40. That level of silliness

176 21 0
                                    


40 that level of silliness

Aku sadar dalam perjalanan dan berada dipelukan putri. Tapi badanku rasanya sangat dingin tapi panas jadi aku Cuma semakin meringkuk. Farhan yang mengangkatku keatas tempat tidur. Sebelum akhirnya aku disambut oleh wajah yang sepertinya pernah kutemui.

"gejala malaria." Ulang penontonku dengan serentak saat dokter UGD di puskesmas selesai memeriksa. Dia merujukku ke rumah sakit. Sepertinya ini kudapat saat berlibur ke raja ampat. Aku sudah menduga sesuatu akan terjadi dari perjalanan itu.

Well, aku sudah merusak ulang tahun seseorang. Mereka menghabiskannya dengan mengurusku kerumah sakit dan baru bubar saat aku dipindahkan ke bangsal. Lebih tepatnya karena aku mengusir. Mau sampai kapan mereka akan mengikuti kemana-mana?! Sudah cukup anak kosan yang seperti melihatku untuk terakhir kalinya, serombongan futsal itu mau apa?

"iya. Iya. Iya." Aku menjawab malas Naya via telp. Dia bisa sangat menyebalkan disaat seperti ini. "gak. Kamu gak perlu ngomong sama dia."

Dia bilang, lewat aku atau tidak, dia pasti akan menghubunginya. Jadi aku memberikan hapeku pada Garra. dia menyambut dengan keheranan tapi menjawab dengan baik semua perintah Naya. Suster masuk dan meminta mereka bubar karena jam besuk sudah hampir habis. Putri dan Bianca akan menginap menjagaku.

What a roller coaster night.

"belum. Aku gak bakal mati semudah itu." Farhan tertawa mendengar jawabanku.

Jedi dan simintil mengambil giliran untuk pamit. Dia menepuk pelan kepalaku. Memintaku menghubunginya kalau perlu apapun. Aku Cuma mengacungkan oke dan melambai pada simintil. Dibelakangnya, satu lagi anak futsal dan pacarnya yang tetap tak kuketahui namanya.

"awas kalian updet-updet bego." Kecamku pada duo trouble maker. Sebelum ningrum menyela dan bilang kalau mereka sudah updet dari tadi. Dia memperlihatkan foto lemahku yang diupload di instagram, mereka bahkan men-tag ku sekaligus bertanya apa aku membutuhkan penggalangan dana karena sepertinya banyak yang ingin menyumbang.

Apa aku punya cukup tenaga untuk melempar mereka dengan tiang infuse ini?

Garra yang terakhir. Dia memandangiku sebelum mendekat. Dengan penuh drama, anak kosanku keluar untuk memberikan privasi. Aku memaki mereka dengan semua sisa energy yang kumiliki. Bisakah mereka berhenti berusaha menjodoh-jodohkan kami? Ini mulai sangat memalukan untuk kulewati dengan wajah yang sama dalam satu kali kehidupan.

"wah. Siapa sangka bakal kesini." Ucapku pelan. Dia duduk. Memandangiku dengan sangat serius. "kalau mati aku gak bakal ninggalin apa-apa sama kamu." Kalau dia memandangiku demi warisan, dia tak akan beruntung.

Sesaat dia hampir tertawa. "jadi, siapa yang kamu bilang gak bakal sakit sekedar kena hujan kemaren malem?"

Dia harus mengungkit itu sekarang? "aku malaria. Bukan karena hujan." Hujan semalam mungkin Cuma membuat daya tahan tubuhku benar-benar tumbang.

"jadi, Putri bilang apa sampai kamu keluar biarpun sakit?"

"dia bilang yang ulang tahun luki." Mata Garra melotot. Aku mungkin akan tetap keluar biarpun diluar badai apalagi sekedar demam mengigil. Sumpah, tadi rasanya aku sanggup kemana saja asal ada nama luki.

"luki udah punya pacar."

"ya. Kamu udah bilang itu lebih dari sejuta kali."

"terus, kenapa kamu tiba-tiba kabur tadi?"

"emang ada yang kabur gak tiba-tiba?" dia tak menganggap pertanyaanku pintar jadi dia menolak untuk sekedar mengakuinya sebagai pertanyaan. Dia menungguku untuk memberi jawaban untuk pertanyaannya.

Aku menghela nafas. Kepalaku berat. Aku benar-benar merasa lemas sekarang.

"aku malu banget. kalau bukan karena malaria aku bakal kira aku mati karena malu." Mungkin aku salah mengartikan semua maksud tubuhku. Perasaan mual, kepala yang berat, badan yang panas dingin. Aku kira karena aku terlalu malu. Mungkin malaria itu datang Cuma sebagai kamuflase saking memalukannya aku tadi.

"apa yang bikin kamu malu?"

Mataku terbuka. Masa dia tak tahu?

"aku malu sama jedi. Rasanya konyol banget. Aku bahkan datang tanpa diundang." Kalau saja dia tak sadar. Aku datang mengundang diriku sendiri biarpun tujuanku adalah ulang tahun luki.

Mantanku itu pasti tahu aku datang tanpa undangan. Dia pasti lebih tahu lagi kalau aku tak akan datang diacara konyol seperti itu tanpa tujuan. Apalagi tujuan yang lebih jelas selain mencoba memacari temannya? Kalau sampai dia berpikir aku mencoba membuatnya cemburu, aku minta malaikat maut mencabut nyawa Jedi sekarang.

"kalau aja aku masih punya tenaga sedikit aja, aku bakal tusuk putri pakai belati." Gumamku setelah ingat siapa yang membuatku terbaring disini. Mengalihkan pandangan dari langit-langit, aku memandang Garra. "acara kamu jadi kacau. Sorry ya."

Dia tersenyum kecil. "mungkin Cuma kamu yang sakit tapi niatnya pengen nyakitin orang lain. Berapa kali dalam sehari kamu niatan pengen bunuh orang?"

Garra punya senyum yang membuat orang ingin ikut tersenyum.

Apa?

"apa?"

"apa?" balasku.

"kamu kenapa lihat begitu?" dia menunjukku.

"kapan?" dia menaikkan sebelah alisnya. Menggodaku. Aku balas menaikkan alis. Sambil tertawa kecil dia merapikan selimutku.

Mungkin karena sakit, kuduga karena demam, kami canggung beberapa saat tanpa alasan yang jelas.

"ah, dipikir, aku hampir jadi orang pertama yang ngucapin selamat ulang tahun ya semalam." Kalau aku bertahan beberapa menit lagi di mobilnya dan tahu kalau dia akan ulang tahun hari ini.

"kamu udah jadi orang pertama kok yang ngajak orang ulang tahun ke rumah sakit."

Saking menyebalkannya, aku hampir merasa bersalah. Hampir.

Tapi aku terlalu bodoh dan sangat memalukan malam ini untuk merasa bersalah pada acara ulang tahun orang lain yang mungkin saja sudah kuhancurkan.

***

That time when we're together (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang