ZZZZ. SIDER DERAS HUHU..
••••
"Bokap sama Nyokap sudah kecewa sama lo. Sekarang lo mau gimana? Lo bahkan sudah berhenti untuk sementara di dunia permodelan karena lagi hamil, kan?"
Saat ini Angel tengah berusaha membuka pikira kakak-nya itu, Vanessa. Sesekali ia mengedarkan pandangannya didalam cafe itu untuk melihat apakah Kaisar sudah kembali dari toilet apa tidak.
"Harapan lo satu-satunya sekarang cuman Kaisar agar lo bisa hidup enak kembali..." Sambungnya hampir terdengar seperti berbisik.
Vanessa hanya bergeming. Ia masih merasa sakit kepala. Entahlah, itu bawaan dari dirinya yang sedang mengandung atau tidak.
Padahal dirinya sudah berkali-kali mencoba menggugurkan kandungan yang baru memasuki usia tiga bulan itu. Tetapi Tuhan berkehendak lain. Semakin Vanessa berusaha, janin itu seakan-akan semakin kuat bahkan membuat tubuh Vanessa semakin lemah akibat mual muntah dan sakit kepala yang masih ia rasakan.
"Van---"
"Kasih gue waktu, ngel." Potongnya cepat.
Angel menghela nafas berat. Dirinya merasa kesal pada saudari itu.
"Nggak usah pikirin Rayhan lagi, deh. Lagian dia sudah nikah. Nggak perlu nyesal." Tegasnya mengingat bahwa Vanessa masih terus memikirkan sosok Rayhan.
Ya, Angel mengingat jelas bagaimana Vanessa bercerita tentang baiknya Rayhan pada dirinya yang selalu memanjakan nya.
Entahlah, Vanessa merasa menyesal atau hanya merindukan sikap manis pria itu. Terlebih lagi anak yang ia kandung merupakan anak dari Rayhan. Bagaimana bisa ia melupakan pria itu dengan mudah?
"Serius amat! Ngomongin apaan kalian?" Seru Kaisar yang baru saja kembali membuat Angel menarik badannya agar kembali duduk normal.
Bukannya menjawab ia hanya menyengir. Sedangkan Vanessa malah merebahkan kepalanya di atas meja sembari memejamkan nya.
"Van, mau pulang aja? Jangan paksain diri buat jalan-jalan." Ucap Kaisar memandang puncak kepala wanita itu.
"Kalau gitu, gue pamit duluan, ya." Pamit Angel sembari bangkit dari posisinya membuat Kaisar menoleh lalu mengangguk.
Ia kembali melirik Vanessa dan memanggil nama wanita itu, namun tak ada respon membuat ia memilih bangkit dari posisinya dan sedikit berjongkok didepan Vanessa sembari menepuk pipi wanita itu.
"Van?"
Wajahnya terlihat pucat bahkan lebih pucat dari biasanya.
"Van?"
"Ray..." Gumam Vanessa pelan. "Maaf, Ray..."
Mendengar itu Kaisar hanya bergeming. Ia menatap Vanessa iba. Ia mengepalkan kedua tangannya. Dada nya juga terasa sesak.
Seharusnya dari awal ia sadar bahwa rumah tangga Vanessa dan Rayhan baik-baik saja sebelum ada dirinya.
Sesekali Rayhan melirik arloji di tangan kirinya. Sudah hampir menunjukkan pukul 4 sore namun Jihan tak kunjung terlihat.
Ia hanya melongo seorang diri di dalam kantin kampus itu.
Bohong jika ia tak merasa kalau beberapa mahasiswi disana pada curi-curi pandang melirik dirinya.
"Bang, nungguin siapa, sih? Kok gue daritadi liat sendirian aja? Abang bukan mahasiswa kampus ini, kan?" Tanya salah seorang wanita membuat Rayhan mendongakkan kepalanya.
Bukannya menjawab ia malah mengalihkan pandangannya menuju pintu dengan harap Jihan datang.
Rayhan bisa merasa wanita itu mencebik pelan namun mulai mendekatkan wajahnya pada telinganya. "Abang suka cari cewek BO, nggak?" Bisiknya membuat mata Rayhan mengerjap lalu melirik wanita itu yang langsung disambut sebuah senyuman.
"Ehem!" Sontak mereka berdua menoleh.
Rayhan langsung berdiri saat melihat sosok Jihan yang baru saja datang dan memandang mereka tak suka.
"Yaelah, anak baru suka laki-laki yang begini juga, ya?" Ketus wanita itu saat melihat sosok Jihan.
Jihan tertawa pelan mendengar itu lalu melotot pada Rayhan mengisyaratkan agar pria itu menjauh dari wanita itu.
"Laki-laki begini gimana? Ini suami saya, mba." Jawab Jihan tak suka yang malah membuat Rayhan mengulum senyumnya.
Entahlah, ia suka mendengar apa yang diucapkan Jihan dengan nada amarah. Ia merasa istrinya itu sedang cemburu saat ini.
Bukannya menjawab, wanita tadi langsung berlalu dari sana membuat Jihan langsung meraih tangan Rayhan untuk pergi dari sana.
"Abang ngapain deh ladenin cewek begitu?"
"Aku nggak ladenin, sayang..."
"Bohong. Mentang-mentang badannya seksi." Sinis Jihan mengingat wanita tadi yang memiliki bentuk tubuh seperti sebuah gitar. Terlebih lagi baju wanita tadi begitu terbuka.
"Masih seksi kamu, kok." Mendengar itu Jihan malah menjadi kesal sendiri.
Seksi? Bahkan tanpa perlu berkaca pun ia sudah tahu bahwa dirinya memiliki tubuh yang kurus.
Ck.
"Mau jalan nggak, dek?" Tanya Bastian sembari menikmati makanan yang disiapkan oleh Lisa.
Wanita itu tak makan dan memilih duduk didepannya sembari memainkan ponselnya membaca berita terbaru yang ada di sosial media.
"Kemana?"
"Kemana aja. Lagian suntuk kalau liburan dirumah aja."
Lisa bergeming. Ia jadi berfikir jika Bastian bosan berada disitu meskipun ada dirinya yang juga menemani.
"Yaudah. Sembarang aja."
Bastian mengangguk dan mempercepat melahap makanannya.
Kring!!!
Sedaritadi Theo terus menggeram sembari menggaruk tangannya. Entahlah, hari ini ia tampak kacau.
Bahkan Axel yang berada digendongannya terus menangis. Ia kian menjadi panik dan dirinya terus saja gelisah.
Sesekali ia mengayunkan gendongannya dan menggaruk tangannya secara bersamaan.
"Bisa gila gue kalau begini!" Serunya sembari berlari pelan menuju sofa mencari ponselnya.
Segera ia mencari sebuah kontak dan menghubungi kontak itu.
Ia kembali menggeram sembari menunggu jawaban.
"Halo?"
"L-lisa? Bastian mana?" Tanyanya dan terdengar diseberang sana percakapan Lisa dan Bastian.
"Kenapa The?"
"Gue butuh itu, Bas."
"Bentar." Terdengar diseberang sana Bastian seperti menghentikan aktivitas nya bahkan suara Lisa sudah tak lagi terdengar.
"Gue butuh obat itu. Gue pengen lo cariin buat gue. Kenalan gue sudah ditangkap."
"Mending lo tenang dulu, deh. Axel nangis gitu malah lo mikir pengen pakai narkoba." Ucapnya dengan nada pelan diujungnya seperti takut jika Lisa mendengarnya.
"Gue lagi sakau, Bas." Ucapnya terdengar putus asa. "Gue tau lo masih pakai begitu makanya gue minta tolong lo buat cariin gue obat itu."
TBC