••••
Happy Reading 😚
••••
Suara decitan ban mobil yang tergesek dengan aspal begitu memekikkan telinga.
Bastian mengumpat pelan dan keluar dari mobil.
Ya, baru saja ia mengerem mendadak saat ada sebuah angkutan umum hampir menabrak mobilnya.
"Keluar!" teriak Bastian pada sopir angkot itu.
Namun bukannya keluar ia malah mendengar suara yang begitu familiar berteriak meminta tolong.
Dan bersamaan dengan itu--- angkot yang tadi hampir menabraknya langsung menancap gas membuat ia langsung berlari kembali kedalam mobilnya dan mengejar angkot itu.
Ya, ia tak salah dengar.
Ia mendengar suara Jihan yang berteriak.
Bastian langsung menancapkan gas-nya dan mengikuti angkot itu.
Sedangkan disisi lain--- Jihan yang tadi sempat berteriak minta tolong langsung dibekap kembali.
"Dasar remaja tolol!" umpat salah satu pelaku disana yang tangannya digigit oleh Jihan tadi.
Ia langsung berpindah tempat dan menggoyangkan tangannya yang terasa keram karena digigit oleh Jihan tadi.
Sesekali ia melihat kebelakang.
"Yang laju, bang!" teriaknya saat melihat mobil Bastian yang mengikuti mereka.
Sial.
Bukannya semakin menjauh dari mobil Bastian--- tetapi semakin dekat karena Bastian juga melajukkan mobilnya di atas kecepatan rata-rata.
"Gimana ini, bos?" tanya salah satu pelaku disana.
Sang pria yang dipanggil bos langsung menarik tubuh Jihan dengan kasar lalu menyuruh sopir agar lebih pelan.
"Akhh!" Jihan langsung berteriak saat didorong keluar dengan tiba-tiba.
Bastian yang melihat itu langsung menepikan mobilnya dan menghampiri gadis itu yang sudah mendapat banyak luka-luka.
"Astaga! Jihan!" seru Bastian terkejut melihat itu.
Tubuh Jihan bergetar.
Kakinya terasa lemas.
Untuk berbicara saja rasanya ia tak mampu. Seragam yang ia pakai juga robek.
Bastian langsung membantu gadis itu berdiri dan memapahnya untuk masuk kedalam mobil.
"O-om ... J-jihan takut..."
•••••••
Hari mulai pagi. Sedari tadi Lisa menunggu di depan rumahnya akan kedatangan Bastian.
Ya, karena Bastian sekarang yang menjadi sopir Lisa untuk mengantar ataupun menjemput Lisa.
Sesekali ia mengentak kakinya dengan kesal dan melirik jam yang melingkar ditangan kirinya hingga ada mobil yang ia kenali baru saja berhenti tepat didepannya.
"Kok lama sih, om?!" kesal Lisa saat melihat sosok Bastian disana yang baru saja keluar dari mobil dan membukakan pintu untuknya.
Ia masih memakai baju yang kemarin dan kantong matanya tampak membengkak.
"Masuk." Pinta Bastian tanpa berniat menjawab celotehan Lisa tadi.
Setelah itu ia langsung duduk di kursi kemudi dan menjalankan mobilnya.
"Jihan masuk rumah sakit." Ujar Bastian tiba-tiba membuat mata Lisa sedikit melebar karna terkejut.
"Kok bisa?!"
"Semalam ada yang menculiknya."
Lisa terdiam sejenak. "Lo yang bantuin?" tanyanya menyelidiki.
Bastian mengangguk tanpa menoleh.
"Semalam saya juga jagain dia dirumah sakit."
Entah kenapa mendengar itu jantung Lisa menjadi bedegup kencang.
Ia menjadi kesal.
Tidak--- bukan berarti ia tak suka Bastian menolong Jihan. Tetapi entah, ia juga bingung menjelaskan apa yang ia rasakan saat ini.
"Kamu mau jenguk dia pulang sekolah?"
Lisa mengangguk dan menoleh pada pria itu lagi.
"Nanti lo kerja?" tanyanya.
Bastian mengangguk, "kenapa?"
Tiba-tiba Bastian merasakan tangan Lisa yang menyentuh bawah matanya dengan lembut. "Lebih baik lo off aja buat tidur di rumah."
Bastian tertawa pelan membuat Lisa mendengus dan menarik tangannya kembali.
Sial.
Apa yang baru saja ia lakukan?
"Saya bisa tidur dikantor kalau lagi nggak ada kerjaan." Balasnya dengan kekehan diujungnya.
"Kamu khawatir sama saya?" godanya yang membuat Lisa langsung memalingkan wajahnya melihat jendela mobil.
Perlahan tapi pasti Bastian menepikan mobilnya membuat gadis itu menoleh dan menatapnya heran.
"Kok berhenti?"
"Kamu khawatir sama saya?" tanya Bastian mengulang pertanyaannya yang di abaikan oleh Lisa tadi.
Lisa mendecak lalu menggeleng membuat pria itu tersenyum jahil.
"Lis ... sini, deh." Pintanya menyuruh Lisa agar mendekat.
Lisa yang bingung hanya mengikuti perintah pria itu dengan memajukan tubuhnya mendekat tubuh Bastian.
Sama seperti hal-nya Lisa, Bastian juga memajukan tubuhnya dan memegang pundak kedua gadis itu.
"Kenapa sih, om?!" berontaknya.
"Diem dulu."
Lisa mendecak dan mencoba diam sembari mengontrol detakan jantungnya dan mulai memejamkan matanya saat melihat Bastian mendekatkan wajahnya.
Sial.
Lisa bisa merasakan deruan napas berat pria itu.
Chup~
Lisa langsung membuka matanya dan mendorong pria itu.
"Apasih, om?!"
Bukannya merasa bersalah, Bastian hanya membalasnya dengan tawa geli.
Ya, baru saja ia mencium pipi gadis itu.
Ia kembali mengangkat tangannya dan meraih pipi gadis itu lalu mencubitnya.
"Nanti kalau sudah nikah buat anak yang banyak, ya."
"Nggak! lepas, ih!"
"Nggak nolak?" goda Bastian dan menggoyangkan tangannya pada kedua pipi Lisa dan menarik-narik pipi gadis itu hingga memerah tanpa memperdulikan pukulan yang Lisa berikan padanya.
"Lepas, om!"
"Jawab dulu."
"Iya-iya nanti buat anak yang banyak!" Balasnya dengan nada tak santai dan bersamaan dengan itu Bastian langsung melepaskan tangannya dan tertawa geli melihat ekspresi Lisa.
Ya Tuhan...
Lisa tak percaya di usianya yang masih terbilang cukup muda akan menggendong seorang anak.
Ingin rasanya Lisa kabur saat mengucapkan Ijab Kabul nanti
TBC