#18 : Korban Pertama

2.1K 104 8
                                    

Author

Matahari mulai menyibakkan sinarnya secara perlahan. Lama-kelamaan embun pagi mulai menghilang. Jalanan semakin ramai terisi oleh kendaraan yang berlalu lalang. Sinar mentari yang lembut merambat masuk menembus jendela kamar Killa, sedangkan penghuni kamar tersebut masih belum terbangun.

Suara alarm di salah satu meja di kamar itu berbunyi. Killa yang masih enggan untuk terbangun pun terpaksa membuka matanya. Ia terbangun dan menunggu untuk mengumpulkan nyawanya. Setelah benar-benar terbangun, ia mematikan alarm yang berbunyi tersebut.

Killa mengambil sebuah handuk yang tergantung di tembok kamarnya lalu berlari ke arah kamar mandi. Setelah membersihkan tubuhnya dan bersiap-siap, ia pun turun ke bawah.

"Ohayou ne-chan!" Ucap Lyra ketika melihat kakaknya turun ke bawah. Lyra dan juga ayahnya sudah ada di meja makan. Sedangkan ibunya masih berada di dapur.

Ohayou = selamat pagi
Ne-chan = kakak (perempuan)

"Ohayou!" Balas Killa sambil tersenyum. Padahal ia sedang bersedih. Apalagi ketika ada di sekolah. Ia terpaksa tersenyum agar keluarganya tidak merasa khawatir akan keadaannya.

Makanan pun tersaji di meja makan mereka. Lalu mereka berempat memakan makanan yang tersaji tersebut dengan tenang. Selesai makan, ayah dari Killa dan Lyra besarta kedua anaknya berpamitan kepada Laila (ibunda dari Killa dan Lyra).

Ketika sampai di sekolahnya, Killa pun berpamitan kepada ayahnya. Ia berjalan ke kelasnya dengan malas. Wajahnya yang muram menandakan bahwa ia sedang bersedih. Sampai pelajaran dimulai, keadaannya masih sama seperti beberapa hari yang lalu.

Pada hari ini, ada sekitar 7 murid yang tidak masuk sekolah di kelasnya. Karena kemarin malam terjadi hujan yang deras. Mungkin saja mereka sedang sakit. Ada yang terserang flu, ada yang terserang demam, dan beberapa penyakit lainnya.

Sekian lama waktu berjalan, akhirnya bel istirahat pun berbunyi. Semua murid pun berhamburan ke luar kelas menuju ke kantin untuk mengisi kekosongan perut mereka.

Lain halnya dengan Killa, ia sama sekali tidak bersemangat. Ia bahkan tak menginginkan ada waktu seperti ini. Padahal dulu, waktu inilah yang paling ia tunggu.

Tak tega melihat temannya yang sedang bersedih, Nisa pun menghampiri Killa. Nisa memegang pundak Killa sambil berkata "Sampai kapan kamu terus seperti ini? Daripada begini, lebih baik kita ke kantin saja."

"Nisa? Gak deh, lo aja. Gue bakalan tetap di sini. Di kelas." Balas Killa

Tanpa diduga, seseorang yang telah menjauhi Killa pun datang ke arahnya lalu merangkul pundak Killa dan Nisa dari belakang sambil berkata "Jangan nolak ajakan orang! Nisa udah berbaik hati ngajak lo ke kantin! Kenapa gak mau?"

"Lo?" Ucap Killa ketika melihat orang yang merangkulnya tersebut.

"Kenapa?" Tanya Dinda. Iya, orang yang merangkul Killa dan Nisa dari belakang adalah Dinda.

Killa hanya bisa terdiam. Ia tak tau harus bereaksi seperti apa. Apakah ia harus senang, sedih, atau terharu. Banyak sekali pertanyaan yang muncul di kepalanya.

"Ngapain lo diem aja? Lo bukan seperti Killa yang gue kenal selama ini. Killa yang gue kenal itu selalu ceria. Tapi dia juga penakut." Ucap Dinda

Aku Bukan INDIGOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang