CHAP 35

5.2K 520 5
                                    

Happy Reading

••••

Rayhan terlihat tengah duduk santai dengan earphones putih yang menyumpal kedua telinganya.

Saat ini ia tengah menunggu waktu keberangkatannya yang menuju Medan untuk perjalanan bisnis nya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Saat ini ia tengah menunggu waktu keberangkatannya yang menuju Medan untuk perjalanan bisnis nya.

Namun sebenarnya ia akan bertugas esok lusa tetapi ia memutuskan untuk pergi hari itu dan menyuruh sekertaris nya mencarikan nya tiket.

Well...

Seperti sekarang ia sedang menunggu dengan santai nya seorang diri. Ia tak membawa pakaian apa pun lantaran ia memiliki rumah di Medan. Jadi ia pikir tak perlu membawa koper untuk mengisi barang-barangnya.

Rayhan melepaskan salah satu earphone yang ia pakai saat melihat beberapa orang disana tengah berdiri.

Ia mendengar pemberitahuan keberangkatan menuju Medan disuruh bersiap-siap membuat ia melepaskan earphone yang ia pakai dan memasukan nya ke dalam saku celana.

Sesekali ia mengedarkan pandangannya dan memberikan tiket nya pada petugas disana untuk di periksa. Sudah lama semenjak ia membuka usaha di Jakarta hingga menjadi sukses, ia tak pernah kembali ke Medan.

Meski ia sesekali menghubungi orangtua nya di Medan namun tetap saja ia merasa bersalah karena tak pernah mengunjungi orangtua nya lagi karena terlalu sibuk.

Bahkan ia memberitahu orangtua nya mengenai perceraian nya dengan Vanessa juga melalui telepon.

Setelah selesai melakukan pemeriksaan tiket, ia langsung melangkahkan kaki nya pergi dari sana.

Ia langsung mencari tempat duduk yang tertulis di tiket nya. Rayhan tak menyangka jika ia menyuruh sekertaris nya itu untuk memesankan penerbangan kelas biasa.

Ah, sial...

Ia langsung mendaratkan bokong nya di atas kursi miliknya. Rayhan duduk tepat di dekat jendela membuat ia bisa melihat suasana pagi hari ini.

Suara bising orang-orang yang tengah melangkahkan kakinya untuk mencari kursi dan juga menyimpan koper nya pada kini perlahan mulai senyap.

Rayhan mendongakkan kepalanya dan melirik sekitar. Kursi-kursi terlihat penuh dan kursi di tengah bagian deretan yang ia duduki masih kosong.

Hanya dia dan seorang pria paruh baya disana.

Ia mengambil earphones nya dan kembali menyumpal telinga nya lalu memutar lagu dari ponselnya.

"Maaf, mas. Tidak boleh memainkan ponsel." Tegur pramugari yang lewat disana membuat Rayhan mengangguk dan mendengus pelan.

Pramugari itu tersenyum dan berlalu dari sana.

Rayhan menggerutu dalam hati. Lagi pula ia juga tak menyalakan jaringan nya. Pikirnya.

Ia kembali mengedarkan pandangannya dan langsung memicingkan matanya saat melihat sosok yang ia kenali.
Disisi lain, Jihan tengah berlari seraya memegang koper kecil yang ia bawa.

Sial...

Ia kesiangan. Ia menjadi menyesal memesan penerbangan pagi.

Tapi, ia juga tak mau uang tiket hangus begitu saja.

Ia membuang napas legas saat berhasil memasuki dalam pesawat. Kursi-kursi disana terlihat sudah terisi.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya pramugari disana membuat Jihan menyodorkan tiket yang ia pegang lalu di tuntun menuju kursi miliknya.

Setelah sampai, gadis itu langsung mengangkat koper kecil nya untuk dimasukkan kedalam kabin.

"Jihan?"

Jihan yang hendak memasukkan koper kecil nya di kabin kecil langsung menoleh. Ia melotot dengan tatapan tak percaya.

"Biar saya bantu, mba." Tawar Pramugari disana dan membantu Jihan memasukkan koper nya lalu menyuruh Jihan duduk saja.

Sial...

Jihan melihat nomor kursi yang ada di tiket nya.

Ia berharap ia salah nomor tetapi kursi miliknya tepat di sebelah Rayhan.

Pria paruh baya yang duduk disana sedikit memundurkan kaki nya agar Jihan bisa masuk.

Napas Jihan terasa tercekat. Ia langsung duduk di sebelah Rayhan dan bisa mencium aroma parfum yang pria itu pakai.

"A-abang kok disini juga?" Tanyanya tanpa melirik.

Ia menjadi salah tingkah sendiri meski Rayhan terlihat biasa saja menyikapinya.

"Mau ke Medan." Balasnya.

Jihan mengangguk. Sebisa mungkin ia terlihat santai namun tak bisa.

Ia benar-benar dekat dengan pria itu.

Entah, ia harus menyebut itu adalah keberuntungan atau tidak. Yang pasti jantung nya terus berpacu lebih cepat dan perut nya juga terasa seperti banyak kupu-kupu yang berterbangan.

••••••

Theo mengedarkan pandangannya saat melihat hanya ada Rosita seorang diri disana dengan pintu terbuka.

"Mana tamu nya?" tanyanya.

"Barusan pulang. Nanti siang kesini lagi, kok." Balasnya dan menempatkan kantung plastik yang ia pegang di atas meja.

"Itu apa?" tanyanya dan menunjuk kantung plastik yang barusan Rosita letakan.

"Tadi dikasih tetangga baru. Oleh-oleh dari Canada."

"Tetangga barunya, cewek atau cowok?" tanya Theo menyelidiki.

Pasalnya tetangga nya itu terlalu baik sampai memberikannya oleh-oleh dengan kantung plastik yang besar.

Jika tetangga nya adalah pria, bisa Theo pastikan tak akan membiarkan Rosita sendirian di apartment.

"Cewek kok, namaya Bianca."



Tunggu...

Jangan bilang Bianca mantan kekasihnya? Tetapi, bagaimana bisa?

Apakah Jakarta sekecil itu?











TBC

SUGAR DADDYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang