Chapter 2 | Berubah

767 110 27
                                    

Kini, Fidya kecil itu telah tumbuh menjadi remaja bisa dikatakan dia berumur 18 tahun, dia menginjak kelas 12 SMA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kini, Fidya kecil itu telah tumbuh menjadi remaja bisa dikatakan dia berumur 18 tahun, dia menginjak kelas 12 SMA. Sudah 14 tahun dia harus kehilangan kaki kirinya, dan untuk menutupi rasa malunya itu dia memakai kaki palsu.

Hinaan dan cacian terus saja terngiang di benaknya ini membuatnya trauma bahkan dia sempat menolak untuk lh sekolah lagi, namun Fina dan Naufal sebagai kedua orang tuanya tak lelah memberinya semangat.

"Itukan Fidya yang pincang itu kan? Yang pakai kaki palsu kan?" ucap temannya yang bernama Kayla.

"Iya kasihan banget ya."

"Iyyaa kalau bisa usir dia aja dari sekolah ini gak pantes tau gak."

Bahkan dia menjadi bahan perolokan teman-temannya disekolah bukan hanya teman sekelasnya bahkan semua teman yang ada disekolahnya. Ini membuatnya trauma hingga sekarang.

Bahkan dia selalu menyalahkan Naufal dan Fina karena meninggalkannya sendirian dan tidak langsung menolongnya. Naufal dan Fina mengerti itu karena ini juga salahnya. Mau tak mau mereka harus menerima resikonya.

Bahkan Fidya tidak pernah berkomunikasi lagi pada orangtuanya, dia berbicara jika perlunya saja. Sungguh sakit, ini membuat hubungan keluarga mereka merenggang.

"Nak, ayo makan!" teriak Sang Ibu--Fina yang terdengar di dapur. Fidya tidak membalasnya sungguh malas jika harus menghampirinya.

Fidya tidak menggubrisnya, ia memilih untuk tidur kembali. Fidya menarik selimutnya dan menutupi dirinya.

Disatu sisi, Fina terus saja menunggu kehadiran sang anak untuk makan bersamanya. Hatinya cemas karena sudah hampir 20 menit dia menunggu.

Dia pergi ke kamarnya, dan mencoba untuk membujuknya makan. Dia mengetuk pintu kamar Fidya. "Fidya sayang, ayo makan, kamu dari pagi belum makan loh," bujuk Fina namun Fidya sama sekali tidak mengatakan apa-apa.

"Kamu benar-benar marah sama Ibu ya? Maafkan Ibu ya nak, ibu sudah membuatmu seperti ini, karena ini juga takdir Allah nak kamu harus ingat itu," jelas Fina yang mencoba menyakinkan sang anak.

Lagi, dikamar hening tanpa suara. Fina menghela nafas, mencoba untuk sabar lagi.

"Fidya? Ayo keluar nak, kamu jangan menyiksa dirimu sendiri!" teriak Fina sembari mengetuk pintu kamar Fidya.

Fidya hanya menatap pintu yang sudah dikunci olehnya, sungguh dia tidak ingin bertemu dengan Ibundanya.

Airmatanya jatuh lagi dia menangis diatas bantal suaranya dia pelankan agar tidak terdengar oleh siapapun. Ingatannya kembali lagi pada teman-teman sekolahnya membully dirinya setiap harinya. Baginya sudah kenyang harus makan itu setiap hari.

"Fidya, kamu harus makan. Ibu khawatir sama kamu! Ayo keluar, ibu lelah kamu selalu menghindar dari Ibu, Ibu seperti orang asing bagi hidupmu nak. Sakit hati ini nak!" Fina menangis tersedu-sedu dibalik pintu kamar anaknya. Yang sampai saat ini Fidya belum membukanya.

Engga mau!. batin Fidya memberontak menolak, rsanya hatinya telah hancur begitu saja. Matanya sudah sembab akibat banyak menangis tidak mengenal tempat disekolah maupun dirumah. Sesak!

"Fidya!" teriak Fina sesegukan, suaranya serak dan tak mampu lagi untuk berteriak karena ini adalah teriakan yang terakhir baginya.

"Maafkan aku Bu," ucap Fidya lirih.

"Fidya, ayo keluar nak, 5 menit saja nak. Ibu butuh kamu nak. Ibu rindu kamu nak. Ibu mohon keluar," pinta Fina menangis. Ia mengusap wajahnya memcoba untuk tetap sabar dengan apa yang terjadi pada keluarganya.

Hati Fidya tergerak untuk menemui Ibunya walaupun hanya lima menit sesuai dengan permintaan Ibunya. Dia bangkit dari tidurnya dan kemudian membuka knop pintu dengan pelan.

Fina terperanjat karena pintunya terbuka, dia bersandar dibalik pintu.

Wajahnya berbinar melihat anaknya keluar dari kamarnya. "Fidya? MasyaAllah Ibu kangen sama kamu!" teriak Fina histeris sambil memeluk Fidya dengan erat. Fidya merasakan itu, hangat yah hangat. Fidya hanya bisa tersenyum.

"Fidya, Ibu khawatir kamu gak keluar kamar sampai-sampai kamu bolos sekolah nak." Lagi Fina menitikan airmatanya mungkin ini yang terakhir, jujur sepertinya dia kehabisan airmatanya yang cukup banyak dia keluarkan.

"Maaf," ucap Fidya lirih, singkat. Akhir-akhir ini Fidya menjadi anak yang pemurung dan pendiam karena trauma nya itu.

"Ya sudah kita makan yuk." Fidya hanya mengangguk. Fina langsung menggandeng Fidya untuk pergi ke meja makan. Akhirnya mereka bisa makan bersama.

"Maaf Mas, lama," lirih Fina.

Naufal tersenyum dan mengelus kepala Fina dengan lembut. "Gak apa-apa, Mas ngerti."

"Fidya, yuk makan, makanannya nanti dingin. Dan ayah juga laper," ucap Naufal disela-selanya ia tertawa pelan. Namun Fidya hanya menatap ayahnya dengan datar lalu menatap pada piring.

Naufal mendengus kesal karena anaknya----Fidya berubah menjadi sosok yang pendiam.

Namun Naufal menepis itu semua lebih baik dia melanjutkan makannya bersama keluarga kecilnya itu. Ditengah makan tidak ada suara pun yang terdengar hanya suara dentingan sendok dan garpu.

Fidya sudah selesai makan, dia langsung bangkit tanpa permisi pada ayah dan ibunya.

"Fidya kamu mau kemana? Tidak nonton TV?" tanya Naufal lembut. Fidya hanya menunjuk arah matanya pada kamar dan menggeleng.

"Baiklah," ucap Naufal kecewa. Fidya pergi meninggalkan mereka tanpa berkata apapun.

Naufal memcoba tabah dan berusaha untuk tidak menangis lagi, sementara Fina lagi-lagi menangis. Naufal terus menenangkan Fina yang tengah menangis tersedu-sedu. Ia menatap sendu pada Istrinya.

"Tetap sabar istriku, mungkin Allah menguji kesabaran kita."

Fina hanya mengangguk pelan, dan mencoba menuruti apa yang dikatakan Naufal--Suaminya.

Fina dan Naufal yakin pasti ada jalan keluarnya pada masalah yang mereka hadapi sekarang. Mereka berharap agar sikap pendiam, dingin, dan cuek Fidya segera hilang, karena mereka merindukan Fidya yang dulu, Fidya yang ceria dan periang.

_____________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_____________

Jadikan Al-Quran sebagai bacaan utama 🙏

Terimakasih yang sudah setia membaca cerita saya😍

ALLAH, SAVE ME ! [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang