CHAP 9

7.5K 830 60
                                    

SIDER?

Yaudah iya.

Happy Reading.

••••

Engkau masih anak sekolah~

Tiga SMA~

Belum tepat waktu tuk begitu begini~

Anak sekolah~

Datang kemb---

"Nggak usah dangdut gitu, deh." Cibir Bastian membuat Ray berhenti menyanyi.

Ya, sejak kapan Ray suka lagu seperti itu?

Dan terlebih lagi liriknya di ubah?

Jujur saja Bastian juga salah satu penikmat lagu itu bahkan menghapal liriknya.

Namun ia tak seperti Ray hingga menggati lirik lagunya.

Ray tertawa pelan dan menurunkan kaca mobilnya.

Setelah mengantar Lisa pulang--- Sebastian langsung menjemput Ray di rumahnya.

Ya, seperti biasanya.

Pergi ke club setiap malam minggu seperti tradisi tersendiri buat mereka.

Ya, ini malam minggu.

Tetapi sebelum itu mereka akan menjemput Theo juga. Meski mereka pergi menggunakan mobil Sebastian namun tak membuat Sebastian pusing akan bensin mobil nya.

Ya, karena jika pergi bertiga pasti Ray yang akan mengisi bensin nya tanpa di beri kode.

Sebastian memutar stir-nya dan berhenti di depan salah satu rumah sakit terbesar di Jakarta.

Ia bersiul pelan saat melihat perawat yang sering ia goda akhir-akhir ini setiap menjemput Theo.

Ray menahan tawanya melihat itu

Apakah Lisa tidak cukup untuk Bastian hingga pria itu masih bersiul saat melihat wanita lain?

Tak membutuhkan waktu cukup lama akhirnya Theo masuk ke dalam mobilnya dengan setelan putih layaknya seorang dokter pada umum nya.

Penampilan nya tampak kacau tak seperti sebelum-sebelumnya.

Mungkin ia sedang mengalami masalah ketika menangani pasien. Pikir kedua temannya itu.

"Biasa aja dong muka lo." Cibir Sebastian dan mulai menjalankan mobilnya keluar dari kawasan rumah sakit.

Theo membuka jas putihnya itu lalu di tempatkan di atas kursi sebelahnya yang kosong.

"Gue hamilin anak orang, njir." Ucapnya hingga terdengar decitan ban mobil yang tiba-tiba berhenti dengan paksa.

Sial.

Sebastian yang mendengar itu reflek mengerem mendadak.

Ray langsung membetulkan posisinya menghadap belakang.

"Seriusan lo?" tanyanya tak percaya.

Theo mengangguk dan menyisir rambutnya kebelakang dengan jemarinya.

Sebastian kembali menjalankan mobilnya.

Bukan bermaksud berlebihan--- namun Theo itu selalu pakai pengaman ketika meniduri wanita malam dan sejenisnya.

Jadi, bagaimana bisa?

"Siapa yang lo hamilin?" kini Bastian buka suara.

"Rosita. Ingat, nggak?" ucapnya membuat kedua temannya itu bergeming sejenak mengingat nama perempuan itu.

Theo mendecak dan memilih merogoh ponselnya dan mencari foto perempuan yang ia maksud.

Ia membalikkan ponsel nya membuat Bastian dan Ray menoleh bahkan kini Bastian mengurangi kecepatannya untuk mengingat perempuan itu.

Ia membalikkan ponsel nya membuat Bastian dan Ray menoleh bahkan kini Bastian mengurangi kecepatannya untuk mengingat perempuan itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Itu remaja yang dikenalin Febi sebulan yang lalu, bukan?" tanya Sebastian yang di angguki Theo.

"Masih perawan?" Kini Ray bertanya membuat Theo memukul kepalanya dengan ponselnya.

"Masih, lah! Gue yang perawanin." Ucapnya bangga.

"Cantik, sih. Nggak cocok buat lo." Sahut Bastian dengan kekehan.

"Punya gue jangan di puji!" seru Theo tak suka membuat kedua temannya itu terkikik geli.

"Jadi gimana? Lo tanggung jawab?" tanya Ray.

Theo memainkan kedua alisnya naik turun. "Nggak."

••••••

Bego, idiot, sinting.

Ya, itulah sumpah serapah halus yang Jihan keluarkan saat Bastian membawa pulang Ray dalam keadaan mabuk.

Dan bodohnya Bastian langsung pergi begitu saja tanpa berniat membantu membawa Ray masuk kedalam kamarnya hingga membuat Jihan sedikit kesusahan menyeret pria itu.

Triple shit.

Ia merasa menjadi baby sitter disana namun bedanya ia mengurusi Ray-pria tua-.

"Bang, bangun!" serunya dan menggoyangkan tubuh pria itu.

Namun yang di balas hanya dengan racauan tak jelas membuat Jihan semakin kesal dan menempatkan Ray di lantai lalu menarik tangannya seperti menarik sebuah benda.

Masa bodoh.

Pria itu mabuk 'kan?

Jadi tak mungkin sadar.

Tapi satu fakta yang harus Jihan ketahui sekarang.

Kamar Ray ada di lantai dua jadi tak mungkin ia menyeret pria itu menaiki tangga.

Ia melepas tangan Ray dan berpikir sejenak sembari menggigit kuku-nya.

"Eh!" pekiknya terkejut saat melihat Ray memeluknya dari belakang. Namun yang di peluk adalah lehernya hingga membuat ia jadi geli sendiri.

"Bangun ,om!"

Bukannya bangun tetapi tangan pria itu yang kini di leher sudah menurun ke dada Jihan membuat Jihan langsung mendorong pria itu kebelakang hingga tersungkur.

Ia memegang kepalanya yang terasa pening. Samar-samar ia melihat wajah Jihan yang memerah.

Ray tersenyum miring.

Apakah Jihan tidak tahu jika ia sudah sadar ketika memegang dada milik gadis itu?

Ia kembali meracau tak jelas layaknya orang mabuk dan bangkit menggendong Jihan ala bridal menuju kamarnya di lantai dua.

Semua perlawanan Jihan tak ada artinya dan tak sebanding dengan Ray.

Ray langsung menghempaskan tubuh gadis itu di atas kasur.

Wajah nya memancarkan ketakutan.

Ia semakin tersenyum jahil dan merebahkan tubuhnya di sebelah Jihan lalu menarik tubuh gadis itu agar merapat dengan tubuhnya.

Ray bisa mencium aroma khas tubuh Jihan.

Tubuh gadis itu bergetar membuat ia menjadi merasa bersalah.

Bagaimana ia ingin menjadikan gadis itu istri kedua jika seperti ini saja sudah ketakutan?








TBC

SUGAR DADDYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang