Chapter 5 | Butuh Perlindungan

509 86 43
                                    

Fidya menundukan kepalanya, tidak bisa lagi mengelak dari ucapan Ayah dan Ibu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Fidya menundukan kepalanya, tidak bisa lagi mengelak dari ucapan Ayah dan Ibu. Namun entah kenapa Fidya masih membenci dirinya sendiri.

"Sudah, kamu pergi kesekolah, nanti keburu telat," ucap Ibu melepaskan pelukannya dariku.

Fidya menggeleng pelan. Naufal menatap anaknya dengan tajam.

"Takut temanmu menghinamu? Allah bersama dengan orang sabar!" ucap Naufal mencoba menenangkan Fidya dengan nada yang tegas.

Fidya menurutinya dan kemudian dia pergi kesekolah, dia siap dengan apapun yang terjadi padanya nanti. Meskipun tadi sempat bertengkar diantara mereka, karena Ayah yang memulainya, atau justru dirinya?

Dia sudah sampai dikelasnya, ini membuat Fidya serasa muak semua memandang rendah padanya, bahkan menjauhinya, apa salahnya?

Fidya mencoba sabar, dia memejamkan matanya dia bersandar di kursi bangkunya itu. Tiba-tiba saja dia merasakan nafas yang berhembus didepan wajahnya, dia membuka matanya perlahan dan dia terperanjat terkejut melihat Irfan dihadapannya.

"Astagfirullah!!" Fidya menjerit histeris, dia menutup wajahnya karena dia merasa berdosa berhadapan dengan bukan mahramnya.

"Fidya? Kamu kenapa?" tanya Irfan. Ia bingung dengan tingkah Fidya.

"Astagfirullah, kamu pake nanya sih? Justru aku nanya kenapa kamu bisa didepan wajahku?" tanya Fidya dengan kesal. Ia menundukkan kepalanya karena dia tahu bahwa memandang wajah lawan jenis yang bukan mahram termasuk zina yaitu zina mata.

"Iya, iya maaf, habisnya kamu kayak tidur gitu," kata Irfan. Ia menggaruki kepalanya yang tidak gatal.

"Aku gak tidur," Ucap Fidya singkat.

"Terus?"

"Nenangin pikiran aja." Fidya sibuk memainkan handphonenya tanpa menoleh Irfan.

"Jangan main handphone terus dong!" tegas Irfan, mungkin ia kesal karena Fidya cuek padanya memang ini jadi sifat baru bagi Fidya.

Fidya meletakan handphone diatas meja. "Ini udah aku simpan," jawab Fidya singkat dan terkesan dingin.

"Kamu cuek banget sih? Emang sifat kamu kah?"

Kamu tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi padaku

"Aku memang seperti ini." Fidya jelas berbohong rasanya dia sangat sulit untuk mengatakannya.

"Benarkah? Sepertinya kamu tidak seperti ini." Irfan menerka-nerka, dan bagi Fidya itu adalah itu pertanyaan yang cukup menyesakkan baginya.

Fidya hanya mengangguk pelan

"Maafkan aku," ucap Irfan lirih. Ia memainkan jari-jari tangannya.

"Buat?"

"Tadi. Aku udah ikut campur."

ALLAH, SAVE ME ! [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang