Fidya pun memutuskan untuk pulang, memang dia sengaja untuk pulang disaat sekolah sedang sepi memang itu rencananya.
Ia menatap kesamping kanan dan juga kesamping kiri untuk mengecek apakah sudah sepi atau tidaknya.
Alhamdulillah
Ia bersyukur karena di Koridor sekolah sudah sepi, ini kesempatannya untuk pulang sekarang. Sempat sakit hati dengan sikap Hinata yang benar-benar keterlaluan padanya, namun ia tetap bersabar dan terus bersyukur dengan apa yang terjadi padanya.
Setiap ada masalah pasti ada jalan keluarnya.
Setiap ada kesulitan pasti ada kemudahan.
Ia mempercayainya.
Fidya berjalan disepanjang koridor sekolah sembari menatap pemandangan sekitar sekolah, di halaman sekolah terdapat banyak pohon dan juga taman memang sengaja dibuat karena itu mengurangi polusi udara dan juga bisa menambahkan oksigen bagi mereka dan juga makhluk hidup lainnya.
Dia masih bersyukur karena Allah masih memberikan umur padanya, karena ia bisa terus memperbaiki diri dan berusaha menjadi manusia yang taat pada Allah, Tuhannya itu.
Meskipun semua manusia memandang rendah padanya namun ia percaya dihadapan Allah ia tidak serendah dihadapan ciptaan-Nya.
Hatinya sakit, memang itu manusiawi sebagai makhluk Allah ia merasakan kesal dan marah namun ia berusaha sabar, karena sabar adalah kunci hidup.
Dan dia juga salut pada cerita Nabi Ayyub yang di uji keimanannya oleh Allah dengan diberinya sebuah penyakit yang menjijikkan bagi semua umat manusia, hingga seluruh masyarakat menjauhinya dan anak-anaknya pun satu persatu meninggal dan juga binatang peliharaannya, namun Nabi Ayyub tetap sabar dengan penyakitnya. Ia tidak pernah berhenti bersyukur dan bersabar itulah kuncinya.
Hingga suatu hari Allah mengangkat penyakitnya dengan seketika dengan adanya mata air kemudian di basahkan pada sekujur tubuhnya, dengan izin-Nya penyakit pun hilang, binatang dan anaknya yang meninggal pun hidup kembali. Maka jika Allah menghendaki tidak ada satupun yang bisa menghalangi nya. Fidya percaya itu.
Dan dia berharap Hinata berhenti mencaci-maki dirinya dan juga teman sekelasnya dan juga teman sekolahnya, ia ingin berhenti menjadi bahan perolokan, sebenarnya ia ingin menjadi pada guru maupun kepala sekolah namun apalah daya, Hinata menguasai segalanya yah ayahnya Hinata pemilik sekolah ini bisa jadi Hinata mempengaruhi kepala sekolah dan juga guru lainnya.
Tiada lain ia mesti bersabar lagi.
Fidya selalu berdoa agar terus diberikan kesabaran oleh Allah padanya.
Ia berdecak kesal, karena ekspektasinya yang terlalu tinggi Hinata ada dihadapannya, ia menatap licik pada gadis yang terdzolimi itu.
Fidya pasrah, entah apa yang dilakukan lagi oleh Hinata padanya. Ia siap apapun yang terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALLAH, SAVE ME ! [SELESAI]
SpiritualGadis itu bernama Fidya terkadang bertanya, "mengapa hidupku tak seperti yang lainnya?" dalam benaknya akankah ia mendapatkan kebahagiaan? *** Jika saja boleh memilih Fidya ingin merasakan seperti 'yang lainnya--orang normal pada umumnya' tanpa haru...