"Kasihan banget, piket sendirian." Hinata tertawa dengan puasnya, kemudian ia menatap Fidya dengan tatapan sinis, "siapa suruh datengnya telat, ya gak?"
"Iya dong, enak aja gak dikasih denda!" sahut Berliana dengan nada tinggi.
"Bagus, jangan dimanja anak kayak gitu mah!" Hinata menatap Berliana dengan bangga temannya ini bisa diandalkan.
Berliana tertawa dengan puasnya. "Gue!" seru Berliana sembari menunjuk dirinya sendiri.
"Cape Ya Allah, masa seminggu harus aku terus? Gak akan kuat lah," gumam Fidya mengeluh. Meskipun ia mengeluh, Fidya melanjutkan pekerjaan pel-nya.
Fidya pindah posisi ngepel nya jadi ke arah ambang pintu, karena ia mulai ngepel nya dari belakang. Dan tepat ia mendongak ada Irfan disana yang terlihat bingung pasalnya Fidya tidak piket hari ini, hari selasa.
"Fidya, kok piket hari ini? Bukannya hari kamis?" tanya Irfan heran.
Fidya bergeming, ia bingung harus mengatakan apa pada Irfan, kalau mengatakan bahwa dia didenda piket selama seminggu sendirian, pasti Berliana menambah hukumannya dan dia menuduhnya sudah mengadu.
"Eng---engga apa-apa, aku ingin bersih-bersih aja," ujar Fidya mencoba tuk tersenyum.
Dahi Irfan mengerut, ia merasa ada yang tidak beres, "Kan ada yang piket bukan?"
"Iya sih, cuman masih terlihat kotor mangkanya aku bersih-bersih."
Melihat Fidya ngobrol sama Irfan, Berliana langsung berlari menghampiri mereka. "Eh Irfan, kok gak masuk sih?"
Irfan menatap Berliana dengan malas. "Habis kumpulan OSIS, dan pengen ngobrol aja sama Fidya yang sedang piket sendirian."
"Piket sendirian?" Berliana langsung menatap Fidya dengan tajam. "Oh, si Fidya emang orangnya begitu, terlihat bersih aja masih terlihat kotor mangkanya dia ngepel, padahal udah piket."
"Iya Fidya yang bilang kok, dia ingin bersih-bersih," ucap Irfan yang mulai curiga dengan Berliana.
Berliana mengelus dadanya dan menghembuskan napas. "Syukurlah."
Irfan mengerutkan keningnya. "Maksudnya apa?" tanya Irfan sarkasme. Firasatnya kuat bahwa ada yang tidak beres.
"Eng--engga kok. Ya kan Fid?" Berliana menatap Fidya.
Fidya mengangguk lemah. "Iya."
"Yaudah, Fidya jangan lanjutin, udah sampai pintu aja yang luar jangan, kan udah disapu."
"Tapi---"
"Jangan lanjutin, lagian diluar udah bersih kok."
Fidya menghembuskan napas. "Baiklah."
"Eh, tapi kan pamali kalo bersih-bersih itu harus beres loh," alibi Berliana. Enak saja dia maen udah-udahan! umpatnya didalam hati
"Iya juga sih." Fidya mengetuk-ngetuk jarinya ke dagunya, kemudian ia berkata,"baiklah aku lanjutin."
Berliana tertawa pelan. Mudah sekali Fidya dibohongi olehnya? Dasar benar-benar gadis yang polos dan bodoh!.
-🍁🍁-
Fidya mengedarkan pandangannya disekitar depan kelasnya, tepatnya hari ini sudah pulang, Fidya merasa ada yang aneh Hinata tidak muncul di depan matanya? Kemana gadis itu?
Fidya menggelengkan kepalanya dengan cepat. Ngapain juga harus memikirkan gadis itu? Lagian, ada baiknya karena hari ini dia tidak dibully habis-habisan olehnya. Karena kalau Hinata tidak ada, pasti teman lainnya tidak akan membully nya.
Ia melangkahkan kakinya menuju ke arah gerbang, namun langkahnya terhenti saat ia mendengar suara perempuan tepat dibalik tembok perpustakaan itu. Dan suara perempuan itu tidak asing baginya.
Penasaran, ia memilih mengintip suara perempuan itu yang tampak serius. Terlihat perempuan itu sedang menelpon seseorang, namun siapa?
Fidya menatapnya dengan seksama, saat gadis itu menoleh ke arah depan, ternyata Hinata. Segera ia menyembunyikan diri agar Hinata tidak mencurigainya.
"Iya, Yah aku melakukannya dengan pelan, jangan terlalu cepat bisa-bisa dia curiga."
"......"
"Aku tahu Yah, cuma----"
"......"
"Iya yah, aku gak mau Ayah masuk ke penjara gara-gara si pncg itu! Gak sudi!"
"......"
"Hahaha.. pasti Yah hidup dia itu menderita banget, harusnya Ayah itu berterima kasih sama anakmu ini!"
"......"
"Maaf Yah bercanda, nanti kita buat planning lagi buat ngehancurin keluarga si pncg!"
"....."
"Siapa lagi kalau Fidya Ayah?!"
Deg!
Jadi selama ini Hinata sudah merencanakan sebelumnya, namun yang jadi pertanyaan baginya ialah kenapa Hinata ingin balas dendam padanya? Apa salahnya?
"....."
"Ya sudah, aku tutup telponnya."
Tak kuasa menahan air matanya yang sudah mengalir di pipi, Fidya berlari meninggalkan tempat itu, saat ini ia hanyalah ingin sebuah ketenangan.
Bisa dikatakan ia ingin sendiri.
Siapapun tidak boleh mengganggunya.
Termasuk kedua orang tuanya sendiri.
Dengan teganya Hinata melakukan ini semuanya? Apa salahnya? Apa salah keluarganya? Hingga Hinata balas dendam padanya secara perlahan?.
Ya Allah, hatiku benar-benar hancur!
-🍁🍁-
Marhaban ya Ramadhan, alhamdulilah kita masih bisa dipertemukan dengan bulan yang suci ini😊💕.
Maaf ya kalau alurnya semakin membosankan😔.
Memang saya membuatnya seperti ini, perlahan-lahan tapi pasti, gak nge-gantung kayak dia😆, malah ngaco :v.
Buat yangg sudah membaca cerita saya terima kasih banyak ❤️.
Sumedang, 07 Mei 2019
20.36 WIB
KAMU SEDANG MEMBACA
ALLAH, SAVE ME ! [SELESAI]
SpiritualGadis itu bernama Fidya terkadang bertanya, "mengapa hidupku tak seperti yang lainnya?" dalam benaknya akankah ia mendapatkan kebahagiaan? *** Jika saja boleh memilih Fidya ingin merasakan seperti 'yang lainnya--orang normal pada umumnya' tanpa haru...