"kamu gak culik aku kan?" dia yang sedang konsentrasi membelokkan mobil mendengus. Tak sampai tertawa tapi dia jelas terkejut. Well, aku pernah hampir diculik jadi ini bukan pertanyaan asal. "asal kamu tahu, orang tua aku gak kaya dan makan aku banyak."
"iya, udah lihat."
Iya, aku yakin sudah menunjukkannya dengan sangat jelas.
Tentu saja perjalanan ini singkat karena ini memang tak jauh jadi biar semakin canggung, tak satupun dari kami bicara dan aku Cuma memandang keluar jendela sambil menempelkan keningku disana. Sampai aku melihat kosanku yang dilewati begitu saja.
"kamu masih mau bilang kalau ini bukan penculikan?" karena dia jelas sudah memberi alasan membuatku yakin kalau ini penculikan. Aku mengeluarkan hapeku. Mengirim sms pada orang yang paling kubenci. Putri. "aku kasih tahu Putri kalau kamu culik aku, kalau ada apa-apa, aku pastiin kamu gak bakal lolos begitu aja."
"itu ancaman?"
"kalau ada nama Putri, iya." Apa dia perlu lebih banyak bukti bagaimana Putri bisa menjadi ancaman. Dia sebaiknya memulangkanku tanpa kurang sehelai rambutpun kalau masih ingin melihat matahari terbit besok.
"kamu gak ada acara kan?" apa aku terlihat begitu jelas tak punya acara? Biarpun aku terlihat jelas jomblo, dia sebaiknya tak usah bertanya dengan begitu polos. Melihat aku yang begitu cepat melotot padanya, aku yakin Garra menganggap itu jawaban.
Kemudian, dia tak bicara. Kami tak bicara. Tepatnya, kami tak punya hal yang bisa dibicarakan. Jadi, aku Cuma melihat ke jalanan yang ramai tapi tak benar-benar ramai karena dia sepertinya tak melewati jalan kota. Aku pasti benar-benar gila karena mengikuti orang ini. apa aku seperti perlu tanda-tanda lain untuk membuktikan aku gila?
Aku tertidur. Terbangun karena pipiku yang ditekan dengan telunjuk berulang kali setelah sebelumnya didalam mimpi aku dipatuk burung gagak. Dengan marah, aku menoleh dan mendapati Garra. Butuh beberapa saat sampai otakku bisa mengingat kenapa ada dia dan kenapa aku disini.
"kamu tidur." bukan pertanyaan, dia jelas melihat kalau aku tidur.
Merenggangkan badan dan menguap, aku menoleh. "gak."
"kamu jelas tidur."
"karena udah jelas mestinya gak perlu diomongin." Gumamku sambil menoleh keluar jendela. Kemana dia membawaku?
Sepertinya ini bekas rumah tua jaman belanda yang terkenal sangat angker. Aku pernah melihatnya diacara tv. Dimana banyak orang kesurupan dan semuanya jadi jago bahasa belanda. Meskipun aku tak benar-benar percaya, aku hargai mereka yang berbahasa belanda.
Berbalik, aku mendapati Garra yang bersandar dikursiku agar bisa melihat apa yang kulihat. Yang artinya, dia tepat disebelahku saat aku berbalik.
"kita mau cari harta karun?" dia tak siap dengan pertanyaanku dan tak sempat untuk memasang wajah datarnya, dia mendengus tertawa dan aku berteriak sambil menutupiku mukaku yang kena hujan air ludahnya. "argh! Jorok banget!!" dia masih tertawa sementara aku histeris sambil mengelap muka dengan tisyu. Cowok ini gila!!
Aku melotot marah sambil kembali mengomel tapi dia hanya menahan sisa-sisa tertawanya sambil kembali menjalankan mobil dan kami, masuk lewat samping rumah itu. sumpah, up close, rumah ini terlihat begitu mengerikan. Hantu none belandanya tak akan marah kalau aku yang cantik ini mampirkan?
Kami terus berjalan ke belakang gedung tua tak berpenghuni itu. Sebentar. Ke belakang? Dibelakangnya gedung ini... DIBELAKANGNYA?
"tunggu!" aku mencengkram lengan Garra. Dia mendadak menginjak rem. "bukannya dibelakang rumah ini, kuburan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
That time when we're together (completed)
Roman d'amourContoh, sebagai gadis populer, aku juga harus mengalami ini. "kamu mutusin aku?" setidaknya, suaraku terdengar cukup stabil untuk emosiku yang sepertinya mulai labil. Setelah menghilang selama 2 bulan liburan semester dan aku Cuma melihat fotonya t...