HR CHINGU♥
••••••
Jihan membuka matanya perlahan saat merasakan ada yang menepuk pipinya pelan.
Mata sipit-nya langsung melebar saat melihat wajah Ray yang bisa di bilang cukup dekat dengan wajahnya.
Pria itu tersenyum miring lalu menjauhkan wajahnya kembali.
Ia sudah rapi dengan pakaian kerja-nya tetapi ia belum menyantap sarapan nya karena Jihan belum juga bangun.
Jihan menarik napas dalam lalu merubah posisi nya menjadi duduk. Ia memijat kening nya pelan.
Ia baru sadar menginap di rumah Ray dan tidur di kamar tamu.
"Cepat bangun. Buatkan saya sarapan." Titah Ray lalu melangkahkan kaki nya untuk keluar dari sana.
Jihan mendengus sebal dan melihat jam dinding yang ada disana.
Ternyata masih pukul enam pagi.
Tapi ... iya juga harus pergi sekolah.
Yang benar saja ia tidak membawa buku pelajaran untuk hari itu.
Tidak mungkin juga ia harus pulang ke kost terlebih dahulu mengingat jarak rumah Ray dan kost-nya benar-benar jauh.
Sial.
Sepertinya Jihan harus bolos kali ini.
"Aulia!" teriak Ray dari arah dapur membuat lamunan Jihan buyar.
Ia mengusap wajahnya kasar.
Mengapa ia harus terjebak dengan pria yang bernama Ray itu? Sedangkan Lisa hanya duduk santai di rumah.
Tidak.
Bukan berarti Jihan tidak ikhlas membantu Lisa. Tetapi uang yang diberikan Ray itu untuk dua orang. Dan kenapa hanya Jihan yang menjadi pembantu pria itu?
"Aulia!" teriak Ray yang kesekian kalinya membuat Jihan berlari kecil menuju dapur.
Ia baru sadar jika semalam Ray menyuruh ia mengenakan piyama milik istri nya.
Ray berdeham saat melihat sosok Jihan yang tampak masih berantakan. Ia ragu jika gadis itu bisa membuatkan sarapan untuk nya saat ini.
Ia memilih bangkit dan mendekati Jihan yang sedang membuka kulkas untuk mencari bahan makanan apa yang bisa ia gunakan untuk masak.
Ray menarik tubuh wanita itu lalu mengambil karet sayur yang ada di atas kulkas dan mengikat rambut gadis itu membuat Jihan sedikit terkejut.
Ia kembali menarik Jihan untuk mendekati wastafel lalu membasahi tangan nya untuk di usapkan pada wajah Jihan.
"Saya harus memastikan kamu sudah sadar hingga tak membuatkan Saya sarapan yang benar-benar buruk." Cicit Ray dan mulai menepuk pipi Jihan membuat gadis itu menggelengkan kepalanya agar sadar.
Ia menarik nafas panjang dan menepis tangan Ray.
"Saya sudah sadar kok, Om."
"Abang. A-b-a-n-g."
Jihan menyengir dan kembali membuka kulkas.
"Kau ingin membuatkan saya sarapan apa?" tanya Ray yang kini kembali duduk pada meja makan.
Jihan bergeming lalu mengambil sebuah mie instan yang ada disana.
Sebenarnya Jihan sedikit bingung. Kenapa mie instan bisa diletakan didalam kulkas?
Apakah pria itu tidak bisa membedakan di tempat mana ia harus menyimpan berbagai macam makanan?
"Mie instan. Bagaimana?"
Ray mendecak. "Terserah. Asal kamu mengembalikan setengah uang abang."
Mata Jihan melebar dan siap melemparkan mie yang ia pegang pada Ray.
Tetapi Ray sudah lebih dahulu tertawa dan mendekati Jihan kembali.
"Saya bercanda." Ucapnya lalu mengusap puncak kepala Jihan.
Jihan berdeham dan memalingkan wajahnya.
Tubuh Ray benar-benar dekat dengan nya hingga ia bisa mencium aroma parfum milik pria itu.
"Jadi simpanan-ku saja." Lanjutnya lagi.
Jihan terkejut mendengar itu hingga menoleh hingga menatap wajah Ray dari dekat.
Sial.
Apa-apaan pikirnya?
Ia tahu simpanan apa yang Ray maksud.
"Saya bisa memberikan apapun yang kamu mau." Desis Ray lalu mendorong tubuh Jihan pada badan kulkas.
Gadis itu menelan saliva nya dengan susah payah.
"S-saya tidak berminat."
Ray memicingkan matanya menatap Jihan dengan tatapan yang tidak percaya.
"Kamu tidak tahu siapa saya?"
Jihan menggeleng dengan cepat membuat Ray tersenyum miring lalu mengusap puncak kepala Jihan lembut.
"Saya akan mencari sarapan diluar." Ujar nya lalu melangkahkan kakinya menjauh dari Jihan.
Jihan menghela napas lega.
"Ah." Desis Ray lalu membalikkan badan nya membuat Jihan menaikkan alis nya sebelah.
"Saya ingin bertemu dengan orangtuamu setelah kamu lulus."
•••••••••
Jihan tak henti-hentinya memukul kepalanya setelah Ray pergi berangkat kerja.
Ia takut jika pria itu akan mengadu pada orangtua nya perihal dirinya telah mencari pria kaya karena membutuhkan uang.
Hell.
Bagaimana jika Ibunya atau Ayahnya tahu? Bisa-bisa nama Jihan dicoret didalam kartu keluarga.
Ia menjadi cemas sendiri dan ingin memutar waktu kembali agar tidak mengenal dengan Ray.
Seharusnya ia tidak perlu menerima tawaran Febi.
Ya, seharusnya ia tidak perlu seperti itu.
Ia hanya perlu berkata jujur pada orangtua nya meski ia harus mendapat omelan dan tidak akan terjerumus dalam dunia yang benar-benar bukan dunia yang ia inginkan yaitu memanfaatkan pria kaya untuk memenuhi kebutuhan nya.
Sial.
Ponsel Jihan berbunyi cukup nyaring di kamar membuat ia langsung berlari ke dalam.
Ya, sedari tadi ia terus bolak-balik di teras sembari memandangi kepergian Ray.
Ia mendengus pelan. Ia pikir sebuah panggilan telpon tetapi ternyata sebuah pesan.
Om Ray.
Jangan tidur.
Saya sudah memesankan sarapan untukmu.TBC