CHAP 10

7.2K 773 20
                                    

Sider?

Yaudah iya.

Happy Reading.

••••

Bastian bergidik ngeri dan langsung menutupi selangkangannya dengan satu tangan.

Sial.

Mendengar penuturan Theo barusan membuat ia jadi takut sendiri.

Ya, Theo bilang setelah memeluk agama yang sama seperti Lisa--- ia harus menyunat dirinya.

Geez!

Ia tak ingin membayangkan itu. Memikirkan nama keren-nya yang ingin di ganti saja sudah cukup pusing.

"Ahmad babas aja lebih simple." Saran Ray kemudian.

Kedua temannya itu mendecak. Padahal membahas tentang nama sudah selesai daritadi.

Kenapa pria itu baru memberi saran sekarang?

"Apaan Ahmad Babas-- nama gue Bastian." Sahut Bastian tak terima.

"Alimuddin Bastian?" kini Theo memberi saran.

Bastian mendecak.

Kenapa juga harus mengganti nama pikirnya? Memangnya ada yang salah dengan namanya?

Dan terlebih lagi yang menyarankan nama itu sendiri adalah non muslim.

Bagaimana caranya Bastian tahu seputar islam jika begini?

"Muhammad Sebastian aja." Jawab Bastian pasrah.

Lagi pula di kantornya banyak yang menggunakan nama Muhammad yang beragama islam.

Jadi tak salah 'kan ia memakai nama itu?

Theo mengangguk dan langsung merogoh ponselnya untuk menelpon seseorang.

Ya, Theo memiliki banyak teman yang bekerja di pengadilan negri jadi bisa digunakan untuk membantu Bastian yang ingin mengganti namanya agar lebih mudah.

Karena setahunya, mengganti nama tak semudah berpindah agama.

"Lo harus mikir matang-matang lagi, deh." Saran Ray.

Ia tak mau Sebastian salah langkah hingga nekat seperti itu hanya untuk mengincar kehormatan Lisa.

Sebastian mengangguk dan meraih ponselnya untuk melihat jam disana.

Tinggal satu jam lagi hingga Lisa pulang sekolah.

Untung saja hari ini ia izin off untuk mengurus semua keperluannya jadi bisa menjemput Lisa lebih awal.

Ah, sepertinya dia harus mendatangi Lisa ke sekolah.

•••••

Waktu menunjukkan hampir pukul empat sore yang berarti bell pulang sekolah akan berbunyi sebentar lagi.

Tetapi bukannya semangat, Lisa malah tidur di dalam kelas tanpa memperdulikan Jihan yang menyenggol kursinya dari belakang menyuruh bangun.

Ya, seharusnya Lisa tak usah tidur mengingat pelajaran terakhir adalah math dan gurunya terkenal killer.

Apakah Lisa tak takut?

Febi malah menempelkan jari telunjuknya sambil melirik Jihan untuk menyuruh membiarkan Lisa daripada guru mereka sadar karena suara senggolan kursi itu.

Jihan mendengus dan kembali fokus kedepan. Matanya langsung melebar dan reflek mendorong kursi Lisa dengan kuat hingga gadis itu terbangun.

"Apaan?!" dengus Lisa langsung dan membalikkan badannya.

SUGAR DADDYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang