"Emh..." Fidya menggeliat tubuhnya yang terasa pegal, matanya perlahan membuka. Fidya mengedarkan pandangannya, tempat yang ia lihat terlihat kumuh dan berantakan, ia dimana?
Fidya mencoba tuk mengingat kembali, ya Allah dirinya ini diculik?!.
Astaghfirullah! Gimana ini? Ya Allah, selamatkan aku, aku takut.
Air mata Fidya luruh, hatinya benar-benar takut, berkecamuk, menyesal, seandainya saja dia tidak mencegah mungkin dia selamat, seandainya saja dia tidak berteriak mungkin dia sedang ada dirumah bersama dengan keluarganya.
Ia sangat menyesal.
Fidya menatap pintu gudang itu, mendengar suara sosok lelaki yang sangat jelas disana, daripada semakin penasaran Fidya mendengar ucapan mereka.
"Gimana lo udah neror si Naufal itu?"
Lelaki itu tertawa, "Sudah dong Bos, gue udah culik anaknya."
Fidya terkejut, jadi ini memang rencana mereka?. Astaghfirullah, mereka sengaja meneror keluarga kecilnya. Siapa mereka? Dan apa maunya mereka?
Fidya kembali fokus mendengar ucapan mereka.
"Kok culik anaknya si?!" pekik Si Bos itu dengan kesal, tujuannya ialah meneror Naufal dan menghabisinya, bukan menculik anaknya.
Anak buahnya berdeham, "Begini Bos, kan gue sama Jaka neror rumah si Naufal, eh ternyata anaknya dateng marah-marah, daripada ketauan lebih baik diculik aja sekalian."
Bos itu terdiam cukup lama, kemudian ia berkata, "Bagus juga, biar si Naufal kelimpungan mencari anaknya itu."
"Bukannya Naufal udah di tembak?"
Bos itu mendelik heran, "Iya kah?"
Anak buahnya tertawa, "Bos kenapa bisa lupa sih? Kan tadi pagi."
Fidya berpikir, tadi pagi? Berarti pas dia sekolah. Astaghfirullah, rencana teror ini sudah ditentukan oleh mereka. Fidya sudah menemukan beberapa kepingan teka-teki misterius itu.
Bos itu tertawa dengan puasnya, "Astaga kenapa gue bisa lupa?! Sorry, saking bahagianya keluarga Naufal hancur."
"Tak apa Bos, terus gimana dengan anaknya ini?"
"Gue pikirkan dulu. Mungkin dengan menikmati tubuhnya?"
Fidya melotot, tidak percaya ternyata mereka sudah merencanakan ini sebelumnya. Ya Rabb, Fidya benar-benar takut sekarang, ia takut jika nyawanya mati dalam kondisi seperti ini.
Fidya menggelengkan kepalanya dengan cepat, jangan salah sangka dulu, berpikir positif, walaupun hatinya dirundung cemas. Ia percaya Allah akan menolongnya.
Pintu itu terbuka, mata Fidya mengikuti arah pintu itu dan kedua pria itu datang menghampiri dirinya, dengan tersenyum sinis, seakan punya maksud tertentu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALLAH, SAVE ME ! [SELESAI]
SpiritualGadis itu bernama Fidya terkadang bertanya, "mengapa hidupku tak seperti yang lainnya?" dalam benaknya akankah ia mendapatkan kebahagiaan? *** Jika saja boleh memilih Fidya ingin merasakan seperti 'yang lainnya--orang normal pada umumnya' tanpa haru...