42. The packages

174 20 2
                                    

42 the packages

Aku menyendiri di minggu sore. Belum cukup segar untuk kemana-mana dan semua orang memintaku untuk tak pergi kemanapun. Jadilah menjaga kosan sementara yang lain bersore minggu ria. Dari pada mereka sibuk berzumba diruang tengah, aku sangat mendukung mereka meninggalkanku sendiri.

Sampai tukang paket datang untukku. Siapa yang mengirim paket?

Aku tak mengenal namanya dan dan paketnya juga tak begitu berat. Terduduk dikursi depan aku membuka paket mencurigakan itu. Aroma tak sedap yang pertama tercium begitu aku membuka paketnya. Sebelum aku menemukan fotoku yang dicoret. Dibawahnya ada bangkai tikus. Setidaknya tikus itu belum terlalu lama mati karena dia belum begitu busuk.

Sehari dari rumah sakit aku menerima kiriman tikus?

Kenapa tak mengirimkanku racun tikus? Sudah kubilang aku butuh racun tikus. Well, orang cenderung tak memberikan apa yang kita butuhkan.

"kamu sebegitu takutnya sama Naya?" Garra muncul bersama jus jambu biji. Dia sepertinya sangat takut Naya untuk benar-benar datang menjenggukku setiap jam. Sungguh, Naya saja tak begitu perduli dan dia kakak kandungku.

6 gelas jus jambu biji tepatnya. Dia kira anak kosanku ada, nyatanya aku penjaga solo kosan kosong berseragam bruce lee.

Kuberitahu, tak ada orang tetap cantik disaat sudah beberapa hari tak mandi dan yang dilakukan Cuma tidur. Pucat, sembab dan menyedihkan. Apalagi stelan training berwarna kuning yang kupakai. Aku terlihat seperti pisang lusuh yang tak laku. Rambutku saja sudah berubah jenis akhir-akhirnya. Seingatku dulu lurus, sekarang sudah ikal tebal menggulung.

Tanpa pemberitahuan, dia muncul.

Lihat sekarang, dia berdiri di depanku dengan pandangan takjub. Training kuning yang kupakai memang jujur, cukup mencolok. Bibik gorengan saja sampai berbalik untuk memastikan aku manusia. Garra sampai bertanya apa aku fans Bruce Lee karena kalau iya dia punya DVD yang bertanda tangan asli. Ini membuatku mengkugfunya.

Kami duduk di kursi panjang. Melihat jalanan yang mulai ramai para perpacaran hilir mudik. Mungkin Jedi juga sedang pacaran sekarang. Dia biasanya mengajakku keluar rumah minggu sore karena tahu aku benci bersama anak kosan yang sok senam setiap minggu sore.

Wah. Kenapa anak itu punya banyak kebiasaan untuk ku ingat?

Garra merampas jus yang sedang kusedot tanpa rem dan menggantinya dengan cup penuh nomer 2. Kami punya banyak gelas yang perlu dihabiskan.

"secepat itu kamu ngabisin satu tangki jus?"

"kamu seharusnya senang orang sakit punya selera makan." Itu tanda kalau aku sudah masuk masa penyembuhan. Well, dia tak terlihat begitu setuju denganku. "habis hunting foto?"

"tahu darimana?"

"dari statusnya Luki." Satu-satunya sumber kebahagianku selama sakit. Memantau status semua orang karena aku punya cukup banyak waktu luang. Garra malah memberiku pandangan sangsi. Sebelum dengan sebelah alis naik dia bilang Luki sudah punya pacar.

"udah tahu. Gak usah diulang terus. Mana foto-fotonya, lihat?"

"mau lihat sepintas apa serius?"

"yang sepintas gimana?"

"yang sepintas lihatnya lewat kamera. Yang serius lewat laptop. Which one?"

"yang lebih gampang dibongkar yang mana?" dia berpikir sebentar sebelum menjawab kamera. "laptop." Pilihku yakin. Dari tak berekspresi, dia terlihat kesal sekarang. Menyesal sudah memberikan pilihan. Aku memburunya agar bergerak dan dia kembali dengan kamera.

"aku tahu kamu gak seserius itu mau lihat."

***

Hari pertama kuliah, Putri berbaik hati mengantarku dengan motorku.

Iya, dia bilang ini tanda dia baik hati meskipun aku gagal menemukan makna baik hatinya. Dia menumpang tapi membuatku seakan sedang menumpanginya.

Setelah semua orang sepertinya puas menanyai keadaanku, aku memilih duduk dipojokan. Mungkin saking heningnya, Jedi dan Farhan mengira aku kembali bolos.

Mereka membangunkanku yang tertidur.

"mau dibelikan makan gak?" tawar Jedi.

"mau ngerjain tugas aku aja gak?" mereka kompak menggeleng. Besok ada jurnal yang harus kami bikin makalah dan aku bahkan belum membacanya sama sekali. Aku merasa sakit lagi memikirkan tugas yang belum kuselesaikan. Saat aku bilang apa sebaiknya aku cuti kuliah, Farhan hampir menjepitku kebelakang pintu.

Hari berlalu dengan cepat dengan aku yang lebih banyak berusaha menahan kantuk. Masih mengkonsumsi obat sepertinya menuntutku untuk lebih istirahat. Biarpun Farhan sepenuhnya menyangsikan sakitku. Dia yang menemaniku sepanjang hari karena Jedi sesekali meninggalkan kami dengan pacarnya.

"kamu berduaan aja sama Garra kemaren."

"kamu pasang CCTV ya di teras kosan?" kenapa anak ini cendrung tahu semua hal?

Dia mengerlingku dengan pandangan yang sangat menyebalkan. "ngapain me?"

"minum jus jambu biji." Aku minum 4 dan dia 2. Aku meminumnya karena berpikir untuk sehat dan Garra kupaksa minum sebagai hukuman karena muncul tanpa pemberitahuan serta menghina rasa kagumku pada Luki.

Farhan sama sekali tak percaya jawaban jujurku.

"kalau pengen tanya apa aja tentang Garra, aku bersedia bantu me. Tanya aja." dia menyebutkan banyak hal tentang Garra dan aku bingung harus menanggapinya bagaimana. "syarat move on dengan mulus itu, punya cowok baru." Dia berkedip sok pintar.

Sekarang aku tahu darimana Putri mendengar folosofi bodohnya.

***

Diantar pulang kuliah oleh Farhan, selesai makan aku Cuma langsung kembali tidur. Sorenya dibangunkan Ningrum yang bilang aku dapat kiriman paket. Lagi.

"siapa kak?" Tak ada nama. "Kak Naya ya? Tapi dia biasanya gak gitu bungkus paket."

Dia benar. Naya selalu berusaha menunjukkan jati diri jadi dia selalu maksimal dalam membungkus paket meski Cuma akan dikirimkan padaku. Paket berbungkus kertas kacang ini, sama persis dengan yang kuterima minggu sore.

Ningrum tak bergeser. Menungguku membuka paket karena penasaran.

"menurut kamu, Garra sama Jedi, bagusan mana?"

"apa hubungannya sama paket?"

"aku gak bilang ada hubungannya sama paket." Kenapa dia tak langsung menjawab. Meski dia ingin aku membuka paket, pada akhirnya dia meluangkan waktu untuk berpikir.

"baik semua loh mbak. Kenapa? Udah mau jadian sama kak Garra?" dia bilang biarpun dia masih tim Jedi tapi mengingat Jedi sudah punya pacar, biarpun dia tak suka kalau faktanya Jedi dan Garra berteman, dia cukup suka kalau aku pacaran dengan Garra. lagi pula. Baru juga pacaran. Namanya jodoh. Kan bisa siapa saja dan kebetulan saja mereka berteman.

Dia punya jawaban yang begitu kompleks untuk pertanyaan yang begitu gampang? Ningrum kami sudah berusaha terlalu keras biar terdengar bijaksana. Jadi aku meluangkan waktu untuk menyebutnya gila.

"buruan buka paketnya."

"ogah. Ntar aja. Beli gorengan yok." Aku melempar paket itu kebawah tempat tidur dan menggandeng Ningrum keluar. Kami butuh sesuatu untuk lebih gembira. "gimana kabar si udin?"

Dia menghabiskan perjalanan beli gorengan kami dengan protes panjang. Pacarnya bukan udin. Berhenti memanggil pacarnya udin.

Ningrum bisa begitu menggemaskan terkadang.

Paket itu muncul selama seminggu dan aku tak pernah membukanya lagi setelah paket pertama. Jadi aku kurang lebih tak pernah tahu apa yang sebenarnya maksud yang ingin disampaikan nababil. Selain berbagai macam bau yang perlahan keluar dari paket-paket itu. Kuhargai usahanya. Dia sudah berusaha cukup keras untuk menerorku tapi aku tak cepat depresi.

Aku Cuma berharap dia mengirimiku paket yang variatif.

***

That time when we're together (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang