•••
HAPPY READING.
MOHON MAAF JIKA ADA TYPO.
•••18.42
Bastian bersiul saat melihat ada seorang wanita yang memakai rok mini sedang memilih-milih buku.
Untung saja Lisa ada si rak buku yang lain.
Tapi ... memangnya apa Lisa akan cemburu jika dia berperilaku seperti itu?
Ia langsung mendekati wanita itu dan berpura-pura memilih buku di sana juga.
Sungguh.
Niat awalnya sudah berbelok.
"Sendirian aja, neng?" tanyanya dan melirik sekilas tubuh wanita itu lalu kembali berpura-pura memilih buku.
Wanita itu hanya berdeham dan memilih berpindah pada rak buku yang lain.
"Cih, dasar sombong." Gerutu Bastian dan menendang udara kosong disana.
"Loh? Kok malah disini, om?" tanya Lisa yang baru saja datang.
Bastian menyengir dan melirik sekitar.
"Buku seputar islam disana." Tunjuk Lisa dengan telunjuknya membuat Bastian mengangguk.
Lalu setelah itu Lisa kembali memilih-milih buku disana.
Bastian langsung melangkahkan kaki menuju bagian lain yang Lisa tunjuk tadi.
Sialan.
Ngeliat wanita pakai rok mini saja bisa membuat celana nya menjadi sesak.
Ya, ia merasa adiknya menegang saat ini.
Double shit.
Adiknya bangun di saat yang tak tepat pikirnya.
Dengan cepat ia menuju bagian buku seputar islam lalu melihat-lihat buku yang menurutnya bisa di gunakan untuk pembelajaran.
Setelah cukup ia langsung kembali mencari Lisa dengan membawa 3 buku di tangannya.
Ia menelusuri setiap rak buku hingga bertemu dengan wanita yang memaka rok mini itu lagi.
Bastian melirik sekitar lalu kembali bersiul dan mendekati wanita itu.
"Cari apa, neng?" tanyanya basa-basi.
Masa bodoh ia dibilang tak tahu malu.
Yang penting adiknya harus mendapat pelampiasan saat ini.
Ia tak peduli jika harus berakhir di toilet mall.
Perlahan tapi pasti wanita itu menoleh melirik Bastian dan mengamati penampilan Bastian dengan tatapan tertarik.
Sebastian mencemooh dalam hati. Benar-benar wanita masa kini. Pikirnya.
Ya, wanita itu langsung memberi tatapan tertarik setelah menafsir jati diri Bastian seperti apa yang dilakukan wanita-wanita yang Bastian temui sebelumnya.
"Kenapa, om?" tanyanya manja membuat Sebastian terlonjak kaget.
Sial.
Kenapa suaranya seperti di paksakan?
Sebastian memerhatikan wanita itu baik-baik dan langsung bergidik ngeri.
"Bang*at. Perempuan berjakun!" Gerutunya lalu pergi dari sana.
Dan seketika adiknya langsung kembali tidur karena itu.
Ah, sialan pikirnya.
Hampir saja ia ketipu. Pikirnya.
•••••••
19.44
"Yak!" pekik Jihan kaget saat melihat Ray masuk kedalam kamarnya hanya memakai handuk hingga memperlihatkan otot perutnya.
Ia langsung menutup matanya.
Sialan.
Jantungnya tak bisa di kontrol.
Melihat itu saja ia sudah gemetaran.
Ray tersenyum geli dan mendekati Jihan.
"Kok ditutup?"
"Kok kesini, bang?!" pekik Jihan dengan suara tertahan dan masih dengan posisi menutup matanya.
Ray mendecak lalu menarik tangan Jihan. Namun gadis itu masih memejamkan matanya.
"Buka atau saya ci--"
Entah apa yang Ray lanjutkan--- Jihan langsung membuka matanya.
Ia memiliki firasat buruk dengan apa yang akan Ray ucapkan.
Ray tertawa pelan lalu mendorong kening Jihan dengan telunjuknya.
"Ngapain disini, bang?" tanyanya lagi berusaha tenang.
Ya, karena dengan santai nya pria itu masuk ke dalam kamar Jihan.
Untung saja ia tak sedang ganti baju.
Mungkin jika ia sedang ganti baju akan panjang urusannya. Pikirnya.
"Daritadi bell rumah berbunyi. Kamu nggak dengar?"
Jihan mengerjapkan matanya.
Mungkin karena ia memakai earphones maka dari itu ia tak mendengar bunyi bell.
Tapi ... kenapa Ray tak langsung membukanya tapi malah menghampiri Jihan terlebih dahulu.
Ray mengangkat tangannya lalu mengusap puncak kepala Jihan.
Ia menatap manik gadis itu lekat lalu membuang napas pelan.
"Besok aja ya kamu pulang."
"Maksudnya?"
"Istri saya ada di depan pintu."
•••••
20.22
"Tanggung jawab pokoknya!" pekik Rosita tak mau tau.
Ya, ia sekarang berada di rumah sakit dan mengamuk-ngamuk di ruangan Theo.
Ya Tuhan.
Apa lagi ini? Pikir Theo.
Ia sudah cukup pusing mengurusi pasien.
Tetapi Rosita malah datang dan mengamuk. Ia melihat perut gadis itu semakin membesar.
Argh!
Jujur saja Theo belum mau menikah jadi ia benar-benar tak bisa bertanggung jawab.
Ia masih mau menikmati hidupnya yang bebas tanpa terikat status.
Maka dari itu setiap hari ia menitipkan sesuatu untuk di berikan pada Rosita.
Bahkan pernah terlintas di pikiran Theo untuk memberikan makanan yang bisa menggugurkan kandungan gadis itu.
Masa bodoh ia dibilang pecundang.
Ia masih ingin menikmati masa bebas itu.
Theo jadi merutuki dirinya sendiri karena tak pakai pengaman.
Ya, bagaimana ia mau pakai pengaman jika ia melakukan itu di toilet umum dengan Rosita?
Ia menarik napas dalam dan menarik Rosita lembut agar tenang.
"Iya-iya. Saya tanggung jawab." Ucapnya kemudian.
Dan perlahan ia bisa merasakan tubuh Rosita tak terlalu tegang seperti tadi.
Ada kelegaan di hatinya.
Semoga ia tak memilih keputusan yang salah. Pikir Theo.
TBC