Chapter 36 | Teka-teki (3)

192 18 11
                                    

"Astagfirullah!! IBU AYAH!!" teriak Fidya histeris

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Astagfirullah!! IBU AYAH!!" teriak Fidya histeris. Tubuhnya lemas saat melihat tubuh Fina dan Naufal tergeletak disana. Fidya mendekati tubuh mereka.

Tidak. Ini tidak mungkin!

Fidya memeluk tubuh mereka yang berlumuran dengan darah, Fidya tidak sanggup dengan kondisi mereka saat ini.

Ia panik, menatap tajam pada para warga, "Kenapa kalian diam saja? Kenapa tidak bawa kerumah sakit?! Kenapa? Apa karena kalian malu menolong anak seperti aku?!" teriak Fidya histeris dengan uraian air matanya. Hatinya benar-benar hancur.

"Tolong bawa kerumah sakit! Aku mohon!" teriak Fidya lagi.

Melihat Fidya berteriak histeris, para warga akhirnya membawa Fina dan Naufal kerumah sakit. Melihat seperti ini, Fidya tidak kuat lagi bahkan ia trauma dengan darah. Kenapa harus terjadi lagi?

Siapa yang meneror keluarganya?

Kenapa ada yang meneror?

Apakah karena dendam?

Apakah karena membenci?

Apakah karena ingin keluarganya menderita?

Jika iya, datangi bukannya harus bersembunyi layaknya pengecut, katakan hal apa yang dibenci dari keluarganya hingga dendam seperti ini?

Ya Allah... Fidya tidak sanggup.

-🍁🍁-

Dirumah sakit, para warga panik sekaligus terlihat tergesa-gesa membuat para pihak rumah sakit terkejut. Jika Fidya tidak berteriak seperti tadi, mungkin mereka tidak akan peduli.

"Ada apa ini?" tanya suster bingung sekaligus panik melihat sepasang suami istri berlumuran dengan darah.

"Kecelakaan Suster," jawab Fidya asal karena para warga bergeming cukup lama.

Dengan sigap, para suster menyiapkan bed stretcher dan membopong Fina dan Naufal, dengan tergesa-gesa mereka mendorong untuk memasuki kedalam ruangan ICU.

"Ibu, Ayah bertahanlah, Ya Allah aku mohon!" pinta Fidya dengan lirih.

Mereka pun memasuki kedalam ruangan ICU, Fidya ingin ikut melihat mereka namun para suster menolak meskipun Fidya berteriak meraung-raung. Fidya pasrah, akhirnya ia duduk di ruang tunggu disana bersama para warga.

"Bapak, Ibu semuanya terima kasih, maaf kalau tadi bicaranya terlalu keras."

Sang Ibu menatap Fidya tersenyum sendu, "Maafkan kami juga, kami diam karena bingung, kami menunggumu Nak."

ALLAH, SAVE ME ! [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang