#41 : Penglihatan

1.6K 84 14
                                    

Killa

Aku mengantar Revi pulang ke rumahnya. Saat ini, kita berada di dalam taksi. Di sini, suasananya terasa tegang. Tak ada satu pun dari kami yang mau mengajak bicara dulu.

Sebenarnya aku ingin mengajaknya bicara. Tapi, entah kenapa bibirku terasa kelu. Setelah mendengar bahwa Revi menyukai Kevin, membuat diriku terasa aneh. Hatiku terasa tidak tenang.

Aku sendiri tidak tahu kenapa aku seperti ini. Padahal dia hanya teman sebangku-ku. Aku juga masih mencintai Yoga. Lalu kenapa ada perasaan aneh seperti ini? Rasanya, sepertinya aku cemburu? Tapi kenapa?

Setelah mengemudi sekitar setengah jam, akhirnya kami sampai di rumah Revi. Kami turun dari taksi dan membayar supirnya. Setelah itu, si supir taksi pun pergi. Tinggallah aku dan Revi sendiri dirumahnya.

Benar, di rumahnya saat ini tidak ada orang. Kedua orang tua nya telah tiada. Sang kakak yang sangat disayanginya tertahan di balik jeruji besi. Pembantu di rumahnya memohon ijin cuti untuk merawat anaknya yang sakit di desa. Sang supir pun ikutan cuti karena tidak ada orang yang meninggali rumah itu untuk sementara waktu.

Aku mengajak Revi masuk dengan bahasa isyarat. Revi mengangguk. Sesampainya di kamar, aku menyuruhnya untuk beristirahat. "K-kamu istirahat aja. Bi-biar aku yang menata barang-barangmu." Ucapku memberanikan diri untuk bicara.

Revi terkekeh. "Lo kenapa kayak ketakutan gitu? Gue bukan setan kok." Mulutnya membentuk sebuah garis yang melengkung ke atas. Itu bukan lagi senyum yang dipaksakan. Dia tersenyum sepenuh hati.

Aku sangat senang melihatnya kembali tersenyum seperti itu. Sudah sangat lama ia tidak tersenyum seperti itu. Entah sejak kapan. Bahkan aku sendiri juga tidak tahu sejak kapan kami berteman. Yang ku tahu itu sudah lama. Mungkin 2 atau 3 tahun yang lalu.

Ketika aku berusaha keras untuk mengingatnya membuat kepalaku berdenyut. Jika aku terus menerus berusaha seperti itu, sama saja aku menyakiti diriku sendiri. Itulah yang dikatakan seluruh keluargaku.

Aku juga tidak tahu kenapa. Kenapa aku bisa punya penyakit seperti itu? Apa benar itu penyakit? Aku takut jika aku tak bisa mengingat lagi orang-orang terdekatku. Orang terdekat yang sudah lama tak kutemui.

Untuk saat ini, aku masih bisa mengingat kejadian 2 tahun, tidak, satu setengah tahun yang lalu. Semakin aku bertambah umur, semakin banyak aku kehilangan ingatan. Jangka waktunya pun semakin pendek.

Padahal tahun kemarin, aku masih bisa mengingat setidaknya 3 tahun yang lalu. Tapi sekarang semakin berkurang. Kenapa harus seperti itu? Kenapa harus aku yang memiliki penyakit ini?

Revi yang menyadari keanehan yang terjadi padaku pun bertanya, "Lo kenapa? Kok muka lo murung gitu? Ada masalah?"

"Eh, enggak kok. Aku pamit dulu bersihin rumah kamu."

"Gak usah dibersihin juga gak apa-apa kok. Lagian cuma gue aja yang tinggal disini."

"Tapi kamu kan lagi sakit. Rumahmu harus bersih agar kamu bisa beristirahat dengan tenang."

"Tapi rumah gue besar banget loh!"

"Tapi masih lebih besar rumah gue!"

"Iya-iya, anak orang kaya, nurut aja lah gue!" Di akhir kalimatnya, Revi terkekeh.

Aku hanya menggelengkan kepala melihat tingkah lalu sahabatku. Kemudian, aku pergi meninggalkannya dan membersihnya rumahnya.

Selang beberapa waktu, akhirnya rumah Revi sudah ku bersihkan. Walau tidak semuanya dan tidak sepenuhnya bersih. Aku hanya menyapu dan membersihkan debu yang ada di rumahnya saja. Tidak lebih dan tidak kurang.

Aku Bukan INDIGOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang