#43 : Fardina Amanda Putri

1.4K 82 0
                                    

Killa

Tap .... Tap .... Tap .... Tap

Terdengar suara langkah kaki yang menggema di telingaku. Dekat. Suaranya dekat sekali. Semakin lama semakin mendekat dan semakin keras serta semakin menggema.

Langkah kakiku terhenti. Kemudian, kutolehkan kepalaku ke belakang. Melihat siapa pemilik langkah kaki itu. Tetapi nihil. Di sana tak ada siapa-siapa. "Lalu suara langkah kaki siapa itu barusan?" Batinku berkata.

"Ada apa Kill? Kenapa berhenti?" Tanya Dina yang menyadari keanehan dari dalam diriku.

"Eh, itu, kamu tadi dengar suara langkah kaki gak?"

"Langkah kaki? Tentu saja aku mendengarnya. Suara langkah kaki kita kan?"

"Bukan itu!"

"Kalau bukan itu, lalu apa?"

"Suara langkah kaki yang menggema."

"Aku pernah mendengarnya."

"Pernah?"

"Iya, tadi pagi aku mendengarnya saat teman-teman berlarian di lorong kelas."

"Bukan tadi pagi Din, sekarang, tadi, beberapa detik lalu."

"Tidak."

"Terus tadi itu langkah kaki siapa?"

"Aku tidak tahu. Sudahlah, ayo kita teruskan pergi ke ruang guru. Sebelum Bu Hana pergi mengajar kelas 12."

"Eh, iya. Oke deh!"

Kami berdua pun meneruskan kembali perjalanan yang tertunda. Sekali lagi. Sekali lagi aku merasakannya. Aku mendengarnya. Langkah kaki itu lagi. Menggema. Membuatku takut. "Mungkinkah itu hantu lagi?," pikirku.

Tiba-tiba ada suara "tolong aku" berbisik pelan di telinga kanan ku. Seseorang meniup pelan tengkuk ku. Membuat bulu kuduk-ku meremang. Aku menoleh ke belakang. Tak ada siapa-siapa disana. Aku pun merinding karena tak bisa melihat wujudnya.

"Ada apa lagi Kill?" Tanya Dina.

"Eh, enggak, gak apa-apa. Ayo kita lanjutkan."

Akhirnya aku tidak menghiraukannya dan melanjutkan perjalanan ke ruang guru bersama Dina.

Sesampainya di ruang guru, kami menemui bu Hana, guru seni budaya yang mengajar sebagian kelas 11 dan sebagian kelas 12. Di sana, kami membicarakan tentang keikutsertaan lomba menggambar komik yang ditawarkan oleh beliau.

"Akhirnya kamu ikut juga Din, Ibu senang mendengarnya," ucap bu Hana.

"Terima kasih Bu, saya akan berusaha agar bisa menjadi juara."

"Iya, semangat ya! Kali ini kamu gak boleh kalah. Harus mengharumkan nama sekolah ini lagi ya."

"Siap bu."

"Jadi, kamu yang akan jadi partner-nya Dina?"

Aku mengangguk, "iya."

"Tolong jaga Dina baik-baik ya. Dan ingatlah satu hal."

"Apa itu?"

Bu Hana mendekat padaku dan berbisik ditelingaku, "Jaga jaraklah darinya ya. Ingatlah itu jika tidak nyawamu yang akan melayang."

Aku merasa bahwa Bu Hana seperti orang lain. Aku tak bisa membalasnya. Tubuhku kaku. Lidahku kelu. Aku hanya bisa menatapnya dan tak bisa berpaling karena ketakutan.

Seketika itu, tingkah lakunya kembali seperti semula. "Jangan dilupakan apa kata ibu ya. Yang semangat! Agar kalian bisa jadi juara." Perkataan yang manis, jauh berbeda dari yang tadi.

Aku Bukan INDIGOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang