"Bagaimana dengan membujuk Fidya kamu berhasil?" tanya Irfan penuh harap. Semoga dengan adanya bantuan Fira --Sahabat perempuan Fidya-- itu berhasil.
Fira menggeleng. "Maaf, aku tidak berhasil."
"Loh? Saya pikir--"
"Aku sudah bujuk dia tapi dia kekeuh dengan keputusannya."
Irfan mendesah kesal. "Saya tidak mau bermusuhan dengan Fidya, apalagi ini sudah hampir sebulan lebih."
"Coba kamu yang bilang, kalau aku yang bilang nanti kesannya terlalu ikut campur, itu saranku."
Irfan mengangguk. Memang seharusnya ini dilakukan olehnya bukan dengan Fira yang justru tidak ada hubungannya dengan masalah ini. "Baiklah, maaf saya merepotkanmu."
"Tidak apa-apa."
Irfan kembali ke kelasnya, ternyata bujukan Fira tidak berhasil padahal Fira sahabatnya. Mungkin Fira benar, harusnya ia yang bicara bukan Fira.
Irfan duduk dibangkunya, sesekali ia melihat Fidya yang tengah melamun kearah jendela. Gadis itu benar-benar menjauhinya, hanya gara-gara kesalahpahaman antara ia dan Fidya.
Mungkin ia akan berbicara dengan Fidya lain kali. Untuk saat ini bukan waktu yang tepat.
-🍁🍁-
"Fidya!" ucap Irfan sembari berlari dengan tergopoh-gopoh. Fidya mendengus, lagi Irfan mengejar dirinya. Padahal Fidya sudah mengatakan pada Irfan untuk menjauhinya tuk selamanya.
Seperti dahulu tanpa kenal satu sama lain.
Menjadi orang asing.
Itu kan yang ia mau?
"Apa?" tanya Fidya ketus. Fidya tidak menoleh pada Irfan, ia memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Aku mohon jangan seperti Fid!"
"Ini demi kebaikanmu Irfan! Jangan kasihani aku, aku sudah terbiasa seperti ini."
"Itu sama saja----"
"Aku tidak mau kamu menjadi korban lagi Fan, udah. Aku muak dengan gosip-gosip ibu-ibu itu!" Fidya berusaha untuk menahan emosinya karena Irfan terus saja memaksanya.
"Kamu juga mendengarnya bukan? Mereka dulu memakiku karena aku keganjelan sama kamu, dengan kondisi sekarang mereka senang kamu musuhan denganku, itu yang terbaik."
Irfan tertawa sumbang. "Yang terbaik?"
Fidya mengerutkan keningnya. "Iya, biar kamu seperti dahulu. Tanpa harus lagi mengenal aku si gadis pncg ini," ujar Fidya dengan santai, walaupun hatinya sangatlah sesak.
"Fidya! Kita sama-sama ciptaan Allah! Allah tidak membeda-bedakan makhluk-Nya!" Irfan sepertinya sudah kehabisan kesabaran. Namun suaranya kembali menjadi normal. "Maaf, aku hanya mengingatkanmu."
Fidya menghela nafasnya dengan memejamkan matanya agar air matanya tidak jatuh dihadapan Irfan. "Biarkan kita seperti ini, aku ingin kamu seperti dahulu. Jangan pedulikan aku."
"Tapi----"
"Aku mohon, aku tidak membencimu ataupun memarahimu hanya saja aku menjaga jarak denganmu." Fidya langsung pergi meninggalkan Irfan yang tengah berdiri mematung disana.
Irfan memejamkan matanya. Entah kenapa hatinya hancur jika ia harus berjauhan dengan Fidya?.
Mungkin Irfan harus mengikuti alur Fidya terlebih dahulu.
-🍁🍁-
"Ciee yang sendirian.." ledek Hinata. Fidya menoleh kearah sumber suara itu. Ternyata Hinata si biang keroknya.
"Kemana bodyguard nya?. Sayang banget deh, ntar siapa yang mau melindungi?" Jessica menimpali. Kali ini Fidya harus tutup telinga. Ia harus mempercepat langkahnya, namun ia terlambat tangannya sudah dipegang oleh Hinata.
"Mau kemana?" Hinata tertawa.
"Mau manggil bodyguard lo itu?"
Fidya diam. Ia tidak punya siapa-siapa, padahal Irfan lah harapan baginya namun dengan egoisnya Fidya malah menyuruhnya tuh pergi menjauh dari hidupnya.
"Diam? Mangkanya ngaca diri! Sok-sok-an sih mangkanya bodyguard lo itu pergi!"
"Sok cantik! Kita kasih hukuman aja gimana?" ujar Jamila sembari mengangkat dagu Fidya.
"Ide bagus! Biar dia tahu diri!"
"Si Irfan itu sebenarnya gak mau nolongin lo cuman ya gitu deh orangnya kagak tegaan dia!" Ucap Hinata sembari menyilangkan kedua tangannya di dada.
"Ayo bawa dia!"
Tanpa basa-basi Hinata, Jessica, Jamila, Berliana membawa Fidya kesuatu tempat, dimana disana tidak ada siapapun. Fidya pasrah, ia ingin melawan namun rasanya tidak mungkin satu melawan lima orang? Itu mustahil. Lagian Fidya itu lemah.
Hatinya hancur mengingat apa yang dikatakan oleh mereka. Rasanya ia ingin menangis sekencang-kencangnya,tapi ini bukan waktu yang tepat.
Bagaimanapun nantinya, ia pasrah. Mungkin sebagai balasan dirinya atas ia perbuat pada Irfan.
Irfan orang yang selalu melindunginya. Kini hilang.
Disaat dia sedih, Irfan selalu membuatnya tersenyum kembali. Kini hilang.
Hanya dia satu-satunya orang yang mau mempertaruhkan nyawanya untuk dirinya.
Kini ia harus sendiri, tanpa sosok Irfan --pahlawan hidupnya--.
Sendiri, tanpa ada yang mau menolongnya.
Fira.. ia tidak ingin seperti Irfan.
Cukup. Hanya dirinya saja menjadi korban, sahabatnya jangan.
Hinata tersenyum sinis padanya, seakan puas membuatnya menderita.
Selamat tinggal, kebahagiaan...
_________
Assalamualaikum.
Afwan baru update dikarenakan saya sibuk dengan tugas yang setiap hari makin menumpuk :"))
Terima kasih sudah membaca cerita saya♡
Wassalamualaikum.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALLAH, SAVE ME ! [SELESAI]
SpiritualGadis itu bernama Fidya terkadang bertanya, "mengapa hidupku tak seperti yang lainnya?" dalam benaknya akankah ia mendapatkan kebahagiaan? *** Jika saja boleh memilih Fidya ingin merasakan seperti 'yang lainnya--orang normal pada umumnya' tanpa haru...