CHAP 30

5.4K 604 36
                                    

Happy Reading🌸🌸

••••

"Gue nggak tau."

"Ntar gue telpon pihak rumah sakit." Dan setelah menjawab itu panggilan terputus sepihak membuat Theo sedikit mendecih pelan.

Ya, yang barusan menelponnya adalah Ray. Ia ingin bertanya apakah Vanessa dirawat dirumah sakitnya atau tidak.

"Siapa?" tanya Rosita membuat pria itu berbalik dan memasukkan ponselnya kedalam saku.

Ia tersenyum tipis dan memerhatikan penampilan Rosita yang berbalutkan gaun putih yang cukup panjang.

"Rayhan." Balasnya dan kembali memerhatikan penampilan gadis itu.

"Atasannya terlalu terbuka. Ganti!" Cicitnya dan membalikkan badan gadis itu lalu mendorongnya dengan pelan ke arah staff baju pengantin disana.

Ia bisa mendengar Rosita mendecih pelan.

Ya, ini sudah hampir ke belasan kalinya pria itu menyuruh Rosita untuk mengganti gaun pengantinnya.

Well, sebenarnya bentuk seperti apa yang dicari pria itu?

Lagi pula kan hanya mengikat janji suci lantaran tak bisa membuat acara terlebih dahulu.

Ya, Theo membeli sebuah apartment untuk mereka tinggali nanti mengingat Ibunya sudah mengusirnya.

Bahkan Theo saja ragu jika Ibunya akan datang esok hari meski ia sudah mengundangnya.

Ia kembali meraih ponselnya di saku celana lalu berjalan keluar dengan gontai untuk mencari udara segar seraya menunggu Rosita memilih gaun pengantin.

Pria itu bersenandung pelan seraya mengetikan sebuah nomor diponselnya lalu menempelkan benda pipih itu di telinganya.

Tak membutuhkan waktu cukup lama akhirnya panggilan tersambung.

"Ah-- ya, saya Theo--- ingin menanyakan sesuatu."

"Apakah ada pasien bernama Vanessa Ficnie disana?" tanyanya lagi dengan mengetuk-ngetuk kakinya dilantai sembari memerhatikan jalanan.

"Oh ya--"

"Theo?" Theo langsung menoleh saat mendengar suara perempuan menyebutkan namanya.

"Yasudah. Saya matikan dulu." Lanjut Theo lagi lalu memutuskan panggilan sepihak tanpa mengalihkan pandangannya dari wanita itu.

Ia memasukkan ponselnya kedalam saku dan berdeham pelan.

Tampak jelas air wajah kegugupan di wajah pria itu.

"Sedang apa kamu disini?"

Geez!

Ingin sekali Theo memukul mulutnya saat ini karena masih menggunakan kata kamu pada wanita itu.

Wanita itu tersenyum dan memegang tali tas yang ia pakai.

"Gue mau ke Cafe yang ada disana." Jawabnya lalu menunjuk sebuah Cafe yang ada tepat di sebelah toko pengantin dengan dagunya.

Theo mengangguk dan memiringkan tubuhnya agar wanita itu bisa lewat namun wanita itu masih bergeming dan memerhatikan penampilan Theo dengan baik.

"Penampilan lo berbeda dari saat gue terakhir liat lo sebelum ke Canada." Ucapnya membuat Theo mengusap tengkuknya yang tak gatal.

"Mau ngopi bareng gue?" tawar wanita itu lagi.








Rosita langsung mengedarkan pandangannya saat keluar dan tak melihat sosok Theo disana.

Hell.

Dimana pria itu?

"Sudah selesai?" tanya seseorang membuat Rosita menoleh.

Hell.

"Darimana saja?!" semprotnya langsung saat melihat sosok Theo disana.

Pria itu menyengir dan memperhatikan gaun yang dipakai Rosita saat ini.

"Perfect." Gumamnya.

Rosita mendecak lantaran pria itu tak membalas pertanyaannya tadi.

Ia memilih kembali masuk kedalam ruang ganti daripada harus termakan emosi.

Theo tersenyum geli melihat ekspresi gadis itu.

Ah, ia yakin jika gadis itu sedang menahan kekesalannya.

Ia membuang napas pelan dan memerhatikan gadis itu yang menuju ruang ganti.

Theo tak berhenti tersenyum memandangi punggung belakang gadis itu.

Ah, sial.

Ia jadi tak sabar ingin mengurung gadis itu didalam kamar seharian.

Sepertinya ia tak perlu menyesal menolak ajakan mantannya tadi.

Ia pikir--- fokus pada satu gadis adalah tantangan baru baginya.

Ya, Theo pikir sudah waktunya untuk bermain-main lagi mengingat ia juga akan menjadi seorang ayah sebentar lagi.








"Bastian!!!" pekik Lisa kesal lantaran pria itu dengan santai nya naik ke atas kasur dan memeluknya dari belakang.

Ya Tuhan.

Lisa tau tak seharusnya ia teriak seperti itu mengingat ini sudah malam hari.

"Sssttt..." desis Bastian dan malah mempererat pelukannya.

Ia tersenyum kemenangan dibalik tubuh gadis itu. Kalaupun Lisa ingin lari--- gadis itu tak bisa.

Ya, Bastian sudah mengunci pintunya dan menyembunyikan kuncinya.

Licik bukan?

Ya, ia tak peduli.

"Lepas!"

"Nggak mau..." timpalnya dengan nada manja yang dibuat-buat.

Lisa mengembungkan pipinya yang memerah itu. Jika saja ia merupakan karakter kartun-- ia yakin jika ada asap yang keluar dari hidungnya itu.

Ia bisa merasakan tangan Bastian yang memutar tubuhnya agar berhadapan dengannya.

"Apa?" tanya Bastian dengan polosnya saat melihat tatapan kesal yang diberikan oleh gadis itu.

Lisa membuang napas kasar dan menepis tangan pria itu.

"Lepas!" pintanya.

Bastian memeletkan lidahnya dan menarik tubuh Lisa agar lebih dekat dengannya.

"Ish! Apasih!"

Bastian menyengir dan memegang pinggul gadis itu.

"Nggak ada niatan mau ngasih aku mal---"

"Nggak!" potong Lisa cepat.

Bastian mengerucutkan bibirnya dan mencubit pipi gadis itu.

"Tapi aku mau sekarang..."

Lisa mendengus sebal melihat ekspresi memohon pria itu.

"Apa kamu nggak ngerasain?"

Lisa yang merasa bingung langsung menaikkan alisnya lalu mengikuti arah pandang Bastian yang perlahan kebawah.

"Adikku berdiri."
























TBC

SUGAR DADDYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang