga ia dapat menyelesaikan sekolahnya. Sayangnya saat ia telah melanjutkan pendidikan di Seoul, ayahnya meninggal karena penyakit kanker paru-paru―membuat ia sedikit banyak harus bersabar terlebih lagi ibunya hanya bekerja seorang diri di desa demi mencukupi biaya kuliahnya.

Jihwan sadar telah banyak berbohong dalam dua tahun terakhir. Ia tidak ingin ibunya bekerja terlalu keras, jadi ia mengatakan bahwa kebutuhannya tidak terlalu banyak. Beasiswanya baru saja dicabut seminggu lalu sebab prestasinya semakin menurun. Karena terlalu sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan, kuliahnya pun jadi terbengkalai.

Belum lagi Jihwan harus memberikan setengah hasil upah kerja pada kekasihnya. Ia harus membagi hasil kerja kerasnya pada pria sekasar Kim Namjoon sekali pun ia tak rela. Pernah beberapa kali Jihwan berusaha melawan―tapi semuanya percuma. Ia hanya akan berakhir jatuh dalam keadaan berdarah karena sikap kasar prianya.

Semua orang tahu bagaimana kondisinya―tapi tak satu pun dari mereka berani ikut campur, sebab Jihwan sendiri menolak; mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Selalu berakhir begitu. Perhatian yang orang-orang berikan padanya berakhir sia-sia. Ia benci jika orang-orang turut mencampuri urusannya. Cukup dirinya, sebab ia merasa mampu.

Seohee mengembuskan napas panjang, menangkap bahwa Jihwan memasuki rumahnya entah untuk melakukan apa. Membuatnya merasa terabaikan lalu sesaat kemudian menilik jalan kecil kompleks, mengamati sebuah mobil sedan hitam metalik tengah menujunya. Saat mobil tersebut berhenti tepat di seberang rumah Jihwan, empat presensi asing turun dari sana hingga membuat iris Seohee memandang fokus pada dua sosok pria gagah yang sebelumnya tak pernah ia lihat.

Tercekat hingga beberapa menit lamanya, belah pipi Seohee langsung merona saat tahu dua pria itu menghentikan pergerakan sambil menatapnya.

"Gila...." Ia menggumamkan sesuatu lewat celah bibir; nampak takjub, berakhir mengalihkan pandangan saat mendengar seseorang menyerukan namanya dengan cukup kencang. Jihwan telah kembali dengan membawa dua baskom berukuran besar―kemudian membeku saat menemukan sosok Jungkook dan seorang pria tampan lainnya beralih memandang ia dengan tatapan tak terdeteksi.

Young LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang