Chapter 11 | Menjauh

348 69 41
                                    

"Fidya! Ini alasan kenapa Irfan itu nolongin lo! Karena lo itu pincang! Dia itu kasihan aja gak lebih nanti besok kita lihat, dia gak peduli lagi sama lo! Gue gak akan berhenti habisin lo, jika lo deket terus sama Irfan!!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Fidya! Ini alasan kenapa Irfan itu nolongin lo! Karena lo itu pincang! Dia itu kasihan aja gak lebih nanti besok kita lihat, dia gak peduli lagi sama lo! Gue gak akan berhenti habisin lo, jika lo deket terus sama Irfan!!"

Ucapan Hinata terus saja terngiang-ngiang dipikirannya, sejahat itukah Irfan? Selama ini lelaki itu dianggap sebagai penolong hidupnya, dan dia berharap perlindungannya namun Irfan sama saja seperti yang lain.

Percaya atau tidak percaya Fidya sangat kecewa, semudah itu Irfan memberikan perhatian padanya namun berbalas dusta?.

Fidya coba menenangkan dirinya, ia menghela nafasnya dan memejamkan matanya, saat ini dia tidak peduli lagi sama siapaun terlebih lagi orang tuanya. Dia memilih mengurung dirinya dikamar sendirian, bisa-bisa dia puasa seharian.

Sedangkan hari ini memang sangat cerah, meskipun malam hari sama sekali tidak gelap ditemani oleh bulan dan para bintang dilangit, ini moment yang paling disukai Fidya.

Fidya hanya menatap langit di jendela rasanya ingin sekali menggapai bintang dan bulan itu, dia berpikir apa dia bisa merasakan kebahagiaan seperti yang lainnya?

Hanya berharap saja... Cukup sakit jika dia selalu berekspetasi tinggi.

"Hai, bintang, bulan gimana kabar kalian? Aku pikir kalian pasti baik-baik saja. Aku iri sama kalian, kalian tidak merasakan bebannya hidup sedangkan aku? Aku banyak sekali beban hidup yang harus aku hadapi, aku lelah seperti ini. Bolehkah aku bertukar posisi? Kalian jadi aku, aku jadi kalian? Tapi itu tidak mungkin!" gumam Fidya sembari menatap langit malam, dia bersandar di kursinya.

Mulai ia bergumam pada dirinya sendiri, rasanya sungguh tidak mungkin jika ia berharap seperti itu.

Mungkin ia harus menjauhi Irfan terlebih dahulu rasanya sungguh menyesakan jika ia mengingatkan lagi perkataan yang dilontarkan oleh Hinata.

-🍁🍁-

Langit biru pun mulai terang dengan disinari oleh cahaya matahari yang cukup menyengat ditubuh Fidya, lantas dia bangun tak biasanya matahari datang duluan.

Fidya melihat jam weker dan tepat pada pukul 5 pagi, benar saja dia kesiangan, dia salah mengunci waktu alarmnya. Lantas ia bergegas mempersiapkan diri dan sekaligus melaksanakan shalat subuh sebagaimana mestinya.

Semua keluarga berkumpul di meja makan, memang momen inilah disaat mereka berkumpul karena tau sendiri kan Fidya yang selalu mengurung dirinya dikamar setiap harinya?

Memang sangat miris bagi setiap kedua orang tua melihat anaknya yang menjadi pemurung dan sekaligus pendiam bahkan berbicara pun sangat datar dan dingin, entah sampai kapan Fidya akan seperti itu?

ALLAH, SAVE ME ! [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang