•••
Happy Reading (¬_¬)ノ
•••
Sudah dua hari Jihan dirawat dirumah sakit dan sudah tiga hari juga ia tak melihat sosok Ray yang menjenguknya.
Ya, yang menjenguknya hanya Bastian, Theo dan temannya yang lain.
Apakah pria itu tak mencarinya saat pergi tanpa pamit waktu itu?
Geez!
Jihan tak percaya itu.
Bahkan ia tak bisa tidur karena menunggu sosok pria itu yang akan menjenguknya.
"Han?" panggil Lisa membuat lamunan Jihan buyar.
Saat ini mereka sedang siap-siap untuk pulang tetapi tangan Jihan harus dibungkus perban karena tebentur cukup kuat terlebih lagi lukanya begitu lebar.
Dan untung saja yang luka itu tangan kirinya jadi ia tak perlu khawatir perihal melakukan ujian yang akan mendatang nanti.
"Ayo," ucap Lisa kemudian.
Jihan tersenyum dan bantu oleh Rosita untuk berjalan meski kakinya tak terlalu mendapat banyak luka.
"Febi mana?" tanya Jihan saat mereka sudah keluar dari pintu ruangan disana.
Ia melirik kanan dan kiri dengan Lisa yang berjalan dibelakang.
"Febi ada urusan sama keluarganya." Kini Rosita yang menyahut membuat gadis itu mengangguk paham.
Mereka jalan melewati lorong disana dan menuruni anak tangga dengan perlahan.
"Sudah siap semuanya?" tanya Bastian yang hendak menaiki tangga.
Lisa mengangguk dan mengangkat tas kecil yang berisi beberapa pakaian milik Jihan.
"Saya ke toilet dulu. Kalian langsung ke parkiran aja." Izin Bastian yang di angguki oleh mereka.
Mereka mulai melangkahkan kaki mereka keluar dari sana dan menuju parkiran mencari mobil Bastian.
"Mana mobil Om Babas, ya?" ucap Lisa bermonolog saat mengedarkan pandangannya.
Jihan dan Rosita ikut mengedarkan pandangannya, dan sama saja mereka tak menemukan akan sosok mobil milik Bastian disana.
"Mungkin Om Bastian markir didepan kali." Ujar Rosita memberi pendapat.
Lisa terdiam sejenak dan menempatkan tas yang ia pegang di sebelah kaki Rosita.
"Gue liat kedepan dulu." Ujarnya lalu berlari kecil meninggalkan area parkir disana.
Sedangkan disisi lain.
Ray yang berniat untuk membeli sesuatu di warung langsung tak jadi saat mendapat panggilan telepon dari Bastian.
Ya, ia berkata pada Bastian jika Jihan sudah keluar dari sana langsung memberi tahu dia.
Ia langsung menancap gas kembali dan memasuki kawasan rumah sakit yang tak jauh dari posisinya tadi.
Ray mengedarkan pandangannya dan langsung membunyikan klakson mobilnya saat melihat sosok Lisa yang baru saja keluar dari parkiran.
Ia menurunkan kaca mobilnya lalu mengeluarkan kepalanya dari sana seraya memanggil nama Lisa.
Lisa yang mendengar itu langsung mendekati mobil Ray dan sesekali mengedarkan pandangannya.
"Kok baru sekarang kesini, om?" tanya Lisa dengan nada kesal.
Ya, kenapa giliran Jihan sudah ingin pulang baru pria itu kesana?
Ray berdeham. "Dimana Jihan?" tanyanya tanpa berniat menjawab pertanyaan Lisa barusan.
"Di parkiran belakang." Balasnya lalu membalikkan badannya saat merasakan sebuah tangan merangkulnya.
"Ish!" decih Lisa pelan dan memukul tangan sang pelaku, Bastian.
"Sakit, sayang!" erang Bastian dan memasang ekspresi berpura-pura kesakitan.
Lisa kembali mendecih, "mana mobilmu?"
"Nggak bawa."
Mata Lisa sedikit melebar dan mendengar suara mobil Ray yang sudah berlalu dari sana.
"Kok ngg---"
"Tadi aku kesini sama Theo." Potong Bastian langsung seraya menunjuk Theo yang baru saja keluar dengan sosok Rosita disebelahnya.
"Jih---"
"Jihan sama Ray." Potong Bastian lagi dan menarik tangan Lisa menuju mobil Theo yang diparkiran.
Sial.
Pantas saja tadi Bastian tak ingin mengantarnya kerumah sakit. Lisa bisa mendengar Rosita yang berceloteh pelan tentang rencana yang dilakukan oleh Theo dan Bastian.
Hell.
Apakah hanya Lisa saja yang tak tahu mengenai itu?
•••••••
Senyap.
Ya, hanya satu kata itu yang bisa menggambarkan suasana saat ini meski radio mobil telah dinyalakan.
Jihan terus bergeming tanpa menoleh pada Ray. Ia terus mengutuk dalam hati karena Rosita langsung meninggalkannya saat melihat kedatangan Ray tadi.
Bodoh.
Ya, bodoh.
Ia kesal pada pria itu namun juga tak memberontak saat pria itu menggendongnya dan memasukkan tubuh kecilnya kedalam mobil.
"Han?"
Jihan berdeham dan menoleh dengan perlahan untuk melihat pria itu.
"Kamu tau siapa yang culik kamu?"
Jihan menggeleng.
Ray bergeming seperti memikirkan sesuatu. Sesekali pria itu melirik Jihan.
"Maaf..." Desisnya pelan.
Jihan mengalihkan pandangannya melihat jalanan tanpa berniat ucapan pria itu.
"Kemarin saya sibuk jadi tak sempat menjengukmu."
Jihan masih bergeming. Ia tak tahu harus berkata apa.
Ia juga tak berhak marah.
"Aku sedang mengurus perceraianku dengan Vanessa."
Mata Jihan sedikit melebar namun ia tetap tak ingin menoleh pada pria itu.
Jantungnya kembali berdetak lebih kencang. Entah ia harus merasa senang atau tidak.
Ia bisa mendengar Ray tertawa pelan.
"Aku tak menyangka ia menyuruh orang lain untuk membunuhmu."
Sontak setelah mendengar itu Jihan menoleh.
"Ya, aku tau siapa yang menculikmu." Ucap Ray lagi.
Jihan mengerjapkan matanya berkali-kali.
Ia bisa merasakan jika Ray memelankan kecepatan mobilnya.
"M-mereka orang suruhan i-istrimu?"
Ray mengangguk dan menoleh menatap gadis itu lekat.
"Maaf membuatmu harus mengalami kejadian buruk seperti ini."
Jihan mengerjapkan matanya. Ia bisa merasakan bahwa mobil Ray benar-benar berhenti saat ini.
"Saya nggak akan mengganggumu lagi setelah ini. Saya janji."
TBC