54. Another bazaar story

203 23 0
                                    

54 another bazaar story


Namaku masih sama tapi kenapa aku berada disini?

"huwah." Desisnya takjub. "rame ya!" dokter itu terlalu semangat melihat kerumunan ramai didepan kami sementara aku, mulai menyesali keputusan. Bagaimana bisa aku menyetujui kegiatan ini tanpa pengaruh obat bius?

"panas. Panas banget."

Lapangan parkir yang beralih fungsi itu penuh dengan semua orang yang berseliweran. Biarpun rindang pohon menghalangi matahari jelang tengah hari, tetap saja ini panas dan aku merasa seperti ikan asin.

Kenapa kampus bisa punya begitu banyak acara?

"kamu yakin bukan lahir dari dasar laut? Masa semua yang dilakuin manusia gak pernah lihat." Mata si dokter jelalatan kesana kemari penuh semangat. Mengompori semangat tim annisa lainnya yang tak perlu dikipasi lagi untuk menyerbu bazaar ramai ini. Meski percayalah, mereka tak akan membeli apapun.

"hush. Ngomong sama yang lebih tua begitu." Bianca mencaciku.

Seperti, ya tuhan. Aku tak menyangka dia datang tiba-tiba ke kosan kami demi mengajakku melihat bazaar kampus. Meski aku punya waktu luang sekalipun, aku tak akan menghabiskannya dengan begitu sia-sia seperti sekarang tapi kedatangannya disambut begitu hangat oleh para orang-orang yang selalu haus acara, yang kebetulan satu rumah denganku. Mereka begitu saja menyeretku untuk ikut.

Acara ini bahkan tak perlu kehadiranku untuk mulai jadi kenapa aku harus datang?

Argh. Panas sekali.

Meski bisa kulihat kalau dia memang benar dan ingin melihat bazaar. Lihat. Dibanding dandanan biasanya yang begitu kotak, dia terlihat penuh semangat siang ini. Sangat jarang terjadi aku melihatnya memakai jeans. Kaos oblongnya dilapisi oleh kemeja kotak-kotak lawas yang tak dikancing dengan kedua tangan di gulung hingga siku. Dengan topinya, dia terlihat sangat muda.

Dan juga sangat memalukan dengan camera yang dikalunginya. Seperti, siapa yang membawa kamera ke bazaar? Pemandangan apa coba yang akan didapatnya disini? Meski begitu, dia sudah mengambil gambar lebih dari ratusan kali sejak keberangkatan kami dan 99% nya adalah foto anak kosan. Dia tertukar acara ini dengan dharma wisata.

"padahal aku lebih suka tampilan kalem pak dokter loh mbak." Ningrum geleng kepala. Menyalahkanku.

"kenapa kamu nyalahin aku?"

"kayak gak ingat aja kamu pernah caci dandanan pak dokter sampai orangnya nangis." Alis Vina ikut naik mengikuti alisku yang naik. Marah karena aku pura-pura lupa.

Sementara aku sendiri muncul dengan dandanan biasaku, celana pendek dan kaos oblong bergambar pisang disertai topi dan keds tua yang sudah begitu usang. Tasku berat berisi air mineral yang sekarang sudah kupindah tugaskan pada si dokter. Dia seharusnya bersyukur dengan backpack hitam polos dan bukan bergambar boneka. Dan seharusnya dia menolak bujukan anak kosan yang menitipkan dompet. Mereka tak akan berhasil menitipkan barang padaku tapi kami sepertinya menemukan kegunaan untuk apa punya cowok dalam kelompok ini.

Sekejap tiba, mereka lepas seperti anak ayam. Langsung kabur kesana kemari entah melihat apa dengan semangat berlebih.

"sana bareng Ningrum. Aku gak mau kemana-mana." dimana aku bisa bersembunyi?

Cekrek! Dia memfotoku. Argh! Suara kamera itu! Aku ingin membunuhnya!! Tanganku dengan kasar menurunkan kamera dari mukanya.

"Ningrum sama Kayla. Masa aku cowok sendiri nimbrung." Protesnya.

That time when we're together (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang