36. Balada Indomie

192 20 0
                                    

Dan aku memulai hari pertama kuliah dengan telat.

Padahal aku tidur dengan mood yang benar-benar gembira. Maksudku, tak ada yang perlu kukhawatirkan semester ini selain kuliah. Aku benar-benar hanya perlu hadir di setiap jadwal kuliah tepat waktu, duduk disana dan pulang. Sungguh semester yang terlihat menjanjikan. Tapi, lihat yang terjadi.

Aku tak seharusnya telat. Demi tuhan aku bahkan tak kesiangan. Mandi, bersiap dan kesialan dimulai disana. 

Lipstikku yang berharga, tergelincir dari tangan. Dengan tangan yang satu lagi sibuk memegang bedak, aku hanya melihat lipstik itu jatuh, ke lantai, dari ketinggian 1 meter. Lipstik itu pemirsa, mendarat sempurna di lantai kamarku dengan puncaknya terlebih dahulu. Lipstikku. Hancur lebur menghantam lantai. Tanpa suara sama sekali tapi di kepalaku suaranya sama kencang dengan piring pecah. Hatiku, hatiku menjerit. Bagaimana bisa. Terlebih, lipstik itu sempat menyerempet ke baju sebelum mengkahirinya nyawanya.

Disini ironi terjadi. Se-waterproof or even, matte nya lipstik, akan tetap lepas di bibir setelah makan tapi lipstik yang tergores di baju, tak lepas meski aku sudah mengelapnya dengan tisyu basah, air sekalian dan bekas lipstik itu tetap disana. Unbelievable.

Semua waktu yang kuhabiskan untuk membersihkan huru hara lipstik itu. bersamaan dengan waktu yang kuhabiskan untuk menggerutu, aku telat berangkat. Lalu saat di tengah jalan, aku sadar kalau aku tak membawa uang seperserpun di tas. Sore kemaren aku pergi dan memindahkan uangku ke tas yang lain. jadi di dalam tas kuliah yang kubawa sekarang, aku Cuma punya dompet kosong. Cuaca mendung yang kulihat di pagi ini membuatku tak mengeluarkan jemuran dan saat aku keluar, disaat aku ingat aku tak bawa uang sepeserpun itu, matahari bersinar terang dengan jemuranku yang terpendam di dalam rumah.

Jedi dan Farhan saling pandang saat melihat aku yang tiba bersama awan hitam.

Sepertinya, aku selalu memulai semester dengan cuaca yang buruk. Semester satu dimulai dengan aku yang bertengkar dengan seseorang. Orang itu Farhan. Jedi yang sepertinya kutemui waktu ospek tetap menempel sehingga waktu itu langsung memainkan perannya sebagai penengah antara Farhan dan aku.

Semester 2 dimulai dengan aku yang dilabrak kakak tingkat karena katanya selama liburan aku diduga mengganggu pacarnya. Semester 3, dihari pertama aku menolak seseorang yang menembakku lewat reality show. Aku bahkan tak mengecek acara itu benar ada atau tidak. Jujur, aku terlalu malu untuk mengingatnya. Jedi menjadikanku pacarnya tak lama setelah itu.

Well, semester 4 mungkin tak punya hal aneh dengan status pacar Jedi. Dulu aku kira ini awal yang mungkin cukup baik tapi sekarang setelah kusadari, itu sebenarnya awal dari semua kekelaman yang akan kulalui.

Semester 5, Jedi yang memutuskanku dan 6, kami yang kembali duduk bertiga sebagai teman. Disaat kenyataannya, aku dan Jedi adalah mantan pacar dan orang yang mungkin selalu berniat kubunuh adalah Farhan.

"kamu benar-benar mesti waspada sama mantannya Garra Me. Dia kelihatan serius banget gak suka sama kamu." Kata Farhan, dia melihat path si mantan Garra yang penuh dengan rencana pembunuhkan untukku. "kamu jangan kemana-mana sendirian. Ntar dimutilasi." Tambahnya. "nanti pas dikubur, jenazah kamu gak diterima tanah."

"itu bunuh diri!" hardikku. agama apa yang diikuti anak ini.

"tapi kalau kamu serius suka Garra, kamu harus bertahan Me." Aku merasa perlu memberikan perhatian pada kata-kata Jedi kali ini. "Kita dukung."

"sejak kapan kalian jadi sok peduli gini sama aku?" apa dia lupa kalau aku mantan pacarnya yang masih dalam kasus terduga gagal move on menurut anak-anak annisa?

"kita emang selalu peduli sama kamu." Kecam Farhan yang ditelingaku malah terdengar sebaliknya. "mau aku minta Garra nemenin kamu kemana-mana. Jadi bodyguard gitu."

***

Ini konyol sekali. Bagaimana bisa aku memulai semester dengan rencana perjodohan oleh mantan pacarku sendiri? Aku tahu ini terdengar bodoh, tapi masa iya dia tak merasa sekedar tak enak mendengar rencana liar perjodohanku? Sama sekali?

Oke, mungkin dia sudah punya pacar baru yang luar biasa sempurna. Tapi dimana-mana setahuku, seharusnya ada sedikit rasa. Terbersit sedikit rasa...

Alis Putri naik.

"kamu udah 701 kali ngomong sedikit rasa... sedikit rasa... RASA APA?!"

"pedas. Mie nya kurang pedas. Udah dari tadi aku bilang kamu kedikitan masukin cabe rawit!" sewot aku mendorong jatah semangkuk indomienya dengan sadis ke ujung meja. Dia menangkapnya dengan reflek sebelum mie itu melayang ke lantai. Melupakan kalau mie itu baru di angkat dan jelas panas.

Malam pertama setelah seharian kuliah, kami habiskan dengan makan indomie kuah di dapur. Yang lain pada pergi dan dengan sial aku Cuma berdua Putri di rumah. Aku sudah bilang aku ingin makan sendiri tapi dia ngotot ikut.

"makan sendiri pantatmu. Orang yang punya mie itu aku." Rocosnya ganas. Masih marah karena aku menumpahkan kuah indomienya yang berharga.

Lalu kami makan dalam diam. Kalau suara kencang tv itu dihitung, itulah satu-satunya suara yang memenuhi ruang tamu merangkap semua ruang kami ini. Putri stress karena skripsi terlihat semakin menyeramkan semakin kesini. Aku benar-benar tak perduli dengan skripsinya jadi aku Cuma tetap makan dan makan.

Dari berdua, kami jadi lengkap disaat malam mulai larut. Setiap yang pulang, menyambar indomie dari rak dan memasak. Lalu ambil posisi disamping kami. Begitu seterusnya sampai semua orang berkumpul dengan indomie yang masih mengepul atau mangkuk kosong sepertiku. Tinggal menjilat-jilat sumpit dan mencuil-cuil punya Ningrum karena aku tak mungkin berhasil mencuil punya Kayla.

"jadi, mereka malah ngomporin kamu biar serius sama Garra?" slruuuuup! Bianca menyeruput mienya dengan sadis, memercikan kuahnya dimana-mana.

"siapa yang cerita?" aku ingat sama sekali tak mengumbar kehidupanku pada siapapun.

"sebenarnya ya Me, aku baca di artikel, orang yang habis putus bisa baik-baik aja itu mungkin waktu pacaran gak benar-benar cinta." Vina meniup mienya sebelum kembali bicara. "jadi aku saranin, mau sama Garra kek atau siapapun, udah waktunya kamu ngelupain Jedi. Mungkin dulu kalian itu Cuma temanan tapi khilaf terus sekarang sadar kalau kalian emang bagusnya Cuma teman."

Semua orang mengangguk. Semua orang setuju. Saking fokusnya, Kayla sampai tak sadar aku menarik mie gorengnya.

"Tapi sebenarnya aku masih suka sama kak Jedi aja. Belum pernah aku lihat ada cowok yang sesabar kak Jedi. Kalau mbak belum move on itu mungkin karena mbak juga berpikir begitu kan? Jangan maksain diri mbak, kalau emang gak ketemu yang lain, mungkin emang kak Jedi yang terbaik."

"mungkin Ningrum bener." Putri menunjukku. "iya kan? Kamu pikir begitu?"

"pikir apa?"

"Kamu juga berpikir kalau Cuma Jedi yang paling baik buat kamu." Pungkasnya disaat aku pura-pura bodoh. Aku bilang kalau Putri gila pada Vina dan dia bilang, sepertinya Putri benar. "aku tuh gak pernah salah Me." Tandasnya bangga.

"tapi nih ya. Cowok baik-baik buat cewek baik-baik. Mungkin karena itu juga mereka putus." Kayla memandangku dari balik mangkuknya. Komentar gadis itu membuat semua orang tertawa. Putri sampai hampir menabrakkan keningnya ke pinggir meja karena terlalu seru tertawa.

Sialan. Orang-orang sialan ini.

"Put kamu ultah gak usah pake kado ya." Aku harap ini ancaman.

***

That time when we're together (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang