#12 : Hari yang Melelahkan

2.2K 111 0
                                    

Killa

"Gue turut berduka cita atas kematian lo!" Kataku "tunggu! Nama pacar lo siapa?" Tanyaku

"Alex!" Kata Riana

"Alex? Kelas apa dia?" Tanyaku

"12 MIPA 1"

"Dia seangkatan dengan lo?" Tanyaku lagi

Riana menganggukkan kepala

"Jangan-jangan?!!"

Riana menganggukkan kepalanya lagi

"Jadi benar! Dia Alex? Dia kakaknya Revi? Revi temanku kan?" Tanyaku lagi pada Riana

"Iya, kau benar." Kata Riana

"Gak mungkin! Terus kak Alex sekarang dimana?" Tanyaku

"Dia udah di penjara!"

"Kenapa Revi gak pernah ngomong ini ke gue? Dia pasti sedih! Orang tua mereka juga sudah tiada. Ayahnya meninggal 3 tahun yang lalu karena kecelakaan. Ibunya juga baru saja meninggal 2 bulan yang lalu karena terkena kanker. Mereka yatim piatu. Tapi jika kakaknya di penjara. Lalu Revi sekarang gimana? Dia pasti kesepian! Harusnya gue ngerti kenapa sifatnya selalu berubah-ubah. Ternyata ini kebenarannya." Ucapku sambil menahan air mata

"Lo masih belum mengerti!" Ucap Riana padaku

"Apa maksudmu?" Tanyaku sambil menautkan kedua alisku

"Nanti lo juga bakalan ngerti!" Kata Riana "Kev, gue titip Killa ke elo ya. Gue pergi dulu. Bye!" Seketika itu pun Riana menghilang dari pandangan mataku.

"Tunggu! Maksud lo apasih? Jangan kabur! Gue masih ada pertanyaan ke elo! Hey! Riana!" Teriakku "cih! Dia malah ngilang!" Aku pun memanyunkan bibirku pertanda kesal melanda ku.

"Pulang yuk! Udah sore nih! Keburu malam!" Ajak Kevin

"Tapi..."

"Lo masih mau tinggal disini? Sama setan-setan penunggu sekolah ini?" Tanya Kevin

"Ya gak lah! Lo udah gila apa? Masa' gue harus tinggal disini sih? Apalagi hantu-hantu di sini tuh pada serem-serem tau gak! Bisa-bisa gue mati gara-gara ketakutan!"

"Ya udah, mendingan pulang aja!"

***

"Oh?!! Kakak? Udah pulang?" Tanya adikku (Lyra) saat aku tiba di rumah.

Iya, tadi Kevin mengantarku pulang. Karena udah gak ada taksi lewat pada sore seperti ini. Jadinya, Kevin pun memaksaku untuk ikut pulang bersamanya. Tapi tidak sampai rumah. Di sepajang perjalanan, kami menemukan taksi. Di situ kami berpisah karena rumah kami berbeda jalur. Aku pulang dengan taksi yang diberhentikan Kevin.

Mengetahui bahwa itu adalah suara adikku, aku pun mengarahkan pandanganku padanya. Ku lihat dia sedang membaca novelnya di atas sofa ruang tamu.

Tapi bukan adikku yang ku lihat. Yang ku lihat adalah sosok di belakangnya. Sosok mengerikkan yang aku takuti itu muncul. Mataku terbelalak. Nafasku tercekat. Tubuhku kaku. Tanganku bergetar. Aku pun berkeringat dingin. Berkali-kali aku meneguk salivaku.

Aku Bukan INDIGOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang