Play
Afgan - Panah Asmara 🎧Happy Reading!
••••
"Rumah kamu dimana?" tanya Ray buncah. Pasalnya Jihan tiba-tiba menyuruh sopir taksi untuk berhenti.
"Disana." Balasnya kemudian menunjuk sebuah gang. Gadis itu membuka dompetnya namun Rayhan langsung menahannya.
"Biar saya aja yang bayar," cetusnya kemudian membuat gadis itu mengangguk. Jihan langsung keluar dari taksi dan menuju bagasi taksi untuk mengambil koper nya.
"Biar saya saja, pak." Ujarnya saat sopir taksi ingin membantu. Setelah mengambil koper miliknya ia mengedarkan pandangannya.
Ia tak menyangka jika ia akan sampai di rumah nya sore hari karena ada kecelakaan tadi.
Jihan mulai melangkahkan kakinya menuju gang kecil disana.
"Han! Tunggu!" panggil Rayhan mengejar gadis itu. Jihan menghentikan langkahnya kemudian berbalik ia melihat sosok Rayhan yang tengah mendekatinya dan taksi yang sudah mulai melenggang pergi dari sana.
"Loh? Taksi nya, bang?!" pekik nya mencoba menyadarkan Rayhan. Namun pria itu tampak terlihat santai dan merangkul gadis itu untuk berjalan.
"Yang mana rumahmu?" tanyanya tanpa berniat memperdulikan celotehan protes yang di keluarkan gadis itu.
"Tapi taksi---"
"Masih ingat nggak? Waktu itu saya pernah bilang mau ketemu orangtuamu setelah lulus." Potong Rayhan cepat.
Jihan membeku dan menghentikan langkahnya. Ia menatap pria itu takut-takut.
"N-ngapain?"
Rayhan mengangkat kedua bahunya dan kembali merangkul gadis itu. "Jadi yang mana rumahmu?"
"Abang, ih!" kesal Jihan dan menepis tangan pria itu.
Sedangkan Rayhan masih terlihat santai dan langsung menurunkan tangannya lalu memasukan kedua tangannya pada saku celananya.
Ia merasa hawa dingin menusuk-nusuk kulitnya karena hujan masih turun namun tak begitu deras.
"Mau ngapain ketemu orangtuaku?! Mau bilang waktu itu aku cari uang dari om-om, ya?!"
Rayhan menggeleng pelan, "kok mikir gitu?"
"Y-ya kali aja."
Pria itu membuang napas pelan dan merangkul gadis itu lagi namun dengan hati-hati.
"Kamu masih anggap saya om-om?"
Jihan menggeleng cepat, ia takut pria itu tersinggung. Namun memang benarkan jika pria itu bisa disebut dengan 'om-om'?
"Yaudah. Diam aja. Rumahmu dimana?" tanyanya lagi.
"Tapi---"
"Jihan?" sebuah suara wanita membuat mereka berdua berbalik.
Jihan sontak melepaskan rangkulan pria itu dan mengusap tengkuknya.
"Maaf, ma---"
Wanita itu berdeham seraya melirik Ray dan Jihan bergantian.
"Siapa, Han?" tanya Rayhan dengan suara berbisik.
Wanita itu kembali berdehem membuat Jihan memejamkan matanya takut-takut.
"Saya Ibunya Jihan." Tegas wanita itu seraya membetulkan payung yang ia pegang.
Lagi pula apakah tadi bisa disebut dengan sebuah bisikan? Bahkan jelas-jelas Ibunya Jihan juga mendengar itu.
Rayhan mengangguk kaku dan membungkuk kan tubuhnya 90° untuk sejenak.
"Maaf ... saya tak bermaksud." Sesalnya.
Ia menjadi tak enak karena ketahuan tengah merangkul anak gadis wanita itu. Terlebih lagi Jihan terlihat membisu dan takut.
Wanita itu tersenyum. "Tak apa, saya pikir anak saya tidak punya pacar." Balasnya kemudian mendekati kedua insan itu yang terlihat sama bingungnya.
"Ayo Jihan, ajak pacar kamu kerumah."
••••••
"Kamu mau punya anak berapa, Lis?" tanya Bastian membuka pertanyaan random.
Hari sudah menunjukkan pukul delapan malam. Mereka berdua sudah kelelahan karena seharian membereskan barang-barang disana. Theo dan Rosita juga sudah pulang.
"Nggak usah tanya aneh-aneh," balas Lisa dengan suara lesu. Gadis itu tidur dengan posisi tengkurap dan kepalanya melihat jendela.
Sedangkan Bastian di belakangnya tidur dengan posisi miring melihat punggungnya yang berbalut baju tidur.
"Capek, ya?" tanya pria itu kemudian memeluk Lisa dari belakang.
Lisa berdeham pelan sebagai jawaban.
Bastian tersenyum pelan dan merasakan tubuh Lisa yang bergerak merubah posisi nya untuk berhadapan dengannya.
Ia menatap mata sayu gadis itu seraya mengusap puncak kepala gadis itu.
"Capek..." desisnya kemudian memeluk pria itu lalu menenggelamkan kepalanya pada dada bidang pria itu.
Bastian tersenyum tipis dan memeluk gadis itu. Ia tak menyangka jika gadis itu akan memiliki sisi manja seperti itu.
"Besok aku kerja. Nggak usah aneh-aneh dirumah."
"Hm." Balasnya dan mulai memeluk tubuh Bastian.
Lisa tak menyangka jika akan seperti itu. Tapi masa bodoh, lagi pula mereka sudah melakukan hal yang lebih kan?
••••••
Rosita terbangun dari tidurnya saat mendengar suara Theo yang samar-samar tengah berbicara. Ia mengangkat kepalanya perlahan dan mengedarkan pandangannya pada kamar yang gelap itu.
"Tey?" panggilnya dengan suara serak seraya meraba-raba sisi lain kasur. Gadis itu merubah posisi nya lalu meraih ponselnya yang ada di atas nakas untuk melihat jam berapa sekarang.
"Mana dia?" dengusnya kemudian meletakan kembali ponselnya.
Masih pukul 2 pagi namun pria itu tak ada di sampingnya.
Rosita memutuskan beranjak dari sana untuk mencari sumber suara suaminya itu.
"Tey?" panggilnya dan mulai menyalakan lampu ruang tengah dan melihat Theo yang terlihat terkejut dengan ponsel yang masih ia tempelkan di telinga.
"Telponan sama siapa?"
TBC