"Aku mohon jangan!" pinta Fidya. Ia menangis tersedu-sedu.
"Karena lo hidup gue jadi berantakan tau gak!" bentak Hinata.
"Apa salahku?! Aku tidak pernah membuat mu seperti itu! Justru kamu!" Kali ini Fidya membentak Hinata, sudah muak ia terus-menerus diinjak harga diri oleh Hinata.
"Karena itu gue balas dendam sama lo!"
"Apa?" Fidya terkejut, apa yang ia lakukan pada masa lalu? Justru Hinata lah yang membuat hidupnya hancur.
"Gak usah pura-pura tidak tahu lo! Gue muak dengan sikap so lugu lo!" ucap Hinata sembari menumpahkan air diember ke tubuh Fidya.
"Hinata! Hentikan!"
"Gue gak mau denger!"
"Hinataaaa!" jerit Fidya, ia langsung bangun seketika dari tidurnya, lagi ia memimpikan kejadian itu lagi, kejadian kemarin itu membuatnya trauma.
Fidya kembali lagi menangis harus bermimpi traumanya itu, kejadian kemarin yang membuatnya semakin trauma.
"Ya Allah. Aku lelah dengan hidupku ini." lirih Fidya sembari menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih polos.
"Hinata apa salahku dimasa lalu sehingga kamu membalas dendam padaku?"
"Kenapa dia terus saja membuat hidupku hancur? Kenapa dia ingin balas dendam padaku?"
"Fidya?" ucap Fina khawatir, ia terbangun karena Fidya menjerit nama Hinata, itu membuat Fina semakin khawatir. Fina berlari menghampiri Fidya yang tengah duduk melamun dengan memeluk sang pemilik tubuhnya.
"Ibu?!" pekik Fidya terkejut. Ia tidak menyadari kedatangan Fina dikamarnya. Segera ia menyeka airmatanya itu agar Fina tidak curiga.
"Kamu mimpi buruk lagi?" tanya Fina menangis.
"Ti-tidak Bu," jawab Fidya gugup karena takut Ibunya tidak percaya dengan ucapannya barusan.
"Jangan bohong. Ibu mendengar kamu menjerit membuat Ibu khawatir." Fina menatap sendu pada anaknya.
Fidya mengangguk. Fina mendesah resah karena Fidya akhir-akhir ini terus bermimpi buruk.
"Lupa baca doa?"
Fidya menggeleng. Ia sama sekali tidak lupa membaca doa sebelum tidur. Hati kecilnya ingin berkata bahwa Hinatalah yang membuat Fidya selalu bermimpi buruk.
Namun tidak bisa.
Rasanya ia tidak ingin mengatakan pada Fina, takut Fina menjadi menambah beban. Fidya takut.
"Lalu kenapa? Apa kamu nonton film horror?"
Film horror apalagi, Fidya tidak suka film itu karena menakutkan apalagi ada adegan yang membuatnya kaget setengah mati. Jantungnya hampir mau copot saat adegan itu.
Fidya kembali menggeleng. Fina menghirup udara dan menghembuskannya khawatir jika rasa trauma pada Fidya semakin bertambah. Fina sudah mencoba untuk menghilangkan ingatan Fidya sejak kecelakaan itu, takut anaknya semakin trauma.
"Kalau kamu ada masalah cerita sama Ibu. Ibu khawatir kalau kamu terus-terusan seperti ini." Fina mengelus rambut Fidya yang lurus tanpa diikat. Fidya tidak memakai jilbabnya karena dirumah.
Fidya mengangguk lalu tersenyum agar Fina tidak khawatir lagi padanya.
"Baiklah, sekarang kamu tidur. Besok harus sekolah bukan?"
Fidya mengangguk. "Iya Bu."
"Ibu ke kamar ya? Kalau ada apa-apa bilang saja." Fina bersyukur karena Fidya sudah mau berbicara dengan dirinya, mengingat dulu Fidya sama sekali tidak ingin berbicara padanya--sebelum dihilangkannya ingatan kecelakaan--.
Fidya mengangguk lagi. Fina perlahan meninggalkan Fidya yang tengah duduk dipinggir ranjang.
Maafkan aku Bu... batin Fidya.
Lagi ia harus menitikkan airmatanya. Sudah berapa kali ia tidak ingin menangis namun tetap saja menangis.
Fidya merebahkan dirinya untuk tidur kemudian memejamkan matanya. Ia berharap semoga besok akan ada kebahagiaan yang sesungguhnya.
Termasuk menemukan pelaku itu.
Ia berjanji akan menemukannya.
_______
Alhamdulillah update💕
Terima kasih untuk 1k views❤ tanpa kalian cerita saya ini bagaikan makanan tanpa garam😂 asekk🤣.
Terima kasih sudah meluangkan waktu kalian untuk membaca cerita saya😊.
______
KAMU SEDANG MEMBACA
ALLAH, SAVE ME ! [SELESAI]
SpiritualGadis itu bernama Fidya terkadang bertanya, "mengapa hidupku tak seperti yang lainnya?" dalam benaknya akankah ia mendapatkan kebahagiaan? *** Jika saja boleh memilih Fidya ingin merasakan seperti 'yang lainnya--orang normal pada umumnya' tanpa haru...