Happy Reading!
+++
"Astagfirullahaladzim! Kalian ngapain, sih, datang kesini?!" Ucap Bastian dengan lidah cadelnya membuat Lisa tanpa sadar tertawa. Ia baru sadar jika suaminya itu tak bisa menyebutkan huruf 's'.
Well, mereka baru saja pulang dari supermarket namun mereka sudah melihat sosok Rayhan dan Theo tengah bersantai di teras rumah mereka. Bahkan Bastian tanpa sadar hingga ia menyebutkan kalimat itu.
Ya, bagaimana tidak, alam bawah sadarnya saja sudah merasa terganggu. Padahal ia sudah mengajak istrinya itu untuk pulang cepat agar bisa bermesraan namun apa yang ia dapat ia menemukan kedua temannya yang tak diundang itu tengah duduk diteras rumahnya sembari menyesap rokok.
"Lo kayak ngeliat setan, aja. Santai aja kali." Sahut Theo sembari mematikan rokok-nya. Pasalnya Bastian sudah pernah memperingati mereka agar tak merokok jika ada sang istri.
Lisa kembali tertawa mendengar itu membuat Bastian menjadi kesal sendiri. Sedangkan Rayhan hanya duduk santai sembari tertawa pelan melihat sikap temannya itu.
Segera Lisa menuju arah pintu untuk membukanya membuat mereka sedikit bergeser. Sedangkan Bastian sudah misuh-misuh sembari ikut bergabung duduk dengan mereka.
"Ganggu aja kalian. Masih siang, ngapain kesini?" Cetusnya dan bersamaan dengan itu juga Lisa sudah membuka pintunya dengan lebar.
"Masuk, om." Ucapnya sembari melirik mereka lalu melangkahkan kakinya masuk kedalam untuk meletakan makanan-makanan yang dibeli tadi kedalam kulkas.
"Gue ada masalah. Kalau Theo gue nggak tau, soalnya nggak janjian kesini." Sahut Rayhan saat sudah memastikan jika Lisa masuk kedalam.
"Terus kalau, lo?" Tanya Bastian dengan nada sewot yang malah membuat Theo tertawa.
"Ketahuan amat lo gagal kelonan sama bini lo gara-gara kita datang." Cibirnya dengan kekehan membuat tawa Rayhan lepas. Sedangkan yang dicibirin hanya mengumpat pelan. "Dan gue juga sama kayak Rayhan ada masalah." Sambungnya lagi dengan sisa-sisa tawa.
Sungguh! wajah Bastian benar-benar 2x lebih datar dari biasanya membuat Theo tak bisa berhenti tertawa.
"Gue nyebat lagi boleh nggak? Istri lo sudah kedalam juga." Izin Rayhan yang dibalas deheman oleh Bastian.
Ia tak ingin bertanya lebih lanjut karena mereka semua tak pernah saling bertanya dan akan menceritakan dengan sendirinya jika masalah yang mereka hadapi terasa benar-benar jadi sulit. Namun meski begitu tetap saja Bastian merasa kesal. Meski kedua temannya itu mau mencari hiburan namun tetap saja, ini bukanlah waktu yang tepat untuknya.
"Btw, Bianca jadi tetangga gue." Ucap Theo kemudian setelah berfikir cukup lama. Meski jujur saja ia ragu untuk menceritakan hal yang tak terlalu penting itu.
"Terus? Jangan bilang lo belum bisa move on dan lari kerumah gue karena dilema lo yang nggak jelas itu?" Sewot Bastian lagi yang langsung diangguki oleh Theo.
Melihat Theo mengangguk mengiyakan membuatnya menggelengkan kepalanya. "Ingat. Lo sudah punya istri."
"Iya, gue ingat. Tapi masalahnya Bianca sama Tata itu saling kenal."
"Yaelah." Desis Bastian pelan. Ia bingung harus menjawab apa lagi karena ia juga tak pernah berada di posisi temannya itu. Hanya saja, ia tahu betul jika temannya itu dulu benar-benar tergila pada wanita yang bernama, Bianca.
"Lo gimana, Ray? Nggak mau sesi curhat juga?" Cibir Bastian sembari melirik Rayhan yang terkekeh pelan.
"Nanti aja. Lagian cuman masalah kecil." Bastian dan Theo sontak mengangguk mendengar itu.
"Dek..." Panggil Bastian dengan suara putus asa pada Lisa yang tengah asik menonton TV.
"Hm... Apa?" Balas Lisa tanpa menoleh. Ini sudah menunjukkan pukul 8 malam, dan ia benar-benar malas untuk bergerak terlebih lagi perutnya benar-benar terasa sakit.
"Serius datang bulan?" Tanya Bastian lagi."
"Ho'oh. Kan, liat sendiri tadi." Jawab Lisa tak minat. Padahal jelas sekali sore tadi setelah kedua teman suaminya pergi, suaminya itu melihat celana bagian belakangnya berubah menjadi berwarna merah sebelum ia benar-benar menyadarinya.
Bastian menghela nafas pelan lalu meletakan kepalanya di atas paha gadis itu tanpa permisi dengan kaki yang ditekuk ke atas karena sofa nya tak terlalu panjang.
"Padahal aku lagi mau, lho." Ucap Bastian dengan polos sembari memandangi wajah istrinya yang lagi fokus menonton dari bawah. Jujur saja ia tak tertarik dengan apa yang ditonton istrinya karena gadis itu menonton acara Korea yang dimana Bastian tak terlalu menyukainya.
"Yaudah, sabar." Balas Lisa sewot. Entahlah, suasana hatinya selalu saja tak bagus jika sedang mengalami datang bulan.
"Kamu nanti mau kuliah dimana?" Bastian mulai mengganti topik agar nafsunya itu mereda. Jujur saja daritadi ia berandai-andai akan kedua temannya yang tak datang siang tadi agar ia bisa bermesraan dengan istrinya itu. Namun tetap saja, kejadian yang sudah berlalu tak bisa diulang kembali. Mungkin jika ia tahu kalau istrinya itu bakal datang bulan, ia tak akan mengajak gadis itu untuk pergi keluar.
Lisa menoleh kebawah membuat pandangan mereka saling bertemu. "Serius mau nyuruh aku kuliah? Masak aja aku belum bisa. Nanti bakal kacau buat ngurus rumah." Balasnya. Suasana hatinya kembali berubah. Ia menjawab dengan sedikit santai dan lembut.
"Kalau soal masak, kan, nggak harus setiap hari juga belajarnya. Lagian sekarang serba mudah, kok. Aku bisa aja pesan makanan diluar kalau kamu belum bisa masak." Balasnya lagi seraya mengusap pipi Lisa lembut.
Ia benar-benar merasa nyaman berada didekat gadis itu meski awalnya ia menikahi gadis itu belum memiliki perasaan khusus apapun.
"Mau, kan, kuliah? Aku nggak mau nanti kamu malah nyesal nikah sama aku gara-gara harus ngurusin aku terus. Sedangkan teman-teman sebaya kamu malah lanjutin pendidikannya."
Damn! Kalau Lisa boleh jujur. Ia benar-benar tersentuh mendengar ucapan pria itu. Dan ini adalah pertama kalinya mereka berbicara tanpa sebuah candaan. Meski terkesan melankolis namun tetap saja, ucapan pria itu malah membuatnya merasa tak menyesal telah dipinang oleh pria itu.
Lisa hanya bisa tertawa pelan untuk menghilangkan kecanggungannya. Pipinya terasa memanas apa lagi Bastian terus menatapnya. "Kok jadi serius begini bahasannya." Cicitnya dengan tawaan pelan meski ia juga merasa tak ada lucu-lucunya.
"Nggak apa-apa." Balas Bastian membuat lagi. "Biasakan jangan ketawa begitu kalau aku lagi serius. Aku nggak suka karena aku ngerasa kamu itu nganggap ucapanku sebagai lelucon." Sambungnya lagi membuat Lisa terdiam.
Well, pria itu benar-benar serius sehingga membuat Lisa menjadi susah bernafas karena salah tingkah.
"Ciumnya mana?" Ucap Bastian lagi saat merasa Lisa menjadi tak enak karena ucapannya.
"Ih! Apasih!" Cibir Lisa saat Bastian memainkan matanya seraya menepuk-nepuk pipinya untuk menyuruh Lisa mencium pipi nya.
Bastian tertawa geli melihat reaksi gadis itu dan langsung mencium bibir gadis itu tanpa permisi. "Kalau kuliah nanti. Jangan genit kalau ngeliat yang lebih dari aku, ya."
TBC