Mungkin bakal panjang. Soalnya chap terakhir (^~^)
••••••
Rosita memutuskan beranjak dari sana untuk mencari sumber suara suaminya itu.
"Tey?" panggilnya dan mulai menyalakan lampu ruang tengah dan melihat Theo yang terlihat terkejut dengan ponsel yang masih ia tempelkan di telinga.
"Telponan sama siapa?"
Theo mengusap dada nya karena terkejut.
"Gue matikan dulu," ucap Theo lalu mematikan sambungan telepon dan mulai mendekati istrinya itu namun Rosita malah melangkah mundur.
"Telponan sama siapa tadi?!" tanyanya dengan kesal.
Theo membuang napas pelan. "Temanku. Tadi ngajak ke club. Kalau nggak percaya, cek sendiri." Balasnya mencoba membuat istrinya itu tenang lalu memberikan ponselnya.
Rosita berdeham pelan membaca nama panggilan masuk tadi.
"Siapa Kaisar? Teman yang mana?" tanyanya menyelidiki.
Pasalnya ia baru mendengar nama itu. Yang ia tahu teman-teman Theo hanya Bastian dan Rayhan.
"Itu teman SMA. Kenal sama Rayhan dan Bastian juga, kok." Balasnya jujur. "Baru balik dari Los Angeles jadi mungkin kamu merasa asing." Sambungnya lagi membuat gadis itu mengangguk.
Rosita membuang napas lega. Ia pikir suaminya itu tengah berbohong dan masih memiliki wanita lain karena ia masih memiliki firasat yang tidak enak akhir-akhir ini.
"Ayo, tidur." Ajak Theo lalu menggendong istrinya itu ala bridal.
Rosita terkekeh pelan dan mengangkat kepalanya untuk mengecup pipi suaminya itu.
Ah, seharusnya ia tak perlu memikirkan hal aneh. Lagi pula Theo sudah bertanggung jawab meski harus di usir dari rumahnya.
••••••
"Loh? Shill? Nggak kerja?" tanya Bastian dengan heran. Wanita itu tiba-tiba masuk ke dalam ruangan nya dan duduk santai di atas sofa dengan raut wajah kesal seraya bersedekap dada.
Ia takut jika karyawan yang lain malah berpikir aneh-aneh karena mereka tak terlihat akrab di kantor.
"Ray..." desisnya dengan nada kesal.
Bastian memutuskan bangkit dari kursi besarnya dan mengambilkan minuman dingin pada kulkas lalu disodorkan pada wanita itu.
"Ray kenapa?" tanyanya kemudian duduk di depan wanita itu. Wajahnya terlihat memerah dan menahan tangis.
"Astaga. Belum jadian masa gue di tolak?!" ucapnya dengan frustasi.
Bastian menggeleng pelan. Apa-apaan pikirnya?
Datang ke ruangannya cuman ingin membahas hal tak jelas seperti itu. Terlebih lagi ini masih di bilang terlalu pagi dan sibuk-sibuknya bekerja.
"Yaudah. Bukan jodoh kali." Timpal Bastian dengan nada santai.
Lagi pula jika Ray menolak wanita itu, tak ada alasan lagi Bastian untuk mendukungnya.