52 its over. the end
Aku menancapkan pena dipunggung tangan Farhan.
"ARgh! Astaga! Mecca!!" jeritnya.
"kamu ngapain ngelihatin aku dari tadi. Naksir?!" balasku sengit dan tetap mengangkat penaku disaat dia bersiap membalas. Aku serius. Aku bisa mencolok matanya kalau berani menyentuhku.
Dia menggosok punggung tangannya yang berbekas pena dan dengan dramatis dia bilang berlubang. Dia malah berharap aku ditabrak mobil lagi karena katanya aku sangat manis saat Cuma baring gak bisa gerak. Berterima kasih, aku menawarkan diri untuk benar-benar melubangi tangannya.
Jedi menyela kami dengan 2 bungkus siomay yang dipesan sebagai pengganjal perut. "gak bisa ditinggal sebentar. Pasti ada aja yang hampir mati. Kenapa?"
"gak tahu. Dari tadi dia melotot terus." Aku mengunyah siomay dengan beringas. "melotot sekali lagi, mata kamu aku cungkil pake pena."
Farhan melakukan hal yang sama. Dengan mulut penuh dia menjawab. "kamu ditanya sok gak dengar."
"itu artinya aku gak mau jawab. Bukan gak dengar."
"emang apaan?"
Aku akan mencincang farhan kalau dia buka mulut. Tapi mungkin otaknya berjalan kali ini, dia Cuma menggeleng. Lalu bersumpah tak akan memberiku contekan. Seperti aku akan mencoteknya. Aku akan mencontek Jedi. Demi tuhan. Anak ini perlu dicerahkan pikirannya.
Hari terakhir ujian.
Mungkin ini ujian paling siap yang pernah kulewati. Bukan karena aku belajar dengan tekun, hanya saja aku meluangkan lebih banyak waktu untuk pura-pura belajar. Sebagian besar waktuku dihabiskan dengan membaca demi tak bicara pada siapapun. Sungguh, aku berusaha mencari hobby tapi ternyata itu lebih sulit dari belajar. Tak ada pilihan lain, aku mengambil hobby paling aman menjelang UTS. Baca buku.
"udaaah sana balikan lagi. Belum juga seminggu udah putus-putusan." Kata Putri, drama putus-putusanku kali ini lebih cepat dari pada kasus Jedi. Setidaknya aku melewati satu bulan pertama dengan damai sebelum tingkah asliku keluar dan mereka mesti menjadi putus nyambung kami hingga ratusan kali.
"kelihatan banget patah hatinya. Gak usah gengsi bek kalau suka." Bianca tak mau ketinggalan. Aku mengabaikan mereka tanpa komentar dan kembali membaca buku.
Putri bilang, ini hal paling positif yang bisa dilakukan oleh orang yang patah hati. Bianca bilang, aku seharusnya memeriksakan diri ke dokter lagi dan melakukan scan mendalam karena syaraf ku jelas putus. Kayla dan Vina setuju pada pendapat Putri dan Bianca sekaligus tanpa mengajukan banding sama sekali. Sementara Ningrum menjadi satu-satunya orang yang menganggap aku tak melakukan keanehan apapun.
"ini kan memang ujian, ya mesti belajar." Belanya pada suatu sore.
4 kepala yang lain tersentak.
"dek Ningrum, ini yang kita bahas mecca yang habis guling-guling di aspal ketabrak mobil dan dilempari bom. Kapan pernah dia sok rajin kemana-mana bawa buku kalau bukan comic? IPK nya aja tertatih-tatih dan udah terlalu terlambat buat diperbaiki." Kayla berusaha menyadarkan Ningrum yang gagal paham kenapa mereka mencaci ku. Sungguh, ini pendapat paling rasis selama aku jadi mahasiswa. Beraninya dia mencaci IPK ku.
IPK ku sudah menyedihkan tanpa perlu dia hina.
Sebagai bentuk terima kasih pada Ningrum yang sudah mendukung, aku mentraktirnya red velvet di café favoritku dan menceritakan perihal pernah bertemunya aku dengan seorang blogger cakep beberapa waktu lalu. Meski tak sepenuhnya percaya, dia senang aku tak bohong soal waitersnya yang benar cakep.
Disaat menunggu mata kuliah terakhir yang akan ujian, Jedi yang pergi membeli snack, farhan mencoba menanyakan apa yang terjadi padaku dan Garra. Dia gagal mendapatkan apapun dari mulutku sejauh ini, aku heran kenapa dia masih berani bertanya.
"bek, kamu kenapa sama Garra? Kok gak barengan? Berantem? Berantem kenapa? Kapan berantemnya?"
Dia menanyakannya berulang kali dan aku berulang kali juga mengabaikannya sampai nyaris membunuhnya dengan pena. Katanya, aku selalu diam saat menyimpan dendam dan saat membahas Garra aku Cuma diam. Dia lebih mengkhawatirkan nasib teman futsalnya itu dibanding aku yang sedikit banyak membantunya dalam mengejar gelar sarjana. Katanya, aku terlihat seperti siap menabrak anak itu kapan saja dengan motorku.
Aku sampai merinding mendengar betapa tepatnya tebakan farhan.
Jedi memandang kami yang diam dengan curiga dan sekali lagi bertanya ada apa. Tapi dengan setianya farhan Cuma menggeleng. Memastikan kalau ini belum selesai dan dia akan kembali bertanya kapan ada kesempatan.
Setelah beberapa saat hening dia bilang, "kaos kaki kamu beda loh kiri sama yang kanan. Aku yakin itu bukan model."
"farhan!!" aku mengangkat tumpukan bukuku dan menghantam kepalanya, mengagetkan komti kami yang sedang berusaha merekam semua hal didetik terakhir. Dia berbalik membentak kami yang sudah memecah konsentrasinya.
Jedi menarikku dan memindahkanku duduk dikursinya sementara dia duduk diantara kami. Berusaha untuk adil. Kemudian bertanya, habis ini jadi apa tidak acara karokeannya.
"jadi." Jawab kami serentak.
Si komti berbalik. "ikutan ya me?"
Aku menghantamkan bukuku kedua kalinya sore ini.
Tak ada yan aneh sampai mereka melupakan fakta kalau acara karokean itu dihadiri oleh semua orang. Perkumpulan hangout yang entah sejak kapan menjadi begitu solid. Ada Jedi bersama simintil, farhan dan Putri, ada piso sudah pasti ada Garra. Tak ingin terlihat aneh, aku mengajak seluruh anak kosan sekalian. Lagi pula, Kayla belum mentraktir apapun ulang tahunnya tanggal 9 kemarin, sekarang sudah akhir bulan.
Well, ini juga bertepatan dengan ultah Jedi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
That time when we're together (completed)
Storie d'amoreContoh, sebagai gadis populer, aku juga harus mengalami ini. "kamu mutusin aku?" setidaknya, suaraku terdengar cukup stabil untuk emosiku yang sepertinya mulai labil. Setelah menghilang selama 2 bulan liburan semester dan aku Cuma melihat fotonya t...