••
Happy Reading.
Don't forget to vomment(¬_¬)ノ
••
Ray langsung kembali ke kamarnya untuk memakai pakaian dan meraih ponselnya untuk menelpon seseorang.
Ia langsung menempelkan benda pipih itu ditelinga saat panggilan tersambung.
"Dimana, lo?" tanyanya langsung.
"Kenapa? Di rumah sakit. Ngajak ke club? Gue nggak bisa. Lagi bareng Rosita."
Ray mendecak.
"Nggak. Istri gue pulang tapi masih di depan pintu."
"Terus? Urusannya sama gue apa?"
Ray menarik napas dalam. Ingin sekali ia memukul kepala Theo saat ini.
Bahkan ia bisa mendengar suara desahan seorang perempuan disana. Jadi ia bisa menilai jika Theo sedang melakukan yang tidak-tidak di sebrang sana.
Ya, ia menelpon Theo untuk meminta bantuan.
"Bantuin gue, coba lo telp--- sialan." Gerutu Ray saat panggilan terputus sepihak.
Sialan pikirnya.
Ia kembali mencari kontak Bastian dan menelponnya lalu menempelkan benda pipih itu di telinga.
Dan tak membutuhkan waktu yang lama--- akhirnya Babas mengangkat teleponnya.
"Hallo, om?"
"Eh? Lisa? Babas nya mana?"
"Masih nyetir, om."
Ray mendecak pelan.
"Kasih sebentar ke dia." Pintanya.
"Hallo? Kenapa? Gue lagi nyetir."
"Istri gue pulang."
"Lah? Bagus dong. Jadi lo nggak perlu nyewa jalang lagi buat lampiaskan hasrat."
"Setan. Gue serius."
"Gue juga serius. Kenapa memangnya?"
"Lo 'kan tau kalau Jihan disini."
Ia bisa mendengat Bastian mendecak di sebrang sana.
"Jadi gimana? Istri lo sudah liat Jihan, belum?"
Ray bisa mendengar suara Lisa yang bertanya kenapa nama Jihan dibawa-bawa.
"Belum. Dia masih didepan pintu. Bantuin gue buat singkirkan dia sebentar."
"Dasar suami durhaka! Ntar gue kerumah lo." Ucap Bastian di sebrang sana lalu mematikan panggilan sepihak.
Ray menghela napas lega. Dan kembali berlari keluar lalu menuruni anak tangga.
Tetapi apa yang ia lihat adalah Jihan sudah memakai tas-nya yang tampak begitu menggembung.
"Mau kemana?"
"Pulang, bang." Balas Jihan santai tanpa menoleh.
Ray mendecak. "Nggak! Nggak boleh. Besok aja!"
"Istri abang ada di depan berarti kontrak jadi pembantunya sudah selesai."
Ray membuang napas berat.
"Yausa tunggu sebentar saja. Nanti saya antar kamu pulang." Ucapnya lagi.
Argh.
Sial. Batinnya.
Mau tak mau ia harus mengantar Jihan pulang nantinya.
"Tunggu apa lag---"