CHAP 45

3.6K 398 21
                                    

HAPPY READING!


++++


"Kok lo bisa ada disini?"


Theo masih saja bergeming untuk menatap sosok yang berdiri didepan pintunya ini. Sosok yang benar-benar ia kenali yang menjadi pengganggu tidurnya dipagi hari.


Ya, ia benar-benar merasa tak salah liat setelah menatap  wanita itu cukup lama.


"Gue tinggal disini sekarang sama istri gue." Balasnya kemudian membuat Bianca mengangguk. Air wajah semangat nya dan senyumnya luntur begitu saja. Dilihatnya juga Rosita baru saja datang dan menyerukan namanya.


"Kok nggak disuruh masuk, Tey?" Cibir Rosita membuat Bianca hanya tersenyum tipis sedangkan Theo hanya bisa mengusap tengkuknya yang tak gatal itu. Ia benar-benar menjadi bingung bagaimana mereka bisa saling  kenal.


"Gue cuman sebentar aja, kok, mau kasih bingkisan ini," sahut Bianca sembari menyodorkan bingkisan yang ia pegang. Segera Rosita mengulurkan tangannya itu untuk meraih bingkisan itu sembari tersenyum. "Jadi dia suami lo?" Ucap Bianca lagi seraya melirik Theo.


Wajah pria itu terlihat sedikit terkejut karena Bianca bertingkah seakan-akan tak mengenalinya.


"Iya, dia suami gue. Namanya Theo," balas Rosita sembari tersenyum seraya menyenggol Theo agar mengulurkan tangannya pada Bianca.


Seakan mengerti ia langsung mengulurkan tangannya yang langsung dibalas cepat oleh Bianca. Mereka memperkenalkan nama mereka masing-masing seakan-akan tak saling mengenal.


Oh, ayolah! Ini terasa  aneh bagi Theo. Tiba-tiba saja jantungnya berpacu dengan cepat, ia merasa gugup berada diantara mereka. Segera ia berjalan masuk kedalam setelah berjabat tangan dengan Bianca membuat Rosita menoleh dengan bingung. Ia benar-benar tak bisa mengontrol degupan jantungnya. Karena bagaimanapun juga, Bianca merupakan mantan kekasihnya yang benar-benar paling membekas dihatinya.











"Kamu nggak mau bertamu ke tetangga, dek?" Ucap Bastian tiba-tiba seraya menikmati gorengan yang ia beli tadi. Sedangkan Lisa yang duduk didepannya terus melahap gorengan-gorengan itu dengan lahapnya tanpa banyak bicara.


Gadis itu benar-benar kelaparan membuat Bastian merasa tak enak membiarkan gadis itu mencuci pakaian disaat perut masih kosong.


Saat ini mereka tengah duduk didekat pintu dengan pintu yang terbuka sehingga bisa merasakan panas dan angin alam secara bersamaan ditengah panasnya hari itu.


"Bertamu gimana?" Balasnya kemudian sembari mengunyah membuat Bastian menggeleng.


"Kunyah dulu baru ngomong." Cicitnya seraya membetulkan rambut Lisa yang terlihat sedikit berantakan.  "Ya, bertamu. Sapa tetangga untuk kenalan." Sambungnya lagi membuat gadis itu mengangguk.


"Tapi kalau gitu, kan, harus bawa makanan juga. Sekarang aja bahan makanan kita belum beli."


Ah, mendengar itu ia jadi mengingat juga jika keuangannya sedang menipis. "Yaudah, tunggu gajian baru buat makanan untuk tetangga. Tapi, kamu bisa masak, kan?"


Shit! Seketika itu juga Lisa langsung tersedak.


Lord... masak? Bahkan setiap membuat telor dadar dirumahnya dahulu saja ia selalu meninggalkan jejak gosong. Apakah ia harus mengatakan pada pria itu jika ia benar-benar tak  memiliki skill memasak? Tetapi bagaimana jika pria itu langsung menceraikannya?


SUGAR DADDYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang